MAARIF Institute Kembali Gelar Bincang Agama, Kebudayaan, dan Moralitas Publik - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – MAARIF Institute kembali menggelar obrolan terbatas dengan tema “Agama, Kebudayaan, dan Moralitas Publik”. Acara yangg diselenggarakan di Kantor MAARIF, Rabu (11/9) ini membincang rumor agama, kebudayaan, dan moralitas publik yangg menjadi dasar tatanan kehidupan manusia.

Pertanyaan mendasar yangg didiskusikan dalam rountable discussion ini adalah apakah agama, kebudayaan dan moralitas publik bisa beradaptasi dengan perubahan yangg terjadi? Bagaimana nilai-nilai etika, moral bekerja di ruang ruang kekuasaan, dan gimana dampaknya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara?

Menjawab persoalan ini, salah satu narasumber MAARIF House, Syamsul Arifin, Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Muhammadiyah Malang, menyampaikan pandangan mendalam mengenai rumor moralitas dan kepemimpinan di Indonesia.

Syamsul menekankan bahwa etika mempunyai posisi yangg lebih tinggi daripada hukum, dengan memberikan contoh gimana BJ Habibie yangg memutuskan untuk tidak mencalonkan diri sebagai presiden pada saat itu meskipun secara norma dia dibolehkan.

“Indonesia sangat kaya dengan etika dan nilai-nilai luhur. Sebagai bangsa, kita kudu mempertahankan warisan ini dan mengingat bahwa etika merupakan refleksi dari apa yangg baik dan buruk,” ungkap Syamsul.

Narasumber lain, M. Izzul Muslimin, Sekretaris PP Muhammadiyah, dalam paparannya membujuk masyarakat untuk tidak terjebak dalam romantisme moralitas, di mana pemimpin dipilih berasas karisma alias ketenaran semata tanpa mempertimbangkan integritas dan kemurnian moralnya.

“Kita memerlukan pemimpin yangg bisa mengambil keputusan berasas nilai-nilai yangg kuat dan berjangka panjang, bukan pemimpin yangg hanya mengandalkan pencitraan,” tambahnya.

Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan mendalam Izzul terhadap kondisi bangsa dan menunjukkan perlunya perbaikan signifikan dalam moralitas publik, terutama di sektor kepemimpinan.

Baca Juga: Dakwah Moderasi Islam Muhammadiyah-‘Aisyiyah

Sementara itu, Riri Khariroh, aktivis wanita dan eco-feminism, menyoroti ketidakadilan kelamin yangg terus berjalan di masyarakat Indonesia.

Menurut Riri, tiga sektor utama yangg dibahas dalam obrolan – agama, kebudayaan, dan moralitas publik – tetap belum memberikan perhatian yangg cukup terhadap rumor kesetaraan gender.

“Budaya patriarki tetap sangat kuat di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah Indonesia Timur. Dalam konteks moralitas publik, wanita seringkali menjadi objek yangg dikendalikan, alih-alih dilindungi,” ungkap Riri.

MAARIF House jenis keempat dihadiri oleh beragam narasumber, diantaranya Ahmad Fuad Fanani (Peneliti, Kandidat Doktor ANU Canberra), Budi Asyhari-Afwan (Peneliti Budaya CRCS UGM), Dewi Candraningrum (Editor Buku Seri Ekofeminisme), Feby Indirani (Novelis, Inisiator Relax, It’s Just Religion), M. Izzul Muslimin (Sekretaris PP Muhammadiyah), Kusen (Budayawan), Media Zainul Bahri (Guru Besar Pemikir Islam UIN Jakarta), Riri Khariroh (Aktivis Perempuan dan Pendidik di PP Nihadlul Qulub), Syamsul Arifin (Guru Besar Sosiologi Agama UMM Indonesia).

Melalui obrolan yangg mendalam dan interaktif, MAARIF House jenis keempat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yangg lebih komprehensif mengenai hubungan antara agama, kebudayaan, dan moralitas publik.

Selain itu, aktivitas ini juga bermaksud untuk mendorong perbincangan yangg konstruktif dan mencari solusi berbareng dalam menghadapi tantangan-tantangan yangg muncul di tengah masyarakat.

“MAARIF House merupakan sarana yangg kami ciptakan untuk mendorong obrolan terbuka dan konstruktif mengenai isu-isu publik yangg krusial bagi masyarakat. Melalui jenis keempat ini, kami berambisi dapat memberikan wawasan baru dan mendorong pemikiran kritis mengenai hubungan antara agama, kebudayaan, dan moralitas publik,” ujar Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Andar Nubowo.

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id