Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Foto dibuat SORA
MAKLUMAT — Mohammad Hatta kemudian dikenal dengan julukan Bung Hatta, sebelum menjadi seorang Proklamator adalah tokoh perjuangan kemerdekaan yangg pernah ditahan oleh pemerintah kolonial di Den Haag, Belanda, pada tahun 1927. Bung Hatta ditangkap lantaran aktivitasnya yangg dianggap memperjuangkan kemerdekaan dan dapat membahayakan keberadaan Belanda di Indonesia.
Selama berada di penjara, Bung Hatta menulis sebuah pidato pembelaan yangg diberi titel “Indonesia Merdeka” alias “Indonesia Vrij” alias “Indonesia Free”. Jiwa nasionalisme seorang Pemimpin bakal selalu datang dalam kondisi apapun, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Penulis: Mohamad Sohibul Iman. Foto:Dok FPKSJiwa nasionalisme itu pulalah yangg membikin Bung Hatta menolak pendapat pasar-bebasnya Adam Smith, padahal Bung Hatta sendiri berlatar belakang pendidikan ekonomi dari Belanda. Bahkan setelah itu, tatkala memimpin Perhimpunan Indonesia tahun 1930 dengan tegas menolak pula mengerti komunisme. Kemudian ketika beliau dibuang di Boven Digoel pada tahun 1935, Bung Hatta mulai menggagas Pasal 33 UUD 1945.
Bung Hatta meyakini mengerti ekonomi yangg dirumuskan dalam konstitusi bangsa tersebut, bukanlah “jalan tengah” melainkan adalah “jalan lain”, Bung Hatta sendiri menyebutnya sebagai “jalan lurus”, ialah “jalan Pancasila” (Meutia Hatta, 2011).
Pasca Kemerdekaan, jiwa nasionalisme Bung Hatta terus mengalir deras. Sebagai Arsitek lahirnya konstitusi ekonomi, Pasal 33 UUD 1945, kemudian dianggap sebagai ideologi ekonomi Indonesia yangg berasal dari nilai-nilai luhur dan kepercayaan bangsa Indonesia. Hal inilah yangg semestinya bisa membikin Indonesia bisa berdikari terbebas dari intervensi ideologi manapun. Bung Hatta meyakini bahwa, kerakyatan ekonomi menjadi marwah dari transformasi ekonomi dan sosial dari sistem ekonomi kolonial menuju suatu sistem ekonomi baru sebagaimana yangg digagas dalam UUD 1945 (Pulungan, 2019).
Tepat sembilan puluh tahun berikutnya, setelah pendapat Pasal 33 UUD 1945 pertama kali dirumuskan oleh Bung Hatta tahun 1935, tepatnya dalam Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 di hadapan sidang tahunan MPR, 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo mengungkapkan pentingnya bangsa Indonesia kembali ke rancang bangun alias blueprint yangg sudah disusun oleh para founding fathers, gimana semestinya negara dijalankan dan diperankan, guidlienya tertuang dengan sangat jelas dan tegas terdapat dalam UUD 1945.
Lebih jauh Presiden Prabowo mengakui keinginannya untuk kembali menggunakan Pasal 33 UUD 1945, didasari atas penyimpangan-penyimpangan yangg terjadi dalam perekonomian Indonesia selama ini. Prabowo menyebutnya dengan istilah “Serakahnomics”. Praktik ekonomi yangg dilandasi keserakahan para elit, yangg disebutnya melewati pemisah kelaziman dan moralitas. Kekayaan yangg dimiliki Indonesia sangat luar biasa, sayangnya, tetap banyak orang jahat namalain maling yangg mengambil sebagian kekayaan negara tersebut.
Gagasan untuk menggunakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai rujukan utama dalam Sistem perekonomian nasional perlu mendapat perhatian serius. Sudah saatnya, kita mengkaji lebih jauh gimana sesungguhnya penerapan Pasal 33 UUD 1945 dalam praktik sistem perekonomian nasional. Sampai saat ini, Indonesia belum mempunyai UU mengenai sistem perekonomian nasional yangg mengatur perekonomian secara komprehensif. Memiliki kontrol terhadap aset dan kekayaan negara, mengelola kekayaan negara secara berdikari serta menguasai pengetahuan pengetahuan dan teknologi untuk pembangunan yangg berkelanjutan.
