Pujian untuk Sang Kekasih: Menggapai Sunnah Melalui Cinta yang Tulus - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Ungkapan bahwa pujian kepada Nabi Muhammad SAW adalah getaran hati, ungkapan kerinduan, dan bukti cinta yangg mendalam, bukan hanya sekadar kalimat indah. Ia adalah prinsip dari sebuah kebaikan yangg berbobot spiritual tinggi. Pujian bukanlah sebuah tanggungjawab yangg dingin, melainkan sebuah manifestasi dari cinta yangg tak bertepi. Ketika sebuah hati dipenuhi rasa kagum dan cinta kepada Rasulullah, lisan secara otomatis bakal mengalirkan kata-kata pujian, seolah tak bisa menahan luapan emosi yangg ada di dalamnya.

Ini menjelaskan kenapa pujian kepada Nabi tidak bisa disamakan dengan nyanyian hampa. Ia mempunyai roh, dia mempunyai makna. Setiap bait yangg dilantunkan adalah gambaran dari pengakuan kita atas keagungan akhlak, kesempurnaan fisik, dan perjuangan beliau yangg tak kenal capek dalam menyampaikan risalah. Ini adalah langkah kita, sebagai umatnya, untuk merasakan kembali kehadirannya dalam kehidupan, meneladani langkahnya, dan menguatkan ikatan jiwa dengannya. Dan yangg lebih menghangatkan hati, perbuatan ini bukan hanya diizinkan, melainkan disetujui, direstui, apalagi dibalas dengan cinta oleh Rasulullah sendiri. Inilah yangg menjadikan memuji Nabi sebagai sunnah—sebuah jalan spiritual yangg menghubungkan kita dengan mata air teladan.

Dalam pengetahuan hadis, sunnah adalah segala sesuatu yangg berasal dari Nabi Muhammad SAW, baik itu perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau. Sunnah menjadi sumber norma Islam kedua setelah Al-Qur’an dan menjadi pedoman hidup bagi umat Muslim. Sunnah dibagi menjadi tiga jenis utama:

  • Sunnah Qauliyah: Sunnah yangg berupa perkataan alias ucapan Nabi Muhammad SAW. Contohnya adalah hadis-hadis yangg berisi sabda-sabda beliau, seperti “Sesungguhnya setiap ibadah itu tergantung niatnya.”
  • Sunnah Fi’liyah: Sunnah yangg berupa perbuatan alias tindakan yangg dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Contohnya adalah langkah beliau melaksanakan salat, berpuasa, alias berinteraksi dengan sesama.
  • Sunnah Taqririyah: Sunnah yangg berupa persetujuan alias diamnya Nabi Muhammad SAW terhadap perkataan alias perbuatan yangg dilakukan oleh para sahabat di hadapan beliau. Jika Nabi memandang suatu perbuatan baik dan tidak melarangnya, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai sunnah.

Dari ketiga jenis sunnah ini, Sunnah Taqririyah adalah kunci untuk memahami kenapa memuji Nabi adalah sunnah. Pujian kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah sesuatu yangg baru muncul di kemudian hari. Sejak masa hidup beliau, para sahabat telah sering kali melantunkan syair-syair alias pujian untuk mengagungkan dan memuliakan beliau. Perbuatan ini tidak hanya tidak dilarang, tetapi juga mendapatkan persetujuan dan apalagi pujian kembali dari Nabi sendiri.

  1. Hassan bin Tsabit RA

Hassan bin Tsabit dikenal sebagai penyair Rasulullah. Ia menggunakan bakatnya dalam bersyair untuk memihak Nabi dari hinaan kaum musyrikin dan memuji keagungan adab serta perjuangan beliau. Salah satu syairnya yangg terkenal dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari adalah:

نورٌ يُستضاءُ بهِ … مُهْدىً بِهِ يُهْتَدى
عَيْنٌ بِغَيْرِ مَاءٍ … وَأُذُنٌ بِغَيْرِ صَمَمٍ
وَرُوحٌ بِغَيْرِ رِيَبٍ … وَجَبِينٌ بِغَيْرِ عَظَمٍ

Artinya: “Engkau adalah mata yangg tidak buta oleh air mata, Engkau adalah telinga yangg tidak tuli oleh suara, Engkau adalah jiwa yangg tidak terpengaruh oleh keraguan.

Engkau mempunyai keagungan yangg tidak terjangkau, Engkau mempunyai keelokan yangg tidak tertandingi, Engkau adalah sinar yangg menerangi kegelapan, Engkau adalah rembulan yangg menyinari malam.”

