BANDUNGMU.COM, Bandung — Penentuan awal bulan hijriah di Indonesia sangat bergerak dan dialektis terutama menjelang Ramadhan dan Syawal. Muhammadiyah kerap disorot apalagi tidak jarang mendapat stigma negatif lantaran berbeda dengan pemerintah dan ormas Islam nan lain.
Yang terbaru datang dari seorang master astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pakar dari BRIN tersebut menyatakan bahwa konsep wujudul bulansabit nan hingga saat ini dipedomani Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan begitu sederhana dan telah uzur.
Lebih-lebih dia menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi nan mengedepankan ego dan mengabaikan ukhuwah islamiyah. Stigma negatif tersebut diunggah di media sosial dengan titel “Ukhuwah Islamiyah Kok Dikalahkan Ego Organisasi”.
Pakar Falak Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar menyayangkan adanya pernyataan dari intelektual BRIN tersebut. Menurutnya, segenap kritik ilmiah nan itujukan kepada anggitan wujudul bulansabit ataupun secara langsung ditujukan kepada Muhammadiyah sebagai organisasi merupakan perihal alamiah.
Dinamika dan dialektika nan terjadi dalam obrolan dan rapat-rapat internal Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menunjukkan tingginya dinamika dialog, debat, dan kritik nan tentu tidak banyak diketahui pihak eksternal.
“Sesuai tabiatnya, Muhammadiyah adalah organisasi nan mempunyai karakter progresif dan berkemajuan nan dalam konteks penentuan awal bulan, Muhammadiyah mempunyai kajian historis mendalam. Pada saat nan sama mempunyai sorotan maslahat jauh ke depan nan ditunjukkan dengan gagasannya tentang Kalender Islam Global,” terang Arwin seperti bandungmu.com kutip dari laman muhammadiyah.or.id.
Arwin tidak sepakat jika Muhammadiyah dikatakan telah mengabaikan ukhuwah islamiyah. Sebab Muhammadiyah telah membuka alam umat tentang makna pentingnya Kalender Islam Global bagi persatuan umat.
Berkat upaya dan kerja keras, secara perlahan sekarang mulai marak pengkajian Kalender Islam Global oleh sejumlah peneliti, terutama di perguruan tinggi. Bahkan saat ini mulai muncul kemauan di tengah masyarakat bakal wujudnya Kalender Islam Global sebagai pedoman persatuan.
“Muhammadiyah juga sesungguhnya peka terhadap kejadian perbedaan penentuan awal bulan di tengah masyarakat dan sangat disadari ini merupakan keprihatinan dan sesuatu nan tidak ideal. Namun, dengan pertimbangan historis dan maslahat nan lebih kekal tadi Muhammadiyah tetap menggunakan wujudul bulansabit dan bersiap beranjak kepada Kalender Islam Global,” jelas Arwin.
Hasil ijtihad
Metode hisab asasi wujudul bulansabit merupakan hasil ijtihad dengan intensitas kajian nan sama sekali tidak dangkal. Menurut Arwin, bagaimanapun sebuah ijtihad dalam fikih Islam, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya tentu kudu dihormati.
Manakala tidak sesuai alias tidak memenuhi kemauan suatu pihak tentu tidak boleh dinilai secara tendensius, apa lagi distigma negatif. Di sini tampak perlunya pemahaman rasional-irfani, bukan semata pemahaman rasional-epistemologi.
“Andai sentuhan dan pemahaman rasional-irfani ini dipahami secara baik, niscaya tidak bakal muncul diksi dan narasi sinis-provokatif karena dalam hukum langkah menempati makna penting. Bahkan sebuah adagium menyatakan ‘al-adab fauqa al-‘ilm’ (adab itu di atas ilmu) nan artinya secanggih apa pun pengetahuan (epistemologi) tidak boleh mengabaikan aspek nilai (irfani),” kata Arwin.
Saling menghormati
Arwin kemudian menyampaikan contoh sungguh harmonisnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) meskipun berbeda pandangan ihwal metode penentuan awal bulan.
Dua ormas ini saling menghormati ijtihad masing-masing, sungguh pun dalam diskursus hisab-rukyat terdapat perdebatan hebat. NU tidak mengkritisi Muhammadiyah secara tendensius, sebaliknya Muhammadiyah juga tidak mengkritisi rukyat NU secara sinis. Dua ormas ini sadar bahwa ijtihad kudu dihormati, perbedaan adalah niscaya.
Lebih dari itu, perbedaan penentuan awal bulan di Indonesia sesungguhnya telah terjadi sejak era pra-kemerdekaan. Pada awalnya memang terjadi kebingungan di antara umat. Namun, sekarang masyarakat sudah terbiasa dan merasa tidak ada masalah. Riuh perbedaan itu hanya terjadi beberapa hari saja, setelahnya umat melaksanakan rutinitasnya seperti biasa.***
___
Sumber: muhammadiyah.or.id
Editor: FA
English (US) ·
Indonesian (ID) ·