
Kepria tegese ngimanake kabeh Kitab-kitab Gusti Allah
Tegesipoen ngimanaken sedaja kitab-kitab Gusti Allah poenika ngestokaken, saestoenipoen Gusti Allah poenika sampoen nurunaken 104 kitab:
10 dateng kandjeng nabi Adam, 50 dateng kanjeng Nabi Sjits, 30 dateng kandjeng Nabi Idris, 10 dateng kandjeng Mabi Ibrahim, kitab taurat dateng kandjeng nabi Musa, kitab zaboer dateng kandjeng nabi Dawoed, kitab Indjil dateng Kanjeng Nabi Ngisa, kita Qoeran dateng kandjeng Nabi Moehammad s.a.w
Lan wadjib gestoaken wontenipoen kitab-kitab waoe chaq (leres)
—–
Apa makna beragama kepada kitab-kitab allah?
Beriman kepada kitab-kitab Allah maknanya adalah berkeyakinan bahwa allah telah menurunkan 104 kitab:
10 kepada nabi adam, 50 kepada Nabi Sjits, 30 kepada nabi Idris, 10 keoada Nabi Ibrahim, kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, kitab Zabur kepada Nabi Dawud, kitab Injil kepada Nabi isa dan kitab Al-Quran kepada nabi Muhammad saw.
Dan juga wajib berkeyakinan bahwa semua kitab-kitab tersebut adalah betul adanya
-+++++.
Jika kita membaca kitab fikih kebhinekaan halaman 50, kita bakal menemukan ungkapan Amin Abdullah dengan menukil pendapat Nasr Hamid sebagai berikut:
Al-Quran bagi umat manusia adalah kitab suci. Al-Quran adalah kalam ilahi (kalam Allah). Kalam Allah yangg diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Meskipun al-Quran sepenuhnya adalah berkarakter divine (ilahiyah, ketuhanan), namun sepenuhnya dia juga menggunakan bahasa manusia (insaniyah, kemanusiaan)-dalam perihal ini adalah bahasa Arab. Dengan menggunakan media bahasa, maka risalah alias pesan yangg disampaikan menjadi dapat dikomunikasikan, dipahami dan dimengerti oleh manusia para penerima pesan ketuhanan tersebut. Dalam perihal penggunaan bahasa manusia sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan ketuhanan yangg suci, maka keterlibatan dan peran budaya juga ada terselip di situ. Karena bahasa adalah kejadian budaya. Bi shawtin wa harfin (dengan bunyi dan huruf) adalah kejadian budaya.1
Mari kita lihat:
Ungkapan di atas sesunggunya tidak problematik, apalagi ini menjadi kesepakatan ustadz ushul dan ustadz kalam. Ulama ushul tatkala meletakkan pengetahuan semantik, atas kesadaran mereka bahwa bahasa al-Quran yangg berupa bahasa Arab adalah bahasa makhluk. Jadi para ustadz kalam dan ushul “mengotak-atik” bahasa al-Quran yangg makhluk itu.2
Para ustadz dari kalangan Asy’ari, seperti Imam Razi, Imam Haramain, dan lainnya beranggapan bahwa al-Quran bisa dipahami dari dua dimensi: Pertama, dimensi kemanusiaan, ialah bahasa Arab sebagai bahasa manusia. Kedua, dimensi ketuhanan, ialah ruhul Quran yangg azal.1
Jika berakhir sampai sini saja, tentu tetap bisa diterima. Sayangnya perkataan tadi dinegasikan oleh pernyataan setelahnya yaitu:
Adalah Nasr Hamid Abu Zaid, lewat perspektif kajian linguistik, budaya dan sejarah, yangg menegaskan bahwa al-Quran tidak dapat dipisahkan dari kejadian budaya dan sejarah Arab pada saat al-Quran diturunkan (muntaj ats-tsaqafi, produk budaya). Bahasa lain dari apa yangg biasa dan umum digunakan dalam ulumul quran ialah azbabunnuzul (sebab-sebab diturunkannya al-Quran).2
Paragraf terakhir ini sangat kontradiktif dan menegasikan pernyataan sebelumnya yangg menyatakan bahwa al-Quran sebagai kalamullah. Mengapa demikian? Karena sangat berbeda antara al-Quran yangg bisa ditinjau dari dua dimensi, dengan al-Quran sebagai produk budaya. nan pertama tetap menguatkan al-Quran sebagai kalamullah, sementara yangg kedua menafikan al-Quran sebagai kalam Allah. Hal ini lantaran produk budaya artinya adalah hasil kreasi umat manusia. Artinya, al-Quran adalah buatan umat manusia.
++++++++
Syarah aqaidul iman: R Haiban Hadjid
….
Ponpes Al-Muflihun memberikan kesempatan bagi Anda untuk berzakat, berwakaf dan berinfak untuk pembangunan ruang kelas baru santri. Kirimkan biaya Anda melalui LazizMu KLL Ponpes Al Muflihun:
Bank Syariah Indonesia (ex. BSM – Kode Bank 451)
7730 5030 77
(An KLL Ponpes Al Muflihun Zakat)
Comments
comments
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·