Puisi Hassan bin Tsabit ini bukanlah sekadar rangkaian kata yangg indah, melainkan getaran jiwa yangg berupaya menangkap keagungan yangg tak terlukiskan. Ia adalah gambaran dari hati yangg telah disinari oleh Nabi Muhammad SAW, hingga sang penyair tak bisa lagi menahan luapan cintanya.

Puisi ini dimulai dengan gambaran yangg begitu dalam: “نورٌ يُستضاءُ بهِ … مُهْدىً بِهِ يُهْتَدى” (“Cahaya yangg dengannya dia bersinar… petunjuk yangg dengannya dia diberi petunjuk”). Kata-kata ini menggambarkan Nabi bukan hanya sebagai sumber sinar fisik, tetapi sebagai sumber sinar spiritual yangg menerangi kegelapan jiwa. Seolah-olah Hassan bin Tsabit mau mengatakan, “Wahai manusia, di tengah kebingungan dan kegelapan, ada satu sinar yangg abadi, ialah sinar Nabi.” Cahaya ini takkan pernah padam, dan setiap orang yangg mengikutinya bakal menemukan jalan yangg benar.

Kemudian, Hassan melanjutkan dengan metafora yangg begitu menyentuh: “عَيْنٌ بِغَيْرِ مَاءٍ … وَأُذُنٌ بِغَيْرِ صَمَمٍ” (“Engkau adalah mata yangg tidak buta oleh air mata, Engkau adalah telinga yangg tidak tuli oleh suara”). Ini adalah gambaran tentang kesempurnaan jiwa Nabi. Matanya tidak buta lantaran kesedihan alias air mata, lantaran hatinya selalu bersandar pada Allah. Telinganya tidak tuli oleh bisikan alias bujukan dunia, lantaran dia hanya mendengarkan wahyu dari langit. Ini adalah pujian yangg mendalam, mengakui bahwa Nabi adalah insan yangg bersih, yangg tak terpengaruh oleh kelemahan dan keraguan manusia.

Bait selanjutnya, “وَرُوحٌ بِغَيْرِ رِيَبٍ” (“Engkau adalah jiwa yangg tidak terpengaruh oleh keraguan”), menegaskan kembali kepercayaan Hassan bahwa Nabi adalah sosok yangg mempunyai ketaatan dan kepercayaan yangg kokoh. Dalam angin besar tuduhan dan penolakan, jiwanya tetap teguh, tidak pernah goyah. Keraguan adalah musuh tersembunyi, tetapi Nabi Muhammad mempunyai jiwa yangg begitu murni hingga dia tak pernah disinggahi oleh keraguan sedikit pun.

Puisi ini ditutup dengan kalimat yangg begitu agung: “Engkau mempunyai keagungan yangg tidak terjangkau, Engkau mempunyai keelokan yangg tidak tertandingi, Engkau adalah sinar yangg menerangi kegelapan, Engkau adalah rembulan yangg menyinari malam.” Ini adalah puncak dari pujian Hassan bin Tsabit. Ia menyimpulkan bahwa keelokan dan keagungan Nabi tidak bisa diukur dengan standar manusia. Ia adalah satu-satunya sinar yangg bisa menuntun kita keluar dari kegelapan kegoblokan dan kezaliman. Ia adalah rembulan yangg menenangkan hati di tengah malam yangg sunyi, memberikan angan dan kedamaian.

Melalui puisi ini, Hassan bin Tsabit tidak hanya memuji Nabi, tetapi dia juga mengajari kita gimana semestinya memandang beliau: sebagai cahaya, sebagai petunjuk, sebagai teladan yangg sempurna. Setiap baitnya adalah rayuan untuk merenung, untuk membuka hati, dan untuk mencintai Rasulullah SAW dengan langkah yangg tulus, seakan-akan kita melihatnya dengan mata hati kita sendiri.

Nabi Muhammad sangat menyukai dan mendukung syair-syair Hassan bin Tsabit. Beliau apalagi mendoakannya, “Ya Allah, dukunglah dia dengan ruh al-Qudus (Malaikat Jibril).” Ini adalah bukti nyata bahwa pujian yangg tulus kepada Nabi adalah perbuatan yangg disetujui dan diberkahi.

  1. Ka’ab bin Zuhair RA

Ka’ab bin Zuhair awalnya adalah seorang penyair yangg memusuhi Nabi Muhammad SAW. Namun, setelah adiknya, Bujair, masuk Islam, dia pun menyesal dan datang ke hadapan Nabi untuk menyatakan keislamannya. Di hadapan Nabi, dia melantunkan sebuah syair yangg kemudian dikenal dengan nama Qasidah Burdah. Di dalam syair tersebut, Ka’ab bin Zuhair memuji Nabi dengan sepenuh hati dan menyatakan penyesalannya.

