Makna Iman Kepada Allah

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Prie tegese ngimanake baginda Allah

Bagaimana beragama kepada Allah

Tegesipoen ngimanaken Gusti Allah poeniko ngestokaken saestonipoen Goeti Allah poenika kagongan sifat 41, kaperang dados tiga: 2. sifat wadjib, 2. sifat mochal 3. sifat djaiz.

Sifat wadjib 20, sifat mochal 20 poenika kaperang dados sekawan, 1. Sifat nafsiyah 2. Sifat salbijah, 3. sifat maani. 4. Sifat ma’nawiyah

-+

Iman kepada Allah maknanya adalah berkeyakinan bahwa Allah swt mempunyai sifat 41 yangg dibagi menjadi 3 ialah 1) sifat wajib, 2) sifat mustahil 3) sifat jaiz.

Sifat wajib ada 20, sifat mustahil ada 20 dan sifat jaiz ada 1.

Kemudian sifat-sifat tadi dibagi 4 yaitu:

1. Sifat nafsiyah. 2. Sifat salbiyah. 3. Sifat maani. 4. Sifat ma’nawiyah

Istilah sifat Allah yangg berjumlah 41, yangg terdiri dari 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat jais merupakan pembagin unik ustadz madzhab Asy’ari. Jika kita rujuk langsung ke kitab-kitab karangan ustadz madzhab Asy’ari, kita tidak bakal menemukan pembatasan sifat allah menjadi 41. Bahkan pemimpin asyaari sama sekali tidak menyebut alias membatasi dengan jumlah tersebut.

Jika kita membuka kitab karya Imam Asyari, seperti kitab al-Luma dan fi raddi ala mahir az-Zaigh wal bida’, Risalatu ila Ahli at-Tsaghri dan kitab al-Ibanah, kita bakal menemukan bahwa pemimpin Abu Hasan al-Asyari di awal-awal kitab menyebut mengenai sifat-sifat Allah. Hanya memang beliau tidak menyebut sifat 41 itu. Sifat 41 yangg di antaranya adalah sifat wajib bagi Allah yangg jumlahnya ada 20, baru dirumuskan oleh Imam as-Sanusi 832-895 H/1428-1490 M seperti dalam kitab al-Barahain/al-Akidah as-Shughra. Beliau menyatakan sebagai berikut:

فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُونَ صِفَةً.

“Maka di antara sifat wajib bagi Allah Tuhan Kita-Yang Maha Agung dan Maha Perkasa-adalah 20 sifat

Imam Sanusi sendiri menyatakan bahwa sesungguhnya sifat Allah tidak terbatas, sesuai dengan sifat kesempurnaan Allah yangg tiada terbatas. Namun sifat Allah sifatnya tauqifi sehingga kudu berdasarkan pada dalil. Penyebutan 20 sifat wajib sekadar untuk memudahkan dalam sistem pembelajaran para santri.

Apa yangg dilakukan oleh Imam Sanusi mendapatkan sambutan luar biasa dari para ustadz Asyari pada generasi setelah beliau. Bisa dikatakan bahwa pembatasan sifat wajib menjadi dua puluh sifat, menjadi pedoman penulisan kitab-kitab tauhid pada masa-masa setelahnya seperti dalam kitab Nazhm Jauharah at-Tauhid karya Ibrahim al-Laqqani (W. 1041 H/1631 M), Kifayatul Awam karya al-Fadhali ( w. 1236 H/1820 M) Nazm Aqidah al-Awam karya al-Marzuqi ( w. 1281 H/1864 M), dan selainnya).

Sifat dua puluh tersebut bukanlah karangan pemimpin Sanusi. Beliau sekadar merapikan dan memberikan sistematisasi agar para penuntut pengetahuan lebih mudah dalam memahami sifat Allah. Memang di kalangan ustadz kalam, terdapat perbedaan pendapat mengenai sifat Allah tersebut, termasuk batasan-batasannya. Perbedaan berkisar seputar sifat Allah, apakah semua sifat yangg menunjukkan kesempurnaan, secara uotomatis dapat disebut sebagai sifat Allah dan dapat dinisbatkan kepada Allah? Imam Sanusi beranggapan bahwa sifat allah tidak terbatas. Hal ini mengingkat kesempurnaan Allah juga tidak ada batasannya. Namun dua puluh sifat tadi, setidaknya memberikan cakupan dan berasas pada dalil aqli dan naqli sehingga dapat memberikan pemahaman mendasar tentang tauhid bagi setiap insan muslim.

