
Sc: Islami.co
Oleh: Aly Aulia*
Dalam sejarah tradisi Arab jahiliyah, kondisi wanita sangat memprihatinkan. Perempuan dianggap tidak berharga, ditindas, dirampas, dijadikan tawanan, apalagi menjadi komoditas. Mengubur bayi wanita hidup-hidup merupakan perihal biasa yangg terjadi. Dalam perihal perkawinan, wanita diperlakukan semena-mena oleh suaminya, dipoligami tanpa pemisah dan syarat, serta dapat ditukar dengan orang lain. Perempuan tidak mendapat kewenangan waris, apalagi jika suaminya meninggal, dia menjadi peralatan yangg dapat diwariskan kepada anak tirinya.
Realitas tidak manusiawi saat itu disebabkan oleh paradigma bahwa wanita secara eksistensi berasal dari laki-laki, hidupnya untuk laki-laki, dan tidak mempunyai independensi atas dirinya. Mengenai perempuan, al-Quran menjelaskan dengan sangat lengkap. Perempuan dalam al-Quran disebut dengan kata mar’ah, nisa’, untsa, banat, serta lebih umumnya dengan sebutan-sebutan yangg menggunakan dlamir muannats, seperti mukminat, muslimat, shalihat, zaniyat, dan sebagainya. Dalam indeks al-Qur’an julukan ini terdapat dalam beragam ayat, di antaranya dalam surat al-Baqarah (2) :178.
Selain itu, terdapat pula dalam surat al-Nisa (4) : 25, 7, 98, 127, 128, Ali Imran (3) : 14, al-Maidah (6): 139, dan sebagainya. Di antara penjelasan al-Qur’an mengenai wanita adalah penjelasan mengenai asal-usul perempuan, eksistensi perempuan, relasi wanita dengan laki-laki, kewenangan dan tanggungjawab perempuan, serta wanita dan penguasaan pengetahuan pengetahuan. Tulisan ini bakal memfokuskan pembahasan pada persoalan wanita dan penguasaan pengetahuan pengetahuan.
Kepedulian al-Qur’an tentang pentingnya penguasaan pengetahuan pengetahuan dapat dilihat dari dorongan untuk belajar, berpikir, dan merenung. Ayat yangg pertama kali turun berisi perintah membaca (iqra’).
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu nan menciptakan” (Q. S. AlAlaq [96]: 1).
Perintah Allah tersebut tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., tetapi bertindak juga untuk umatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini didukung oleh ayat serta sabda yangg berisi pujian terhadap orang-orang yangg berilmu dan kecaman kepada mereka yangg tidak berpengetahuan.
Selain itu, banyak ayat yangg “memancing” kita agar berpikir, menggunakan akal, melakukan observasi, kajian, penelitian, dan introspeksi. Ungkapan ta‘qilun/ya‘qilun, yatafakkarun, dan sebagainya yangg diawali dengan la‘alla menuntut kita untuk melakukan kajian, sebagaimana dalam firman-Nya,
لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti Anda bakal melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaanperumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir”(Q. S. al-Hasyr [59]: 21)
Nabi Muhammad saw. juga menegaskan dalam hadisnya bahwa menuntut pengetahuan adalah salah satu upaya yangg mengantarkan seseorang menuju surganya. Nabi saw. bersabda: “(Diriwayatkan) dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: ”siapa yangg menempuh jalan untuk mencari pengetahuan maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga” (H.R. atTurmuzdi).
Di lain kesempatan Nabi saw. bersabda: “(Diriwayatkan) dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw. bersabda: Menuntut pengetahuan adalah tanggungjawab setiap muslim” (H.R. Ibnu Majah).
Meskipun sabda tersebut tidak menyebut kata muslimah, sebagaimana pola al-Quran dan as-Sunnah, sepanjang tidak ada parameter yangg menghalanginya, jika digunakan corak panggilan kepada laki-laki dia mencakup pula kepada perempuan. Dalam realita sejarah, para wanita (shahabiyat) meminta kepada Nabi Muhammad saw. sebuah waktu unik untuk mereka belajar langsung dari Nabi. Permintaan mereka pun dikabulkan oleh Nabi.
Sering dinyatakan bahwa salah satu tugas utama wanita adalah mendidik putra-putrinya. Namun, gimana tugas mulia ini dapat ditunaikan dengan baik andaikan wanita tidak diberi kesempatan untuk belajar? Saat ini, beragam disiplin pengetahuan pengetahuan sangat beragam. Perempuan dapat memilih disiplin tertentu dari pengetahuan pengetahuan itu sesuai dengan talenta dan minatnya.
Selanjutnya, lahir pertanyaan: gimana andaikan wanita melakukan studi dengan meninggalkan rumahnya, sementara terdapat sabda yangg menyebut bahwa wanita tidak boleh berada dalam perjalanan lebih dari dua hari tanpa disertai mahram?
