Trans7, Adab, dan Pesantren - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 hari yang lalu

Trans7, Adab, dan Pesantren

Oleh: Faiz Fauzi (Ketua Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik PDPM Banyumas)

PWMJATENG.COM – Di Indonesia, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan. Ia adalah rumah jiwa, tempat manusia ditempa, bukan hanya diajari. Di sana, pengetahuan tak berdiri sendiri, tetapi selalu berpasangan dengan adab. Tanpa adab, pengetahuan kehilangan arah; dan tanpa arah, pengetahuan bisa menjelma menjadi kesombongan yangg membutakan.

Ketika tayangan Xpose Uncensored Trans7 menampilkan narasi yangg dianggap melecehkan pesantren dan santri, luka yangg muncul bukan luka kecil. Ini bukan sekadar persoalan teknis jurnalistik, tetapi retak pada tembok etika yangg menjadi fondasi peradaban Islam di Indonesia.

Banyak orang mungkin menganggapnya sepele: hanya satu tayangan, hanya satu kalimat. Namun bagi pesantren, ucapan itu menggores makna. Pesantren hidup dalam bumi simbol, di mana setiap kata, sikap, dan gestur mempunyai ruh. Ketika ruh itu disentuh tanpa pengertian, yangg lahir bukan hiburan, melainkan luka jiwa kolektif.

Trans7 telah meminta maaf. Namun, dalam soal moral, permintaan maaf bukan akhir, melainkan awal refleksi. Pertanyaannya: gimana mungkin media sebesar itu lalai terhadap sensitivitas sosial dan kultural pesantren, salah satu pilar sejarah bangsa? Ini mengarah pada krisis yangg lebih dalam: krisis etika dalam bumi media modern. Di era televisi dan algoritma, kecepatan sering lebih krusial daripada kebenaran, dan sensasi lebih menjual daripada kebijaksanaan. Tayangan dibuat agar viral, bukan bermakna, sehingga etika sering terpinggirkan, dan manusia diperlakukan sebagai objek tontonan, bukan subjek yangg dihormati.

Dalam pandangan Islam, khususnya kultur Muhammadiyah, media adalah sarana dakwah. Ia bukan sekadar perangkat komunikasi, tetapi jalan menyampaikan kebenaran secara beradab. K.H. Ahmad Dahlan menegaskan: “Gunakan segala perangkat untuk menyiarkan Islam, tetapi jangan kehilangan adab dalam melakukannya.”

Kejadian ini menjadi cermin relasi antara media dan kepercayaan di Indonesia. Pesantren sebagai simbol moralitas dan tradisi keilmuan Islam sering dipandang dari sisi eksotis: santri dianggap unik lantaran sarung dan sorban, bukan lantaran pemikirannya. Padahal, di kembali kesederhanaan pesantren, tersimpan dinamika intelektual yangg luar biasa.

Sejarah panjang pesantren mencatat lahirnya tokoh-tokoh kebangsaan, dari Hasyim Asy’ari hingga Ahmad Dahlan, dari Natsir hingga Buya Hamka. Mereka berasal dari tradisi keilmuan yangg menempatkan logika dan moral sebagai dua sisi tak terpisah. Tradisi ini kudu dijaga dan dihormati oleh siapa pun, termasuk media.

Bagi Muhammadiyah, pesantren adalah bagian ekosistem dakwah berkemajuan. Ia mengajarkan mahfuz dan ritual, sekaligus rasionalitas, sains, dan tanggung jawab sosial. Pelanggaran etika terhadap bumi pesantren bukan hanya persoalan antar-lembaga, tetapi persoalan moral bangsa. Pesantren adalah “sumur” moral terakhir yangg tetap bening di tengah gurun komersialisasi nilai. Jika sumur ini dirusak, bangsa bakal kehausan makna.

Baca juga, Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1447 H

Tulisan ini bukan untuk menghakimi. Peristiwa ini menjadi cermin tentang pentingnya menjaga lisan dan etika di ruang publik, memahami sensitivitas pesantren sebagai ruang suci pendidikan moral, dan menuntun teknologi agar dipandu nurani. Media mempunyai pengaruh luar biasa, bisa membentuk persepsi publik, apalagi melampaui kekuasaan negara. Seperti kata Buya Hamka dalam Tasauf Modern, “Ketinggian budi bukan terletak pada banyaknya pengetahuan, tetapi pada keahlian menundukkan diri kepada kebenaran.”

Peristiwa ini bukan sekadar soal televisi dan pesantren, tetapi tentang siapa yangg mau tunduk pada nilai kebenaran dan adab. Amar ma’ruf nahi munkar di era digital tidak lagi bersuara hanya dari mimbar dan majelis, tetapi menembus ruang siar, ruang maya, hingga algoritma yangg membentuk persepsi publik. Dakwah masa sekarang menuntut kepintaran berpikir dan kehalusan budi. Tantangan terbesar umat bukan kebodohan, tetapi hilangnya rasa hormat dalam berbincang dan berselisih.

Di era di mana pemisah antara info dan intermezo kabur, kebenaran sering diperlakukan seperti bumbu: ditambah alias dikurangi agar lebih menarik. Pesantren mengajarkan sesuatu yangg sederhana: kejujuran adalah cahaya, dan sinar tidak perlu dipoles untuk bersinar. Tugas kewartawanan bukan membikin orang tertawa, tetapi membikin orang berpikir; bukan menimbulkan gaduh, tetapi menumbuhkan kesadaran.

Trans7 telah meminta maaf, dan pesantren telah memaafkan. Namun, bangsa kudu belajar: jangan sampai kehilangan kepekaan terhadap yangg sakral. Ketika etika mati, semua yangg lain ikut kehilangan makna. Pesantren dan Muhammadiyah mempunyai peran krusial sebagai mercusuar moral di tengah lautan info yangg bising. Pesantren dengan kearifan tradisinya, Muhammadiyah dengan semangat modernitasnya, menjaga kesadaran bangsa agar tetap waras.

Jika keduanya melangkah beriringan, Islam di Indonesia tetap menjadi rahmat, bukan sekadar identitas. Mungkin inilah makna terdalam peristiwa Trans7: teknologi boleh canggih, ekonomi boleh kuat, tetapi tanpa adab, semuanya hanya debu yangg ribut di layar kaca.

Daftar Pustaka

Dahlan, Ahmad. Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah: Tafsir Islam Berkemajuan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015.
Hamka. Tasauf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Hamka. Lembaga Budi. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Hamka. Falsafah Hidup. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Nashir, Haedar. Islam Berkemajuan: Dinamika Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah. Bandung: Mizan, 2015.
Nashir, Haedar. “Adab, Etika, dan Peradaban Digital.” Suara Muhammadiyah, Edisi Khusus Digital, 2023.
Qodir, Zuly. Muhammadiyah dan Dakwah di Era Digital. Yogyakarta: LPCR PP Muhammadiyah, 2020.
Tempo.co. (2024). Trans7 Minta Maaf Terkait Tayangan Xpose Uncensored. Diakses dari https://www.tempo.co.
Republika.co.id. (2024). Reaksi Dunia Pesantren atas Tayangan Trans7. Diakses dari https://www.republika.co.id.
Kompas.com. (2024). KPI Panggil Trans7, Bahas Etika Penyiaran dan Nilai Pendidikan. Diakses dari https://www.kompas.com

Jumlah Pengunjung : 11

-->
Sumber pwmjateng.com
pwmjateng.com