Jika kita buka dua kitab karya Imam Asyari, seperti dalam kitab Alluma dan Ushul Ahli as-Sunnah, kita bakal menemukan bahwa Imam Asyari juga menyebut sifat-sifat Allah, namun tidak sampai dua puluh. Beliau juga menyebut sifat Allah lain yangg tidak disebutkan oleh Imam Sanusi.

Dalam bab pertama kitab Alluma, sifat pertama yangg disebutkan oleh Imam Asyari adalah adalah sifat wujud. Hanya saja, Imam Asyari tidak langsung menyebut dengan sifat wajib Allah ialah wujud. Imam Asyari memulai dengan sebuah pertanyaan logis, lampau dijawab juga dengan argumen logis. Imam Asyari tidak langsung menggunakan dalil naqli alias wahyu, namun argumen logika. Bahkan beliau memulai dengan argumen logika secara panjang lebar, baru dalil naql.

Imam Asyari menggunakan argumen wahyu, makanala dirasa bahwa pembaca telah mengakui tentang kebenaran pendapat ketuhanan secara akal. Wahyu dijadikan sebagai penopang terhadap akal. Imam Asyari, seakan-akan sedang berhadapan dengan non muslim yangg tidak beragama dan tidak mengakui kebenaran Islam. Oleh karenanya, model penulisan buku, menggunakan manhaj jadal, ialah tanya jawab secara logis. Jika non muslim alias kalangan atheis sudah mengalah dan menerima argumen logika yangg dijadikan Imam Asyari, baru kemudian beliau menyodorkan argumen wahyu. Diharapkan, non muslim dan para penginkar ketuhanan, bakal mengakui kebenaran Islam secara penuh, bukan sekadar lantaran unsur doktrin belaka. Jadi, seseorang beragama dengan logika pikirannya terlebih dahulu.

Model penulisan seperti ini memang umum digunakan oleh para ustadz kalam. Imam Asyari adalah pendiri madzab Asyariyah yangg sangat rasionalis. Tidak heran jika sistem penulisan seperti ini diikuti oleh para pengikut madzhab seperti pemimpin Ibnu Furak, Imam Baqilani, Imam Haramain, Imam Ghazali, Imam Razli dan lain sebagainya. Sistem penulisan model Imam Asyari ini sekaligus menjadi argumen kuat bahwa pemimpin Asyari tetap sejalan dengan para ustadz kalam dan menggugurkan pendapat yangg menyatakan bahwa pemimpin Asyari telah “bertobat” dari pengetahuan kalam.

Mendahulukan logika dalam bahasa sifat Allah, bukan sekadar dalam bab wujud, namun juga dalam bab-bab lainnya, seperti sifat alim, mukhalafatu lil hawaditsi dan lain sebagainya. Sampai akhir kitab, beliau tetap konsisten dengan langkah penulisan kalam seperti itu.

Berikut kami nukilkan ungkapan beliau di awal bab, ialah ketika beliau berbincang tentang bentuk dan hendak membuktikan bahwa di alam raya, ada Tuhan Sang Pencipta.  Beliau memulai dengan sebuah pertanyaan, yangg pada ahirnya pembaca bakal menyerah dengan sendirinya dan mengakui bentuk Tuhan. Berikut petikan perbincangan sang Imam:

“Apa bukti bahwa Allah adalah Pencipta dan pengatur atas makhluk-Nya? Buktinya, bisa kita saksikan dengan memandang kesempurnaan yangg ada pada diri manusia, dimulai dengan setetes air mani, lampau berubah menjadi segumpal darah, berubah lagi menjadi daging, lampau berubah menjadi darah (tulang). Kita semua mengetahui bahwa perubahan tersebut tidak terjadi begitu saja.

