Sejarah Gerakan Perempuan di Indonesia - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Gerakan wanita dimulai dari perjuangan pekerja di New York bermulai saat memasuki abad ke-20, di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi
ekonomi yangg menyebabkan timbulnya protes-protes mengenai kondisi kerja. Kaum wanita dari pabrik busana dan tekstil mengadakan protes pada 8 Maret 1857 di New York City. Para wanita yangg merupakan pekerja garmen tersebut memprotes kondisi kerja yangg sangat jelek dan tingkat penghasilan yangg rendah. Para pengunjuk rasa diserang dan dibubarkan oleh polisi. Kaum wanita ini lantas membentuk serikat pekerja pada bulan yangg sama dua tahun kemudian.

Gerakan-gerakan wanita mulai bermunculan saat memasuki abad ke-20. Gerakan wanita di Amerika mulai menjalin kerja sama dengan aktivitas perempuan
lainnya. Kerja sama ini dilakukan untuk saling memperkuat mereka dalam menyuarakan rumor perempuan. Salah satu kemenangan mini kaum wanita di Amerika pada awal abad 20 adalah diterimanya amandemen XIX (Sembilan belas). Amandemen tersebut merupakan amandemen terhadap Undang-undang yangg menjamin kewenangan bunyi bagi semua orang dewasa tanpa membedakan jenis kelaminnya.

Di tengah gelombang arus aktivitas wanita yangg bermunculan di seluruh dunia, wanita Indonesia pun mulai menyuarakan gairah untuk “emansipasi nasional”. Untuk mencapai gairah itu, dibentuk organisasi wanita yangg pertama ialah Poetri Mardika yangg didirikan tahun 1912. Di tahun-tahun berikutnya, sesudah Poetri Mardika berdiri, bak jamur di musim hujan, berkembang-biak organisasi perempuan. Majalah-majalah wanita terbit dimana-mana, dengan isu-isu wanita yangg kudu diperjuangkan pada masa itu.

Pada tahun-tahun itu pulalah banyak muncul perkumpulan-perkumpulan wanita dengan nama-nama seperti “Putri Sejati” dan “Wanita Utama.” Sesudah tahun 1920, dalam skala yangg lebih luas dan besar kaum wanita mulai mengorganisasikan diri menurut garis kepercayaan masing-masing. “Aisyiyah,” seksi wanita dalam gerakan-gerakan pembaharuan Islam Muhammadiyah terbentuk pada tahun 1917.

Pada saat yangg nyaris berbarengan pula, didirikan organisasi-organisasi wanita Katolik dan Protestan. Demikian pula di luar Jawa bermunculan organisasi
organisasi serupa: kaum wanita di Maluku, Minahasa, dan Minangkabau mulai mengorganisasikan diri. Walaupun masing-masing organisasi tersebut tetap berkarakter kedaerahan namun secara garis besar masalah-masalah yangg mereka angkat dalam organisasi nyaris sama seperti masalah wanita pada jaman itu. Soal pendidikan dan hak-hak yangg kudu mereka peroleh sebagai seorang perempuan.

Dalam banyak hal, sejarah aktivitas wanita Indonesia itu tidak terlepas dari aktivitas nasional. Setiap partai alias organisasi nasional berupaya membangun sayap perempuannya sendiri, baik organisasi yangg berpatokan nasionalis, Islam maupun kiri. Sepanjang yangg kita ketahui, tanda-tanda pertama pertama adanya perhatian sistematis kaum wanita yangg kebanyakan kelas menengah itu, berasal dari kalangan wanita yangg aktif dalam Sarekat Rakyat.

Pada 1930-an mereka mengorganisasi demonstrasi-demonstrasi politik pekerja perempuan, menuntut peningkatan upah, dan lain-lain.Salah satu di antara aksi-aksinya
yang pertama dan paling krusial adalah demontrasi mereka pada tahun 1926 di semarang, ketika mereka berdemontrasi dengan mengenakan “caping kropak” alias topi bambu menuntut perbaikan kondisi kerja pekerja perempuan.

Baca Juga: Momentum Maulid Nabi, Haedar Ajak Umat Muslim Tampilkan Sifat Welas Asih dan Rahmat bagi Semesta

Memang pada periode pertama aktivitas wanita Indonesia, beragam ancam organisasi yangg didirikan itu semuanya hanya bergerak pada tingkat daerah. Kegiatan mereka belum terorganisasi secara nasional. Sepak terjang serta semangat para wanita perintis tersalurkan melalui beragam majalah yangg mereka terbitkan. Dengan jalan demikian pula mereka berupaya untuk menyadarkan masyarakat meskipun tetap dalam jangkauan terbatas kepada lapisan atas, tentang masalah masalah yangg dipandang krusial bagi kaum wanita Indonesia pada waktu itu.