Dalam sebuah majelis Nabi SAW, Ka’ab mengumumkan keislamannya dan kemudian membacakan qasidah (puisi panjang) ini sebagai permohonan maaf dan pujian. Nabi SAW sangat tersentuh dengan puisi tersebut hingga beliau memberikan jubahnya (burdah) sebagai bingkisan kepada Ka’ab. Peristiwa inilah yangg membikin puisi ini dijuluki “Qasidah Burdah”. Kutipan bagian awal puisi “Banat Su’ad” yangg paling terkenal sebagai berikut:

بَانَتْ سُعَادُ فَقَلْبِي الْيَوْمَ مَتْبُولُ
مُتَيَّمٌ إِثْرَهَا لَمْ يُفَدْ مَكْبُولُ

وَمُعَذَّبٍ مِنْ لِقَائِهَا بِغَيْرِ جُرْمٍ
إِلَى الْهَوَى غَيْرِ مَا إِثْمٍ وَمَأْثُمِ

Artinya: “Su’ad telah pergi, maka hatiku hari ini merana”
“Terbelenggu cinta kepadanya, tak dapat ditebus dan terikat”

“Dan tersiksa lantaran berpisah darinya tanpa dosa”
“Hanyalah lantaran cinta, bukan lantaran perbuatan salah dan dosa”

Kemudian, setelah pengantar tentang cinta yangg merana (sebagai metafora untuk penyesalannya), Ka’ab beranjak untuk memuji Nabi SAW. Berikut adalah beberapa bait pujiannya:

أَنَّ الْرَسُولَ لَنُورٌ يُسْتَضَاءُ بِهِ
مُهَنَّدٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ مَسْلُولُ

Artinya: “Sesungguhnya Rasul itu adalah sinar yangg menerangi”
“(Bagai) Pedang dari among pedang-pedang Allah yangg terhunus”

نَبِيٌّ أَتَانَا بَعْدَ يَأْسٍ وَفَتْرَةٍ
مِنَ الرُّسُلِ وَالْأَوْثَانِ فِي الأَرْضِ عِبْدُ

Artinya: “Seorang Nabi yangg datang kepada kita setelah keputusasaan dan masa kekosongan (dari Rasul)” “Dan berhala-berhala disembah di muka bumi”

مُطَاعُ ثُمَّ يُرْجَى مِنْهُ نَائِلَةٌ
وَمُشْفِقٌ كَانَ قَدْ أُعْطِيَ الْوَعَائِلَ

Artinya: “Beliau ditaati, kemudian diharapkan pemberiannya”
“Dan beliau pengasih, yangg telah diberikan sifat penyayang”

Puisi ini bukan hanya sekadar puisi biasa, tetapi merupakan dokumen sejarah yang merekam pertobatan seorang musuh Nabi yangg kemudian menjadi pemuji beliau yangg paling dikenang. Pemberian Burdah (jubah) Nabi menjadi simbol rahmat, maaf, dan apresiasi yangg sangat tinggi dari Nabi SAW terhadap seni dan sastra yangg digunakan untuk memihak kepercayaan dan memuji Allah serta Rasul-Nya.

Puisi “Banat Su’ad” ini telah menjadi inspirasi bagi ratusan apalagi ribuan puisi dan karya sastra Islam lainnya sepanjang sejarah, yangg paling terkenal adalah “Qasidah Burdah” karya Imam Al-Bushiri.

Berdasarkan kisah-kisah di atas, jelaslah bahwa memuji Nabi Muhammad SAW adalah sebuah Sunnah Taqririyah. Ketika para sahabat seperti Hassan bin Tsabit dan Ka’ab bin Zuhair memuji beliau, Nabi tidak melarang, apalagi mencela mereka. Sebaliknya, beliau justru memberikan persetujuan, dukungan, dan apalagi hadiah.

Perbuatan yangg disetujui oleh Nabi adalah sunnah, dan pujian para sahabat kepada beliau adalah salah satu contohnya. Oleh lantaran itu, kita sebagai umatnya juga dianjurkan untuk memuliakan dan memuji beliau, tidak hanya dengan ucapan, tetapi juga dengan mengikuti ajarannya, berselawat, dan meneladani akhlaknya yangg mulia. Pujian yangg tulus kepada Nabi adalah ekspresi cinta dan penghormatan, dan itu merupakan bagian dari sunnah yangg diajarkan oleh Rasulullah SAW.

===

Pondok Pesantren Modern Al-Muflihun Temanggung konsentrasi pada kaderisasi ustadz dengan berpijak pada turas islam (kitab kuning) dan pemikiran Islam kontemporer. No kontak: 081328096425

Silahkan salurkan wakaf dan infak Anda untuk pembangunan Pondok melalui LazisMu:

No rek:

BSI: 7890090073

Comments

comments

-->
Sumber almuflihun.com
almuflihun.com