Peran Ayah sebagai Orang Tua Tunggal - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

 Halodoc

Sc: Halodoc

Oleh: Susilaningsih Kuntowijoyo

Orang tua, ayah dan ibu merupakan penanggungjawab utama perkembangan anak untuk menjadi pribadi yangg sehat secara psikologis dan biologis yangg meliputi seluruh aspek perkembangan. Dengan demikian, anak bakal menjadi pribadi yangg percaya diri, tangguh, beradab, dan religius.

Dalam proses perkembangan itu, di samping mempunyai kesamaan peran, ayah dan ibu juga mempunyai peran spesifik yangg berbeda. Masing-masing peran tersebut sangat diperlukan dalam proses perkembangan kepribadian anak, semenjak usia awal dan paling tidak sampai melewati usia remaja.

Seorang anak bisa dikatakan berkembang dengan baik jika semua aspek dari unsur kepribadiannya berkembang secara optimal pada setiap tingkat perkembangannya. Seorang ibu, lantaran kedekatannya dengan anak pada usia bayi dan anak awal, berkedudukan mengembangkan rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rasa sosial, dan dorongan religiusitas pada anak, apalagi semenjak dalam kandungan si janin.

Seorang ayah berkedudukan mengembangkan daya kecerdasan, rasionalitas, dan motivasi, serta melatih ketangguhan bentuk anak. Secara bersama, ayah dan ibu juga berkedudukan untuk membentuk sikap religius dan keahlian anak dalam berbaur dengan orang lain di tengah masyarakat.

Dalam mengantarkan perkembangan anak sampai usia remaja, peran sinergis antara ibu dan ayah di atas bakal dapat membentuk kepribadian anak yangg berkembang secara optimal tanpa halangan yangg memadai. Meskipun demikian, ketika ada situasi yangg mengharuskan hanya ayah sebagai penanggung jawab perkembangan anak utama, mungkin lantaran kasus perceraian, istri meninggal dunia, alias istri sedang bekerja alias belajar di kota apalagi negara lain, baik dalam jangka waktu pendek alias panjang, berfaedah kebanyakan alias apalagi semua tanggung jawab atas perkembangan anak ada pada pundak ayah.

Oleh lantaran itu, agar anak tetap dapat berkembang secara optimal, seorang ayah tunggal kudu bisa berkedudukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis anak, baik yangg biasanya diperoleh dari ibunya maupun yangg dari ayahnya. Implikasinya, di samping kudu menata psikologis diri lantaran kesendiriannya, ayah tunggal juga kudu berupaya memahami beragam perihal mengenai kebutuhan perkembangan anak, baik secara rohani maupun jasmani.

Seorang ayah tunggal kudu tidak menganggap bahwa tugas mengasuh dan mendidik anak secara sendirian sebagai beban, tetapi kudu bisa menganggapnya sebagai tanggungjawab yangg mesti ditunaikan. Dengan demikian, ayah terhindar dari tekanan emosi yangg berat dalam melaksanakannya. Oleh lantaran itu, seorang ayah tunggal perlu berupaya menata kondisi emosi diri sendiri agar bisa menerima keadaan yangg sedang dihadapi.

Hal pertama yangg perlu dilakukan oleh ayah tunggal adalah membangun dan menjaga daya resiliensi alias daya handal anak. Kehilangan seorang ibu bagi anak terasa seperti kehilangan sandaran hidup, khususnya pada usia kanak-kanak. Penyebabnya lantaran keberadaan ibu adalah sumber adanya rasa terlindungi dan disayangi yangg tumbuh semenjak dalam kandungan.

Selanjutnya, sikap apresiatif ibu juga menumbuhkan rasa percaya diri dan tangguh. Ketelatenan ibu dalam menyiapkan makanan untuk kebutuhan fisiknya juga modal krusial bagi pertumbuhan dan kesehatan jasmani anak. Tidak mengherankan jika kehilangan ibu bakal menimbulkan ketakutan serta menghilangkan rasa kondusif dan rasa percaya diri pada anak.

Untuk itu, ayah tunggal kudu segera bisa mendudukkan diri pada posisi ibu dalam kaitannya dengan kedekatan kepada anak dan membantu kembalinya rasa kondusif dan rasa percaya diri anak. Seorang ayah biasanya agak berjarak dalam hubungannya dengan anak. Hal ini lantaran ayah sering kudu meletakkan perhatian lebih banyak pada aspek pekerjaan serta sikap ayah yangg condong logis dan formal.

