Jangan Sempit Memahami Idiom Usul-mikul - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

 Kompasiana.com

Sc: Kompasiana.com

Dalam suatu pertemuan komunitas, seorang kawan menyampaikan sebuah usu brilian kepada seluruh hadirin, Usul itu la peroleh setelah sekian lama menganalisis masalah yangg terjadi dalam organisasi itu, Setelah dia menyampaikan usulnya, sejumlah hadirin memberikan respons, “Sangat setujuuu……kamu yangg menjalankan, ya. Nanti kami dukung penuh!” Hadirin yangg lain mengatakan, “Usul, mikuuuullll.”

ada situasi seperti itu, apa yangg dirasakan oleh si pengusul? Kalau dia merupakan orang yangg mempunyai kompetensi yangg sesuai dengan usul itu serta mempunyai keluangan waktu dan tenaga, tentu dia tidak keberatan menindaklanjuti usulnya sendiri. Akan tetapi, jika dia tidak mempunyai kompetensi yangg relevan alias tidak luang, tentu bakal terasa berat baginya.

Idiom usul-mikul merupakan istilah dalam masyarakat Jawa. Meskipun demikian, lantaran kata ini ada dalam bahasa Indonesia, masyarakat di seluruh Indonesia juga memahaminya Menurut KKBI, kata usul artinya ‘anjuran (pendapat dan sebagainya) yangg dikemukakan untuk dipertimbangkan alias untuk diterima, Sementara itu, mikul alias memikul artinya (1) menanggung; (2) membawa peralatan dengan menggantungkannya di tongkat (pikulan) yangg ditaruh di atas bahu; alias (3) menggandar.

Meskipun hanya diucapkan dalam dua kata sebagai idiom, sebetulnya Idiom itu berada dalam maksud ‘slapa yangg mempunyai usul, dialah yangg memikul, Kata mikul menjadi kurang jelas maksudnya lantaran tidak disertai objek yangg ada di belakangnya. Jadi sebenarnya memikul apa? Apakah beban?
Pemantauan? Pengawalan? Tanggung jawab? Kewajiban? Atau apa? Di sinilah ragam pemahaman dan kesalahpahaman tentang makna kata mikul itu terjadi.

Sebagian orang mempunyai dugaan bahwa mikul adalah menanggung akibat untuk menjalankan idenya sendiri Jika pemahaman seperti ini dibiarkan menjadi pemahaman khalayak, bakal rawan lantaran menimbul kan sejumlah akibat yangg tidak baik, seperti munculnya rasa takut lantaran cemas tidak mempunyai keahlian dan malas lantaran bakal ada yangg kudu dikorbankan.

Rasa takut dan malas itu dapat berujung pada sikap cuek bakal kemajuan pada suatu organisasi alias keadaan, Generasi yangg terbiasa pada sikap cuek condong tidak berpikir kontributif bagi perkembangan peradaban.

Baca Juga: Paket Bu RT

Lalu, gimana semestinya kita memaknai mikul? Kata ini bakal sangat baik jika kita lekatkan sebagai corak tanggung jawab. Mikul yangg relevan dengan perkembangan keilmuan organisasi yangg terkini (misalnya dalam bagian sosiologi organisasi, manajemen organisasi, profesionalitas kelembagaan, dan lain-lain) kudu dipahami dengan memandang bahwa setiap orang mempunyai kompetensi yangg berbeda-beda.

Kadang-kadang ada kawan kita yangg mempunyai keahlian kajian yangg tajam sehingga dia bisa mengendus aspek terbesar terjadinya suatu masalah. Kadang-kadang ada pula kawan kita yangg mempunyai keahlian manajerial yangg kuat sehingga dia dapat melakukan strategi taktis agar suatu program dapat melangkah dengan efektif. Kadang-kadang ada pula kawan kita yangg mempunyai keahlian operasional yangg canggih sehingga dia rapijali dalam menjalankan kegiatan. Masih banyak lagi tipe-tipe kawan kita.

Kemampuan yangg berbeda-beda itulah yangg menyebabkan kita tidak boleh mengartikan usul-mikul sebagai siapa yangg usul, maka dia yangg menjalankan. Mikul seyogianya kita artikan mengawal dan memastikan agar usul yangg disepakati oleh forum dapat dijalankan sesuai angan dan capaian.

Tentu idiom usul-mikul ini telah dibuat sedemikian rupa oleh para leluhur kita bukan tanpa suatu kearifan. Bukankah kita juga jengkel jika ada orang yangg usul lampau dia pergi begitu saja? Nah, orang seperti itu yangg kudu diingatkan agar usul-mikul. Jadi, tidak kudu dia yangg menjalankan usul itu, tetapi dia kudu ikut bertanggung jawab mengawal terlaksananya usul dia itu. Fair, kan? (Adib Sofia)

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id