Larangan Nabi tersebut kudu dipahami dengan memperhatikan illat alias motif Nabi saat menyabdakannya. Dengan memperhatikan sabda lain yangg setema, terungkap bahwa larangan tersebut didorong oleh kekhawatiran terjadinya gangguan terhadap wanita dalam perjalanannya. Manakala wanita berangkat ke medan belajar dapat menghadapi kekhawatiran tersebut, baik di tanah airnya maupun ke luar negeri, maka wanita dibenarkan untuk belajar.
Baca Juga: Istri Berpuasa Sunah, Apakah Harus Izin Suami?
Pandangan ini sejalan dengan sabda Nabi yangg menyebut bahwa ”Suatu ketika bakal ada seorang wanita yangg pergi sendirian dari Hirah menuju Ka’bah (Mekkah), dia tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah”.
Dalam Q.S. al-Ghafir (40) ayat 40 Allah juga menegaskan dalam firmanNya,
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزٰىٓ اِلَّا مِثْلَهَاۚ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُوْنَ فِيْهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak bakal dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan yangg saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia dalam keadaan beriman, maka mereka bakal masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.”
Allah memberikan penghargaan yangg sama antara karya positif laki-laki dan karya positif yangg dihasilkan perempuan, dengan nilai yangg sama. AlQur’an telah mengambil pendekatan yangg seimbang dengan menceritakan sejumlah kisah. Perempuan dalam kisah-kisah itu tidak hanya digambarkan sebagai ibu alias istri, tetapi sebagai perseorangan bebas yangg jasanya tidak mengenai dengan dua peran tradisional tadi.
Maryam, misalnya, merupakan salah satu wanita paling dihormati dalam sejarah. Allah memastikan status dan kepeduliannya yangg tinggi. Maryam digambarkan sebagai orang yangg alim dan suci yangg mengabdikan seluruh hidupnya untuk menyembah Tuhan. Menariknya, kelebihan dan keistimewaannya bukan lantaran kehamilannya dan melahirkan Nabi Isa. Penyebutan yangg berkali-kali tentang jabatannya yangg tinggi lebih disebabkan oleh tindakan pengabdian, ketekunan, iman, kemurnian, dan kesuciannya, bukan status perkawinan alias sosialnya.
Selain itu, ada Ratu Balqis. Al-Quran menandai Ratu Balqis dalam keahlian politik, kecerdasan, dan keanggunannya. Dia adalah penguasa yangg berdaulat, memimpin rakyatnya, dan terlibat dalam negosiasi politik di masanya. Imperium besarnya dikonfirmasi dalam laporan burung hud-hud kepada Nabi Sulaiman, sebagaimana firman-Nya,
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya saya menjumpai seorang wanita yangg memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yangg besar” (Q.S. an-Naml [27]:23)
Sangat menarik untuk dicatat di sini bahwa tidak ada penyebutan kehidupan pribadi Ratu Balqis: apakah dia mempunyai anak alias suami. Demikian pula narasi al-Qur’an tentang hubungan antara dia dan Nabi Sulaiman hanya berkisar pada obrolan mereka tentang keesaan Tuhan dan gimana Sulaiman menolak untuk disuap oleh bingkisan mewahnya.
Pada akhirnya, statusnya yangg unik ditegaskan kembali ketika dia menunjukkan kerendahan hati, keanggunan, dan kepintaran yangg luar biasa dengan menerima panggilan Sulaiman untuk tunduk kepada Tuhan. Meskipun beberapa sejarawan menyatakan bahwa mereka kemudian menikah, al-Quran tidak membahasnya. Nilai ratu yangg sebenarnya terletak dalam hati nurani, ilmu, dan kesiapannya untuk menerima kebenaran.
Selain itu, jika Islam betul-betul menentang partisipasi aktif wanita dalam kehidupan publik dan kepemimpinan, Sulaiman mungkin bakal mengomentari itu. Akan tetapi, dia tidak mem- pertanyakan kebenaran bahwa dia adalah seorang pemimpin politik. Dengan demikian, yangg menarik perhatian adalah ketaatan dan prinsip-prinsipnya.
Selain dua sosok wanita tersebut, dalam sejarah Islam juga dikenal banyak sosok wanita yangg tidak kalah dahsyat dalam kehidupannya, ialah Sayyidah Khadijah. Meskipun tidak secara definitif diceritakan dalam alQuran, istri Nabi Muhammad saw. ini dikenal luas. Dia adalah pengusaha dan pedagang yangg sukses dan berilmu luas.
Al-Qur’an adalah sumber aliran Islam yangg tidak diragukan lagi kebenarannya. Sumber aliran Islam yangg kedua adalah hadis. Al-Quran, mengakui secara tegas bahwa wanita mempunyai beragam peran, fungsi, identitas, dan keadaan. Karena itu, wanita tidak boleh terlepas dalam pengembangan pengetahuan pengetahuan dan dipandang dari satu perspektif pandang, ibu saja alias istri saja. [7/20]
* Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
English (US) ·
Indonesian (ID) ·