Dengan demikian, ayah tunggal memang perlu segera mengubah sikap hubungannya dengan anak, ialah lebih komunikatif, menunjukkan sikap kasih sayang yangg ekspresif, apresiatif, dan empatik pada kondisi anak. Hal ini diperlukan agar anak bakal tetap kuat jiwanya dan tegar dalam menghadapi masalah.

Selanjutnya, dalam proses pengasuhan pada anak, ayah juga kudu bisa menerapkan pola asuh yangg tepat, ialah yangg berkarakter demokratis, suatu pola asuh yangg memberi kesempatan anak untuk memahami gimana dan kenapa kudu bersikap sesuatu dalam kehidupan. Anak diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya.

Baca Juga: Ayah, Tak Sekedar Pemberi Nafkah

Dalam perihal ini, ayah perlu menanggapinya secara tepat sehingga anak merasa kondusif dan terlindungi dalam keluarga, meski berada di rumah tanpa ibu di sampingnya. Anak bakal mengerti apa yangg mesti dilakukannya dan muncul rasa tanggung jawab terhadap apa yangg dikerjakannya.

Selanjutnya, seorang ayah tunggal juga perlu memahami perkembangan pendidikan dan psikologis anaknya, baik dari segi keagamaan, intelektualitas, motivasi, perasaan, maupun hubungan sosialnya. Hal itu bisa dilakukan dengan membina hubungan yangg baik dengan pihak sekolah tempat anaknya belajar, di samping juga perlu mendampingi belajar di rumah.

Untuk pelajaran yangg mengenai dengan tugas-tugas dari sekolah, ayah perlu juga menyiapkan diri untuk mendampingi belajar di rumah. Adapun mengenai dengan kesadaran keagamaan, ayah perlu membinanya sejak dari rumah, misalnya tentang pembiasaan salat serta ibadah-ibadah yangg lain.

Demikian juga tentang pembiasaan perilaku yangg sesuai dengan akhlakul karimah, misalnya bersikap murah hati, ramah serta sopan terhadap orang lain, suka menolong, mencegah sikap mudah marah, dan memunculkan tanggung jawab terhadap pilihan-pilihan sikap dan perilakunya. Perkembangan dan kesehatan bentuk dari anaknya pasti kudu menjadi tanggung jawab ayah tunggal juga. Oleh lantaran itu, aspek pemenuhan kebutuhan gizi pada anak, kesempatan untuk olahraga, serta tamasya berbareng untuk relaksasi juga perlu menjadi perhatian dari ayah tunggal.

Untuk mengurangi beratnya beban dalam melaksanakan tugas pengasuhan anak agar dapat juga melaksanakan tugas bumi kerjanya dengan baik maka ayah tunggal dapat meminta support pada saudara, orang tuanya ialah nenek dari si anak, alias asisten rumah tangga. Namun perlu diingat bahwa masing-masing pihak mempunyai pola asuh yangg mungkin berbeda sehingga bakal berpengaruh pada sifat anak sebagai hasil pola asuh itu.

Misalnya, pola asuh nenek yangg sering bersikap lebih memanjakan cucu lantaran didorong oleh rasa iba bisa berakibat pada sifat anak yangg kurang disiplin dan mudah tersinggung. Oleh lantaran itu, ayah tunggal perlu menyampaikan kepada pihak yangg membantu pengasuhan anak tentang pola asuh yangg diharapkan untuk diterapkan bagi anaknya. Hal itu tentu tidak mudah, apalagi ayah tunggal juga perlu menyiapkan waktu untuk memantau sikap anak setelah berada di bawah pengasuhan pihak lain tersebut.

Semoga semua upaya baik ayah tunggal dalam mengasuh dan mendidik anak dapat mengantarkan sang buah hati menjadi anak saleh yangg bakal mendoakan orang tua, baik ketika tetap hidup maupun setelah tiada. Sebagaimana dinyatakan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yangg artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila manusia meninggal bumi maka terputuslah semua amalnya selain tiga perkara; infak jariyah, pengetahuan yangg bermanfaat, dan anak saleh yangg mendoakan orangtuanya”” (HR. Muslim). [10/23]

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id