Dalam kondisinya yangg sudah sempurna, ialah dia sudah berakal dan mempunyai tubuh yangg tegap, dia tidak bisa membikin mata dan telinganya sendiri. Ia juga tidak bisa membikin personil badan baru untuk dirinya. Tatkala badannya lemah, manusia tentu semakin tidak bisa untuk membikin personil badan baru pada dirinya. Jika dalam kondisi lemah dan kurang bisa saja, dia tidak bisa, mestinya dalam kondisi sempurna, dia bisa. Kenyataannya, dia tetap tidak bisa.

Kita juga bisa memandang perihal lain, ialah anak yangg tetap kecil, lampau dia berubah menjadi pemuda, kemudian menjadi bapak-bapak dan terahir dia menjadi tua. Kita sendiri mengetahui bahwa perubahan itu terjadi bukan lantaran kehendak dirinya. Buktinya, jika seseorang sudah tua, lampau dia berupaya sekuat tenaga untuk menjadi muda lagi, dia tidak sanggup. Ini artinya bukan dirinya yangg membikin beragam perubahan tersebut. Tentu ada Dzat yangg melakukan perubahan dari satu kondisi ke dalam kondisi yangg lain. Perubahan corak tubuh, tidak mungkin terjadi tanpa adanya Dzat yangg melakukan perubahan tersebut.

Contoh lain, kapas yangg tidak mungkin berubah menjadadi baju dengan sendirnya, tanpa adanya penenun. Jika seseorang menumpuk kapas, lampau dia tunggu lama, maka selamanya kapas itu bakal tetap seperti sedia kala dan tidak bakal berubah menjadi baju.

Jika Anda menumpuk tanah, lampau dibiarkan begitu saja dan Anda tunggu, tentu tanah itu selamanya tidak bakal menjadi istana. Harus ada seseorang yangg membaut batu bata dan menyususnnya menjadi istana.

Dengan arguen di atas, dapat kita ketahui bahwa hanya Dzat nan Maha Kuasa yangg bisa merubah sesuatu dari setetes air mani, lampau berubah menjadi segumpal darah, lampau muncul tulang dan daging. Hal ini menunjukkan bahwa memang ada Dzat Sang Maha Pencipta. Oleh lantaran itu, Allah berfirman:

أَفَرَأَيْتُم مَّا تُمْنُونَ  ()أَأَنتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ ( 59 )

Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yangg Anda pancarkan. ()Kamukah yangg menciptakannya, alias Kamikah yangg menciptakannya? (QS. Al-Waqi’ah: 58-59)

Setelah Imam Asyari menjelaskan panjang lebar tentang sifat wujud, kemudian beliau menjelaskan sifat Allah yangg berbeda dengan makhluk. Seperti pembahasan wujud, di sini, beliau juga sama menjelaskan panjang lebar dengan mendahulukan argumen akal, dan terahir ditutup dengan argumen wahyu.

Selanjutnya menyebut sifat wahdaniyah, qudrah, Allah tidak tersusun dari sesuatu, alim, sami, basir, aliman, qadiran, sam’ian, basiran, kalam, dan iradah. Setelah itu, beliau menyebut perihal lain mengenai dengan rukyatullah, al-kasb, qadha dan qadar dan pembahasan tauhid lainnya.

Kita juga bisa membuka kitab lain karya beliau, ialah Risahalh Ahli Atsa’ri alias yangg lebih dikelanl dengan kitab, “Ushulu Ahli as-Sunnah. Model pembahasan tidak jauh berbeda dengan kitab Alluma. Bedanya adalah bahwa kitab Alluma identik ditujukan kepada orang non muslim, sementara kitab Ushulu Ahlissunah menjadi kitab pedoman ke dalam, ialah sebagai prinsip dasar kalam Ahli Sunnah wal Jamaah.

Isi dari kitab ini sesungguhnya merupakan jawaban dari pertanyaan seseorang yangg tinggal di Asia Tengah yangg mau mengetahui mengenai prinsip dasar aliran Ahlisuinnah wal Jamaah. Karena ini kitab untuk kalangan dalam, jadi sistem penulisannya sedikit berbeda dengan kitab Alluma.

