Pendidikan untuk Semua - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Oleh: Rizki Putra Dewantoro*

Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan masyarakat yangg mendasar. Namun, penyelenggaraan pendidikan di negeri ini tetap banyak pekerjaan rumah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir dalam refleksi Hari Pendidikan Nasional beberapa waktu lampau menyoroti pendidikan nasional tetap belum bisa mencerminkan nilai-nilai dasar yangg terkandung di dalam konstitusi, ialah pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan. Belum lagi Human Development Index (HDI) Indonesia tetap kalah dibanding negara-negara ASEAN, Daya saing bangsa juga tetap di bawah negara-negara ASEAN yangg lain, apalagi temuan terakhir bahwa tingkat IQ masyarakat Indonesia berada di posisi ke-113.

Terlebih hadirnya Kurikulum Merdeka kiwari belum menuntun kepada jalan “kemerdekaan” alias malah menuntun kepada sistem “penjajahan”. Dari segi regulasi, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) hanya sekali memuat terma inklusif. Lebih ironis lagi tak memuat sama sekali frasa disabilitas. Ini menunjukkan bahwa dasar norma untuk mendukung pendidikan inklusif tetap sangat jauh panggang dari api.

Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, frasa inklusif itu pun tersurat dalam bagian penjelasan, bukan poin inti pasalnya Tepatnya penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus, “merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yangg berkelainan alias peserta didik yangg mempunyai kepintaran luar biasa yangg diselenggarakan secara inklusif alias berupa satuan pendidikan unik pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”

Kajian Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengalamatkan pendidikan inklusif sering kali dianggap hanya berangkaian dengan anak-anak penyandang disabilitas. Padahal, konsep sekolah inklusif semestinya lebih luas dan menyeluruh. Ini mencakup beragam aspek seperti tata kelola, ekosistem, kebijakan, dan aspek-aspek lainnya. Tujuannya adalah memastikan bahwa sekolah mengangkat pendekatan yangg inklusif secara menyeluruh. Pendekatan ini juga bermaksud untuk memberikan pedoman yangg jelas bagi setiap sekolah dalam menerapkan prinsip-prinsip inklusif berasas izin yangg ada.

Sadar bakal perihal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selaku pemegang rencana kependidikan mencoba memperbaikinya. Berdasarkan draf Naskah RUU Sisdiknas per Agustus 2022 mengakomodasi pendidi kan bagi disabilitas, tepatnya pada bab pelajar dengan kondisi khusus, secara gamblang termuat 7 kali penyebutan disabilitas.

Selain dalam bab tersebut, juga terdapat dalam penyesuaian Standar Nasional Pendidikan, dan pengecualian kurikulum muatan wajib bagi disabilitas yangg merupakan penegasan “prinsip nondiskriminatif”. Begitu pun secara definitif istilah “inklusif” menjadi bagian prinsip pendidikan yangg setara dan beradab.

Baca Juga: Pendidikan Pesantren sebagai Pilihan

Dalam tataran di lapangan, misalnya Yogyakarta tetap sedikit yangg menerapkan inklusivitas, Beberapa halangan antara lain biaya pendidikan yangg melangit, kekurangan sumber daya, kapabilitas pembimbing yangg terbatas, dan beban manajemen yangg berat.

Selain itu, kondisi kesejahteraan para pendidik juga menjadi perhatian. Gaji guru, terutama pembimbing swasta, sering kali tidak memadai, dengan beberapa pembimbing hanya menerima penghasilan sekitar empat ratus ribu rupiah per bulan. Dengan penghasilan yangg rendah, diikuti oleh beban manajemen yangg berat, tidak mengherankan jika banyak pembimbing yangg tidak mempunyai motivasi alias kapabilitas untuk mengembangkan keahlian inklusif.

Inklusif kudu menjadi paradigma seluruh lembaga pendidikan Sekolah dan sistem yangg perlu diadopsi oleh yangg berkarakter inklusif berfaedah bisa menciptakan sistem alias lingkungan yangg terbuka, toleran, partisipatif, dan setara bagi semua komponen dalam ling kungan sekolah Hal ini menjadi bagian bahwa memang pendidikan adalah untuk semua (education for all).

Maka, untuk menuju sistem pendidikan inklusif kita memerlukan langkah-langkah konkret. Salah satunya adalah meningkatkan kapabilitas para pendidik melalui training dan pendidikan lanjutan. Pemerintah juga kudu mengalokasikan sumber daya yangg memadai untuk mendukung penerapan kurikulum inklusif. Selain itu, kebijakan yangg jelas dan komprehensif diperlukan untuk memastikan bahwa semua sekolah mempunyai sarana dan prasarana yangg cukup untuk mendukung siswa dengan beragam kebutuhan.

Dengan demikian, pendidikan inklusif dapat membuka pintu bagi semua siswa serta memastikan bahwa mereka mendapatkan support untuk mencapai potensinya.

Perubahan dalam regulasi, support bagi pendidik, dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya inklusi kudu menjadi konsentrasi utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Serta memperkuat bagian tripartit lembaga pendidikan, masyarakat, dan family agar petunjuk konstitusi dapat terwujud dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. [7/24]

*Kader Muhammadiyah, Anggota Rumah Produktif Indonesia

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id