BANDUNGMU.COM, Bandung – Perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 hijriah dan waktu pelaksaan salat Idul Fitri tidak perlu diperdebatkan lantaran itu sudah masuk wilayah ijtihad. Semua pihak tinggal saling menghargai dan menghormati.
Hal itu disampaikan pengajar Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) Mochamad Fadlani Salam mengenai perbedaan penyelenggaraan hari raya lebaran.
Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat 21 April 2023, sedangkan pemerintah kemungkinan keesokan harinya ialah Sabtu 22 April 2023.
”Kita tidak boleh menyepelekan ijtihad lantaran di situ ada beragam pertimbangan berasas keilmuan dalam pengambilan keputusan seperti halnya Idul Fitri,” ucap Fadlani.
Fadlani mengimbau kepada semua umat Islam agar perbedaan semacam ini yangg sudah ada sejak dulu menjadi ujian yangg kudu disikapi oleh semua orang.
Oleh lantaran itu, pada satu sisi Fadlan berterima kasih lantaran dari dulu hingga sekarang tidak ada bentrok apa pun mengenai perbedaan waktu lebaran seperti ini.
”Alhamdulillah di Indonesia sudah teruji dalam menyikapi perbedaan ini, khususnya dengan masalah penetapan Idul Fitri,” tutur Fadlani.
Tidak ada perihal yangg sia-sia dalam sebuah perbedaan, ungkap Fadlani, lantaran ada hikmah luar biasa yangg bisa diambil oleh umat muslim.
Di antara umat Islam dituntut untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan dan kebaikan saleh di mana pun dan kapan pun. Amal saleh yangg tidak tersekat-sekat oleh golongan tertentu.
”Kita dituntut untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Namun, tidak boleh memaksakan kehendak selama ini berada dalam wilayah perbedaan pendapat,” kata pengajar pada program studi Pendidikan Agama Islam ini.
Tanawwu
Lebih jauh Fadlani menjelaskan bahwa dalam konteks fikih Islam, perbedaan yangg beragam dalam Islam semacam penentuan Idul Fitri disebut tanawwu.
Tanawwu mempunyai dasar perbedaan yangg tidak dibuat-buat lantaran dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Berbeda dengan Tanawwu, Tadhad mempunyai dasar perbedaan yangg bertolak belakang apalagi bertentangan.
”Umat muslim perlu memandang perbedaan itu dari sisi Tanawwu. Jangan sampai memandang perbedaan yangg diada-adakan alias tidak bisa dipertanggungjawabkan lantaran bisa menimbulkan perpecahan,” imbuh Fadlani.
Selain kudu menyikapi dengan baik, umat muslim, kata Fadlan, tidak boleh melupakan setiap perbedaan substansi ibadah. Setiap perbedaan tujuan dari ibadah kudu bisa meningkatkan ilmu, iman, dan takwa kepada Allah.***(FA/FK)
English (US) ·
Indonesian (ID) ·