Dalam kitab ini, porsi argumen logika lebih sedikit. Selain itu, kitab ini condong to the point dan dan langsung menjurus pada pokok bahasan. Buku ini semacam cetak biru bagi kalangan Ahli Sunnah wal Jamaah. Sesuai dengan tujuannya, maka kitab ini ditulis secara ringkas dan tidak terlalu tebal.

Bab pertama yangg dibahas mengenai dengan hudusul alam alias baharunya alam raya. Tujuand ari kajian tentang barunya alam raya adalah untuk memberikan bukti bahwa alam raya mempunyai Sang Pencipta ialah Allah. Tuhan kudu ada. Allah mempunyai sifat wujud. Lalu dilanjutkan dengan sifat lain ialah mukhalafatu lil hawaditsi, hayan, qadiran, aliman, muridan, mutakaliman, sami’an, basiran, dan mutakaliman. Beliau juga menyatakan bahwa sifat-sifat tersebut berbeda dengan sifat-sifat makhluk.

Dalam kitab ini, ada beberapa sifat yangg belum disebutkan dalam kitab Alluma, ialah qadim, sifatul yad wal qabdah, sifatul maji (datang) wannuzul (turun), ridha (rela) wal ghadab (murka), dan al-fauqiyah (atas) wal istiwa (duduk di singgasana). Sifat-sifat ini kemudian banyak dikupas dan diterangkan oleh para ustadz pengikut Imam Asyari seperti Imam Ghazali. Bahkan Imam Razi mempunyai pembahasan panjang lebar mengenai sifat-sifat di atas yangg beliau tulis dalam kitab Asasu at-Taqdis. Dalam kitab ini, Imam Razi apalagi menerangkan sifat-sifat Allah lainnya yangg belum ditulis oleh Imam Asyari. Nama dari sifat-sifat tersebut, diambil dari ayat al-Quran dan sunnah nabi Muhammad saw. Tentu ini sesuai dengan prinsip awal pendapat kalangan Asyariyah bahwa sifat Allah sifatnya tauqifi dan berasas pada wahyu semata, bukan sekadar berdasarkan pada logika.

Jika apa yangg disampaikan oleh Imam Aysari, Imam Ghazali dan juga Imam Razi digabungkan, niscaya sifat Allah sangat banyak dan tidak sekadar berjumlah dua puluh saja. Sifat dua puluh, barangkali sekadar sifat “minimalis”, artinya setidaknya sifat-sifat tersebutlah yangg layak untuk kita ketahui. Meski sebenarnya tetap banyaksifat Allah lainnya yangg belum kita ketahui.

Jumlah Sifat Allah dalam Matan Himpunan Putusan Tarjih

Sebelumnya telah kami sampaikan bahwa menurut mengerti Asyari, sifat Allah tidak terbatas sesuai dengan ketidakterbatasan kesempurnaan Allah. Dalam kitab-kitab Asyariyah pun, antara satu ustadz dengan lainnya terkadang menyebut sifat-sifat Allah dengan jumlah yangg berbeda. Imam Asyari menyebut sifat Allah, yangg sebagian tidak disebutkan oleh ustadz lain, demikian juga Imam Razi mengumpulkan sifat-sifat Allah, yangg juga ada sisi yangg tidak disebutkan oleh Imam Sanusi. Ini artinya bahwa jumlah sifat Allah yangg disebutkan para ulama, bukanlah nilai mati. Hal terpenting adalah bahwa sifat-sifat tersebut diambil dari nas al-Quran maupun sunnah nabi Muhammad. Sifat Allah dalam pandangan mahir sunnah sifatnya tauqifi.

+++++++++

Syarah aqaidul iman: R Haiban Hadjid

….

Ponpes Al-Muflihun memberikan kesempatan bagi Anda untuk berzakat, berwakaf dan berinfak untuk pembangunan ruang kelas baru santri. Kirimkan biaya Anda melalui LazizMu KLL Ponpes Al Muflihun:

Bank Syariah Indonesia (ex.  BSM – Kode Bank 451)

7730 5030 77

(An KLL Ponpes Al Muflihun Zakat)

Comments

comments

-->
Sumber almuflihun.com
almuflihun.com