Skema dan Struktur Penjajahan Gaya Baru Secara Non-Militer - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 5 hari yang lalu

Skema dan Struktur Penjajahan Gaya Baru Secara Non-Militer

Ilustrasi kolonialisme style baru. Foto dibuat SORA

MAKLUMAT — Mengawali catatan ini, ada pertanyaan menggelitik mesti dijawab, “Saat ini, secara kualitas maupun kuantitas, lebih banyak mana terjadi antara peperangan militer alias perang non-militer (asymmetrical war)?”

Kalau kita bandingkan antara perang militer (konvensional) dengan perang non-militer, maka jawabannya tergantung langkah mendefinisikan ‘perang’ itu sendiri dan gimana mengukur (kualitas dan kuantitas).

Misalnya: Kuantitas (jumlah kejadian konflik)

Dalam dua dasawarsa ini, perang non-militer jauh lebih sering terjadi dibanding peperangan militer konvensional. Perang non militer mencakup terorisme misalnya, alias trade war, cyber warfare, perang informasi, perang teknologi informsi, perang ekonomi (sanksi, embargo, dll), perang proksi (menggunakan pihak ketiga, misal support ke golongan milisi, oposisi, dst). Atau bisa juga neocortex war (perang pemikiran), perang budaya (cultur war), dan lain-lain.

Penulis: Ichsanuddin Noorsy. Foto:UI Watch

Uniknya perang non-militer ini, terkadang susah dikenali bentuknya. Bahkan pihak yangg diserbu kerap tidak merasa jika dirinya tengah diserang. Sebab dinilai ‘wajar-wajar saja’ sebagai pengaruh globalisasi dan/atau akibat kemajuan teknologi.

Konflik seperti ini selain murah, lebih fleksibel, juga susah dilacak secara langsung ke tokoh negara. Sehingga lebih banyak digunakan terutama dituduhkan ke tokoh non-negara (non-state actor) alias ke negara yangg tidak mau konfrontasi secara langsung dengan pihak lawan.

Konflik Rusia vs Barat contohnya, sekarang lebih dominan berjalan di medan siber, ekonomi, dan disinformasi; alias bentrok China vs Taiwan, banyak terjadi dalam corak tekanan ekonomi, cyber attack, pengaruh diplomatik.

Lihat gimana Amerika (AS) berupaya menundukkan Iran, juga lebih sering dalam corak proksi (di Irak, Suriah, Yaman), dan lain-lain sebagainya.

Jadi, dari sisi kuantitas, perang non-militer (asymmetrical) lebih sering terjadi dibanding perang militer namalain konvensional.

Sedangkan dari aspek kualitas (skala akibat dan keterlibatan), perang militer sekarang jarang dijumpai lantaran dampaknya sangat besar. Ketika peperangan meletus, pasti menimbulkan kerusakan pada prasarana secara masif, besarnya korban baik jiwa maupun korban luka-luka. Perang militer juga bisa mengubah tatanan geopolitik dunia secara signifikan. Misalnya, invasi Rusia ke Ukraina (2022-sekarang); bentrok Israel-Hamas (2023-sekarang); invasi AS ke Afghanistan (2001) maupun ke Irak (2003), dan lain-lain. Peperangan militer di bumi saat ini, tak sampai sepuluh peristiwa.

Perlu dicatat, beberapa bentrok militer sekarang tidak berdiri tunggal, tetapi bercampur dengan unsur perang non-militer alias asimetris. Ini kerap disebut dengan istilah hybrid war seperti peperangan militer + siber; alias serangan udara + disinformasi; ataupun operasi tempur + hukuman ekonomi, propaganda, dan lain-lain. Ya, perang militer sekarang tidak berdiri tunggal.

Dari sisi kualitas, perang militer tetap punya pengaruh paling dahsyat, meski kerap terjadi berbarengan dengan bentuk-bentuk perang asimetris lainnya. Namun, secara jumlah perang non-militer jauh lebih banyak, apalagi nyaris terjadi setiap hari tanpa mengenal waktu. Bahkan sering justru tanpa disadari pihak-pihak yangg menjadi korban (diserang).

Dalam perspektif geopolitik, sebuah peperangan apa pun, duduknya hanya di agenda semata, sedang skema alias tujuan utamanya, tak lain adalah penguasaan (geo) ekonomi negara target. Entah demi emas, minyak, dan gas bumi, alias bahan mineral lainnya. Ini terlihat lebih jelas pada asymmetrical war, lantaran langsung menukik ke sasaran, daripada perang konvensional yangg kerap dikemas dengan istilah demi kepentingan nasional, alias atas nama hegemoni, kedaulatan negara dan lainnya. Padahal tujuannya adalah geoekonomi.