Menggagas (Kembali)
Sesungguhnya pendapat tentang membangun Sistem perekonomian nasional pernah mengemuka pada saat Kongres ISEI XVII di Bukittinggi, Juli 2009. Para akademisi dan ahli ekonomi yangg datang pada waktu itu menganggkat tema mengenai “Rekonstruksi Sistem Ekonomi untuk Mendukung Daya Saing Indonesia Pasca krisis Ekonomi Global”. Salah satu rumor yangg mengemuka adalah merumuskan kembali ayat-ayat konstitusi secara implementatif dan kontekstual. Sistem ekonomi yangg mau dibentuk oleh sebuah negara, tentunya tidak bisa dilepaskan dari Konstitusi yangg dianut oleh negara tersebut. Perekonomian Amerika Serikat yangg dikenal paling liberal, dibentuk atas Konstitusi Amerika Serikat yangg mengedepankan kebebasan perseorangan para pemilik modal (liberal economics capitalism). Begitupula dengan China yangg bertransisi dari konstitusi komando dan terencana (centralized command and planning) menjadi sistem ekonomi pasar sosialis campuran (mixed socialist market economy) yangg mengangkat komponen pasar bebas, dimulai dengan reformasi pada akhir 1970-an.
Sistem kerakyatan ekonomi yangg terdapat dalam konstitusi Indonesia, sebagaimana yangg dibayangkan Bung Hatta, berbeda dengan sistem kapitalis yangg mendasarkan pada nilai-nilai individualisme dan persaingan bebas serta sistem komando yangg terpusat dan terencana. Bung Hatta menegaskan bahwa di dalam membangun perekonomian nasional bertindak doktrin kerakyatan ekonomi, dimana penekanannya ada pada mengerti kebersamaan dan asas kekeluargaan. Gagasan Bung Hatta tentang doktrin ekonomi tersebut, belum sepenuhnya sukses diterjemahkan secara implementatif pada UU sektoral di bagian ekonomi.
Perumusan sistem ekonomi Indonesia sampai saat ini, tetap ditafsirkan sebagai Sistem ekonomi Pancasila yangg mendasarkan pada mengerti kekeluargaan dan semangat kebersamaan sebagaimana yangg terdapat dalam ayat konstitusi ekonomi. Tentunya menjadi pekerjaan yangg tidak mudah, menerjemahkan makna yangg terdapat dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, sementara pada saat yangg sama, UU sektoral di bagian ekonomi, seperti: UU Migas, UU Minerba, UU Perdagangan, UU Investasi dll, yangg sudah berjalan, sejauh ini tidak punya referensi yangg sama, lantaran ketiadaan UU Sistem perekonomian nasional.
Sejatinya Indonesia memerlukan rancang bangun sistem perekonomian nasional yangg bisa menerjemahkan pasal-pasal konstitusi ekonomi yangg terdapat dalam pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UUD NRI 1945 secara utuh dan komprehensif. Empat komponen utama sebuah sistem ekonomi kudu tercermin dalam sistem perekonomian nasional nantinya adalah tatanan tentang penyelenggaraan aktivitas ekonomi; tatanan tentang kepemilikan; tatanan mengenai pelaku alias pemasok ekonomi; serta tatanan tentang keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya perlu menterjemahkan masing-masing ayat menjadi norma-norma norma yangg implementatif dan mengikat.
Pijakan Hukum
Gagasan penyusunan UU Sistem perekonomian nasioanal sesungguhnya mempunyai injakan norma yangg kuat, Pasal 33 ayat (5) menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pasal ini diatur dalam undang-undang”. Artinya, ayat ini memberikan kewenangan kepada pembentuk UU untuk mengatur lebih perincian penyelenggaraan dari seluruh ketentuan yangg ada dalam Pasal 33 UUD 1945. Maknanya, terbuka kesempatan untuk menyusun sistem perekonomian nasional. UU ini nantinya tidak hanya menafsirkan ayat konstitusi tetapi juga mengejawantahkan Sistem ekonomi Indonesia secara utuh dan komprehensif.
Sudah seharusnyalah jika momentum untuk kembali ke landasan konstitusi ekonomi dimulai pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo. Presiden sudah memulai membuka kembali ruang untuk kembali merujuk ke Pasal 33 UUD NRI 1945. Oleh karena itu, pendapat untuk menyusun setiap makna yangg terkandung dalam setiap ayat pasal konstitusi ekonomi dalam corak UU Sistim Perekonomian Nasional, bisa segera dimulai, agar dalam setiap izin dan kebijakan sektoral bagian ekonomi yangg bakal dijalankan mempunyai referensi dan pedoman yangg jelas dan tegas. Gagasan inilah yangg diharapkan bisa mengembalikan perekonomian nasional pada arah dan jalan yangg betul sesuai dengan apa yangg terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945, seperti yangg dicita-citakan Bung Hatta di Boven Digoel 90 tahun silam.
*) Artikel ini sudah naik di laman Fraksi PKS.***
*) Penulis: Mohamad Sohibul Iman
Ketua Majelis Syura PKS
1 hari yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·