Ijtihad: Larangan bagi yang Tak Paham Bahasa Arab - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

wahyudi August 26, 2025 Artikel, slider, Uncategorized 6 Views

​Ijtihad, sebagai proses penalaran norma yangg kompleks untuk menyimpulkan norma syariat, bukanlah ranah bagi setiap orang. Ia mempunyai prasyarat ketat, dan yangg paling krusial adalah penguasaan bahasa Arab yangg mendalam. Para ustadz dari beragam ajaran telah memperingatkan bahwa ijtihad tanpa bekal bahasa Arab tidak hanya tidak sah, tetapi juga sangat berbahaya, apalagi bisa dianggap sebagai “ijtihad orang bodoh”.

​Al-Qur’an dan hadis, dua sumber utama norma Islam, diturunkan dalam bahasa Arab yangg mempunyai karakter dan kedalaman makna. Oleh lantaran itu, memahami teks-teks ini secara harfiah saja tidak cukup; diperlukan pemahaman yangg komprehensif terhadap beragam disiplin pengetahuan bahasa Arab, seperti:

​Nahwu (Sintaksis):

Memahami struktur kalimat Arab sangat penting. Perubahan pada harakat (vokal) alias posisi kata dapat mengubah makna secara drastis. Sebagai contoh, perbedaan membaca kata “arjulakum” (kaki kalian) dalam ayat wudu’ bisa berfaedah membasuh alias mengusap.

​Sharaf (Morfologi):

Ilmu ini mempelajari pembentukan dan perubahan kata. Memahami asal-usul kata dan corak turunannya dapat membantu menentukan makna yangg tepat dalam konteks tertentu.

​Balaghah (Retorika):

Al-Qur’an dan sabda kaya bakal style bahasa retoris, seperti metafora, kiasan, dan majas. Tanpa pengetahuan balaghah, seorang mujtahid bisa terjebak dalam penafsiran harfiah yangg keliru. Contohnya, menafsirkan sabda “mata Allah” secara harfiah bakal mengarah pada mengerti yangg keliru.

​Lughah (Leksikologi):

Memahami makna original kata-kata pada saat wahyu diturunkan adalah krusial. Kata yangg sama bisa mempunyai makna berbeda di era yangg berbeda.

​Sejarah mencatat banyak ustadz besar yangg dengan tegas melarang ijtihad tanpa ilmu. Mereka memandang ijtihad semacam itu sebagai tindakan yangg melampaui pemisah dan bisa merusak syariat. ​Imam al-Ghazali dalam Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul menegaskan bahwa syarat-syarat bagi seorang mujtahid sangatlah berat, dan salah satunya adalah “mengetahui bahasa Arab dan ilmu-ilmu yangg berangkaian dengannya secara mendalam.” Beliau juga menyatakan bahwa orang yangg tidak menguasai bahasa Arab tidak mungkin bisa memahami teks Al-Qur’an dan sabda dengan benar, lantaran pemahaman terhadap teks adalah dasar dari ijtihad.

​Imam as-Shatibi dalam Al-Muwafaqat menjelaskan bahwa hukum Islam tidak dapat dipahami dengan sempurna tanpa menguasai bahasa Arab. Ia apalagi menyebut bahwa Al-Qur’an mempunyai keajaiban kebahasaan yangg menuntut pemahaman yangg sangat mendalam untuk menyingkap makna-makna tersembunyi, dan ijtihad tanpa pemahaman tersebut adalah ijtihad batil.

​Larangan ijtihad tanpa ilmu, termasuk tanpa penguasaan bahasa Arab, mempunyai landasan kuat dalam Al-Qur’an dan hadis, di antaranya adalah firman Allah berikut: ​”Dan janganlah Anda mengikuti sesuatu yangg tidak Anda ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu bakal dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36)

Ayat ini adalah peringatan tegas agar manusia tidak berbincang alias bertindak tanpa dasar pengetahuan yangg kokoh. Seorang yangg berijtihad tanpa memahami bahasa sumber norma sama saja dengan berbincang tentang sesuatu yangg tidak dia ketahui, dan ini bakal dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

​Hadis Rasulullah SAW: ​”Barang siapa berfatwa tanpa ilmu, maka dosanya ditanggung oleh orang yangg memfatwainya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hadis ini secara langsung mengaitkan fatwa (hasil dari ijtihad) dengan ilmu. Ijtihad tanpa pengetahuan bahasa Arab, yangg merupakan perangkat utama untuk memahami sumber hukum, secara otomatis termasuk dalam kategori ini. Fatwa yangg dikeluarkan dalam kondisi seperti ini bakal melahirkan dosa, bukan pahala.

​Kesimpulan

​Pada akhirnya, ijtihad bukanlah arena untuk coba-coba. Ia adalah sebuah tanggung jawab besar yangg hanya bisa diemban oleh orang-orang yangg memenuhi syarat, terutama dalam penguasaan bahasa Arab.

Larangan ijtihad bagi mereka yangg tidak menguasai bahasa ini adalah sebuah keharusan demi menjaga kemurnian hukum Islam dan menghindari kekacauan hukum. Peringatan para ustadz dan dalil hukum adalah bukti nyata bahwa ijtihad tanpa pengetahuan adalah jalan menuju kesesatan, bukan kebenaran.

===

Pondok Pesantren Modern Al-Muflihun Temanggung konsentrasi pada kaderisasi ustadz dengan berpijak pada turas islam (kitab kuning) dan pemikiran Islam kontemporer. No kontak: 081328096425

Silahkan salurkan wakaf dan infak Anda untuk pembangunan Pondok melalui LazisMu:

No rek:

BSI: 7890090073

Comments

comments

Check Also

Lingkungan dalam Perspektif Hadis Nabi

Dalam Islam, menjaga lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari ketaatan (‘aqidah) dan ibadah (‘ibadah). Konsep …

-->
Sumber almuflihun.com
almuflihun.com