Merujuk titel catatan ini, kita membahas kecenderungan peperangan non-militer yangg dijadikan modus kolonialisme style baru di muka bumi.

Analisis dan sistem 7i ala Ichsanuddin Noorsy, misalnya, bisa dipakai untuk membedah struktur kolonialisme style baru. Mekanisme 7i meliputi invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, indoktrinasi, intimidasi, instability/inflasi dan hasil akhirnya adalah impoverishment (pemiskinan). Hal ini bukan hanya teori, tetapi kerangka kerja analitis yangg terbukti secara empiris dalam mendekonstruksi tata kelola dunia saat ini. Bukti-bukti membuktikan validitasnya

Contoh:

1. Invasi dan Intervensi

Data utang dunia US$ 150 triliun (BIS) dan syarat-syarat (conditionalities) yangg dipaksakan IMF dan Bank Dunia adalah perangkat invasi modal dan intervensi kebijakan yangg paling nyata.

2. Infiltrasi

Penyusupan kader teknokratik yangg diindoktrinasi ke dalam kedudukan strategis di pemerintahan dan lembaga multilateral, serta penyelundupan pendanaan swasta (Gates Foundation, Open Society, dll) ke dalam badan publik seperti WHO, yangg mengalihkan agenda global.

3. Interferensi dan Intimidasi

Ancaman untuk downgrade rating kredit, pelarian modal, dan hukuman finansial yangg digunakan untuk menghukum negara yangg tidak patuh.

4. Indoktrinasi

Hegemoni ideologi TINA (There Is No Alternative) dan narasi “ilmiah” yangg dibangun oleh teknokrat untuk melegitimasi sistem yangg berjalan, menyembunyikan kebenaran bahwa dia dirancang untuk melayani segelintir kepentingan.

5. Instability dan Inflasi

Kebijakan yangg didikte dari luar kerap memicu gejolak sosial dan ekonomi di negara penerima, yangg kemudian digunakan lagi untuk justifying intervensi lebih lanjut.

6. Improverishment alias Pemiskinan

Ini adalah outcome final. Ya. Pemiskinan sistematis terjadi ketika sumber daya negara dialirkan keluar untuk bayar utang, sementara akses rakyat terhadap jasa dasar dipangkas. Pemiskinan ini makin kokoh ketika para teknokratik yangg merasa pandai cendekian menggulirkan kebijakan finansialisasi. Efek gandanya adakah ketimpangan hidup yangg sukar diatasi.

Inilah modus baru kolonialisme style baru di era sekarang yangg mulai terungkap sebagai sebuah sistem kolonial. Dan ini pula peta kekuatan (power mapping) yangg jeli melalui beberapa entitas, antara lain:

  • Kreditor Global (melalui BlackRock, Vanguard, dll) dan Filantrokapitalis (melalui Gates Foundation, dll) adalah tokoh inti yangg mempunyai sumber daya;
  • Lembaga Multilateral (IMF, Bank Dunia, WHO, BIS) berfaedah sebagai “casing” alias otoritas yangg dilegitimasi untuk menjalankan agenda tersebut;
  • Para Teknokrat yangg terindoktrinasi adalah operator yangg menjalankan sistem di lapangan seperti layaknya sales promotion girl (SPG)

Dengan demikian, narasi singkat ini menyimpulkan bahwa bentrok dunia hari ini bukan lagi antara Negara Timur melawan Negara Barat, melainkan antara kebanyakan umat manusia (rakyat di mana pun) melawan sebuah jaringan oligarki finansial-transnasional yangg menggunakan negara dan lembaga multilateral sebagai perisai dan sarana untuk melanggengkan kekuasaan dan akumulasi kapital mereka.

Konflik ini mengkristal saat banyak masyarakat di bumi tidak menyadari siapa penguasa Artificial Intelligence (AI), ke mana teknologi ini mengarahkan masyarakat, dan gimana ujungnya lantaran teknologi ini terlibat ketat dengan tautologi secara computing.

Kita belum mendengar dan memahami gimana kaum pandai intelek mengantisipasi perang hibrida ini.

Di Bumi Pertiwi ini, tetap banyak tamu tak diundang, di antara rerumpun kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.

MAP 191025, Gd Serpong

*) Penulis: Ichsanuddin Noorsy

Ekonom dan Pengamat Politik Indonesia

-->
Sumber MaklumatID
MaklumatID