Oleh: Najihus Salam
Perempuan dalam Islam selalu menjadi topik yangg menarik untuk didiskusikan, baik dalam ranah akademik maupun sosial. Islam menempatkan wanita pada posisi yangg mulia, memberikan hak-hak yangg jelas dalam beragam aspek kehidupan, termasuk pendidikan, kepemilikan, partisipasi sosial, dan politik. Namun, dalam praktiknya, terdapat beragam perbedaan antara nilai-nilai ideal Islam dengan realitas yangg terjadi di masyarakat. Diskusi tentang wanita dalam Islam sering kali terjebak dalam dua kutub: tradisi yangg condong konservatif dan modernitas yangg progresif. Artikel ini berupaya menjembatani keduanya dengan menyoroti gimana peran wanita dalam Islam dapat dipahami dan diterapkan di tengah perubahan zaman.
Perempuan dalam Perspektif Tradisional Islam
Tradisi Islam, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis, memberikan pengakuan besar terhadap perempuan. Salah satu contoh yangg menonjol adalah penghargaan Islam terhadap peran domestik wanita sebagai ibu dan pengelola rumah tangga. Dalam Islam, ibu mempunyai kedudukan yangg sangat istimewa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Peran ini menunjukkan penghormatan terhadap kontribusi wanita dalam mencetak generasi yangg unggul.
Namun, dalam masyarakat tradisional, peran ini sering kali diinterpretasikan secara sempit, sehingga membatasi ruang mobilitas wanita hanya pada ranah domestik. Hal ini tidak sepenuhnya mencerminkan aliran Islam yangg sebenarnya. Dalam sejarah Islam, kita menemukan tokoh-tokoh wanita seperti Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha sukses sekaligus pendukung utama Nabi Muhammad SAW, dan Aisyah binti Abu Bakar, seorang intelektual dan periwayat hadis. Kedua tokoh ini menunjukkan bahwa wanita mempunyai kapabilitas untuk berkontribusi dalam beragam bagian di luar ranah domestik.
Perempuan dalam Islam di Era Modern
Modernitas membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan budaya masyarakat, termasuk dalam memandang peran perempuan. Perempuan Muslim saat ini mempunyai akses yangg lebih luas terhadap pendidikan tinggi, pekerjaan profesional, dan partisipasi aktif dalam masyarakat. Di banyak negara Muslim, wanita telah menunjukkan kiprah mereka dalam bagian politik, ekonomi, dan pengetahuan pengetahuan. Sebagai contoh, Malala Yousafzai, seorang aktivis pendidikan asal Pakistan, dan Amal Clooney, seorang pengacara kewenangan asasi manusia, adalah contoh nyata wanita Muslim yangg sukses di panggung global.
Baca Juga: Hari Ibu: Merayakan Peran Perempuan Berkemajuan dalam Keluarga dan Masyarakat
Namun, modernitas juga menghadirkan tantangan bagi wanita Muslim. Di satu sisi, mereka menghadapi tekanan sosial untuk memenuhi standar budaya Barat yangg sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Di sisi lain, mereka juga kudu menghadapi stigma dari golongan konservatif yangg memandang keterlibatan wanita dalam ranah publik sebagai sesuatu yangg tidak sesuai dengan aliran agama. Dalam konteks ini, wanita Muslim sering kali berada dalam posisi dilematis antara mempertahankan identitas keislaman mereka dan memenuhi tuntutan modernitas.
Islam sebagai Landasan untuk Menjembatani Tradisi dan Modernitas
Islam, sebagai kepercayaan yangg universal dan relevan sepanjang zaman, menyediakan kerangka kerja yangg memungkinkan wanita untuk menjembatani tradisi dan modernitas. Al-Qur’an dan Hadis memberikan pedoman yangg berkarakter elastis dan kontekstual, yangg memungkinkan wanita untuk berkedudukan aktif dalam masyarakat tanpa kudu meninggalkan identitas keislaman mereka.
Sebagai contoh, Islam menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Menuntut pengetahuan itu wajib bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan.” Oleh lantaran itu, wanita mempunyai kewenangan yangg sama untuk mengejar pendidikan dan mengembangkan potensi mereka. Pendidikan ini tidak hanya krusial untuk pengembangan diri, tetapi juga untuk memberdayakan wanita agar dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yangg lebih setara dan harmonis.
Selain itu, Islam juga memberikan kebebasan kepada wanita untuk bekerja dan berperan-serta dalam kehidupan publik, asalkan mereka menjaga nilai-nilai kesopanan dan moralitas. Hal ini tercermin dalam kehidupan para sahabat wanita pada masa Nabi Muhammad SAW, seperti Asma binti Yazid yangg aktif dalam bagian politik, dikenal sebagai ahli bicara kaum wanita dan Ummi Salamah yangg dikenal sebagai penasihat yangg bijaksana.
Mengatasi Kesenjangan Gender dalam Praktik Ajaran Islam
Meskipun Islam memberikan hak-hak yangg jelas kepada perempuan, tetap banyak praktik budaya yangg membatasi peran wanita dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh interpretasi aliran Islam yangg bias gender, yangg sering kali dipengaruhi oleh tradisi patriarkal. Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan upaya kolektif untuk merekonstruksi pemahaman tentang peran wanita dalam Islam yangg lebih inklusif dan berkeadilan gender.
Salah satu langkah yangg dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan literasi kepercayaan di kalangan perempuan. Dengan pemahaman yangg lebih mendalam tentang aliran Islam, wanita dapat memperjuangkan hak-hak mereka tanpa kudu bertentangan dengan nilai-nilai agama. Selain itu, krusial juga untuk melibatkan ustadz dan pemimpin kepercayaan dalam mendukung aktivitas kesetaraan kelamin yangg berdasarkan aliran Islam.
Penutup
Perempuan dalam Islam mempunyai peran yangg sangat penting, baik dalam ranah domestik maupun publik. Meskipun terdapat tantangan dari tradisi dan modernitas, Islam menyediakan landasan yangg kuat untuk menjembatani keduanya. Dengan memahami aliran Islam secara mendalam dan mengaplikasikannya secara kontekstual, wanita Muslim dapat berkembang menjadi perseorangan yangg berkekuatan dan berkontribusi secara signifikan dalam masyarakat.
Untuk mencapai perihal ini, diperlukan upaya kolektif dari seluruh komponen masyarakat, termasuk ulama, pemerintah, dan wanita itu sendiri. Dengan demikian, wanita Muslim dapat menjalankan peran mereka sebagai pemasok perubahan yangg tidak hanya membawa kemajuan bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi umat manusia secara keseluruhan. Wallahua’lam
* Penulis adalah Kader IMM Pondok Shabran UMS
English (US) ·
Indonesian (ID) ·