Kongres Perempuan Pertama

Akhirnya, setelah sepak terjang wanita yangg terus menguat dari tahun ke tahun maka dibentuklah Kongres Perempuan Indonesia nasional pertama yangg diselenggarakan di Yogyakarta pada bulan Desember 1928. Hampir tiga puluh organisasi wanita datang pada kongres ini. Dalam kongres ini dibentuk pula Persatoean Perempoean Indonesia (PPI), yangg merupakan federasi organisasi-organisasi wanita Indonesia. Pada tahunberikutnya nama federasi ini diubah menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri Indonesia (PPII).

Aktor pendorong terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia tak lain adalah kondisi kehidupan wanita di Indonesia yangg tetap dikungkung budaya patriarki yangg berdiri di atas nilai-nilai feodal. Menurut, Saskia Wieringa, master feminisme asal Belanda, ada sejumlah organisasi wanita yangg ikut serta dalam kongres wanita tersebut, antara lain Wanita Oetomo, Aisyiyah, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito Moeljo, dan bagian-bagian wanita di dalam Sarekat
Islam, Jong Islamieten Bond dan Wanita Taman Siswa. Tiga tokoh wanita penggagas pertemuan itu adalah Nyi Hadjar Dewantara dari Wanita Taman Siswa, Ny. Soekonto dari WanitaOetomo dan Sujatin Kartowijono dari Poetri Indonesia.

Kongres Perempuan nasional berikutnya diadakan di Jakarta (1935), Bandung (1938), dan Semarang (1941), dalam mana perjuangan nasional berangsur-angsur semakin menonjol. Dalam kongres 1935 terbentuklah Kongres Perempuan Indonesia (KPI), dan dengan demikian PPII dibubarkan. Sejak 1930 aktivitas nasional berkembang pesat, dan terlihat pula tanda tanda tumbuhnya nasionalisme di dalam aktivitas perempuan. Namun pada saat kependudukan Jepang tahun 1942, semua
organisasi wanita Indonesia dilarang. Hanya ada satu organisasi wanita di bawah kekuasaan Jepang yangg boleh
hidup, ialah Fujinkai.

Organisasi ini bergerak di bagian pemberantasan buta huruf dan beragam pekerjaan sosial. Hampir keseluruhan yangg giat dalam organisasi ini adalah istri para pegawai negeri. Fujinkai merupakan salah satu organ yangg digunakan Jepang untuk mengarahkan rakyat Indonesia berkerja secara suka rela demi kemenangan Jepang pada perang bumi ke-2.

Orde Baru

Pada masa kekuasaan Soeharto yangg menyebutnya sebagai Orde Baru, pada masa Orde Baru hanya terdapat tiga organisasi yangg mendominasi yakni, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan PKK, walaupun ketiga organisasi tersebut berada dalam tubuh KOWANI sebagai suatu aliansi dari organisasi-organisasi perempuan.

Dharma Wanita adalah organisasi istri pegawai negeri dan Dharma Pertiwi adalah organisasi istri personil militer, dan keduanya mempunyai hubungan yangg sangat erat dengan pemerintah. Keduanya adalah organisasi fungsional dengan keanggotaan otomatis mengikuti hirarki suami.

Pasca Orde Baru

Setelah soeharto dengan Orde Barunya tumbang pada tahun 1998 memberi angan baru terhadap pergerakan alias organisasi wanita yangg telah dilemahkan apalagi dihilangkan pada masa itu. Di masa reformasi aktivitas wanita lambat laun bermunculan untuk membangkitkan semangat berorganisasi dan berpolitik kembali namun pergerakan wanita tetap terbilang lemah lantaran banyak wanita yangg tetap belum bisa bangkit kembali dari masa-masa gelap Orde Baru.

Perjuangan kesetaraan kelamin perlu mengalami revitalisasi. Perjuangan tersebut kudu diletakkan pada konteks keadilan sosial yangg lebih luas, ialah membebaskan manusia dari segala corak diskriminasi atas dasar jenis kelamin, suku, alias agama. Dalam konteks ini, ketimpangan kelamin tidak hanya menjadi masalah wanita tetapi juga masalah semua anak bangsa. Demikian juga, masyarakat yangg kerkeadilan kelamin tidak hanya menguntungkan wanita tetapi juga laki-laki, lantaran majunya wanita bakal juga berimplikasi pada kemajuan seluruh masyarakat, laki-laki dan perempuan.

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id