Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Kotagede menyelenggarakan training paralegal yangg penanggung jawabnya adalah Majelis Hukum dan HAM PCA Kotagede. Kegiatan Pelatihan Paralegal terlaksanana berkah adanya kerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pelatihan dilaksanakan pada hari Selasa, (7/1) di Aula Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY Jl. Gedongkuning No.146 Rejowinangun Kotagede Yogyakarta. Adapun peserta training sebanyak 67 orang yangg terdiri dari Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Kotagede dan perwakilan dari 16 ranting juga diikuti oleh beberapa pegawai Kantor Wilayah Kementerian Hukum.
Pembukaan aktivitas dilakukan oleh Soleh Joko Sutopo, Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum D.I.Yogyakarta. Dalam sambutannya, dia menyampaikan bahwa aktivitas kerjasama ini sudah cukup lama terjalin. ” Kali ini kegiatannya cukup menarik lantaran selain training paralegal juga disampaikan alias disosialisasikan Undang-Undang No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual,” ujar Soleh.
Selanjutnya dia menyampaikan sedikit pengalamannya saat berada di Lapas Wirogunan bahwa di sana ada sekitar usia lansia berjumlah 66 orang dengan kasus asusila sebesar 70% kasus kekerasan pada anak, juga pada perempuan. Dengan adanya sosialisasi UU No 12 tahun 2022 berambisi untuk kasus pelecehan seksual bisa dihindari.
Kemudian Ketua PCA Kotagede, Muftiyah Hayati, juga turut memberikan sambutan. Ia mengatakan, “Aisyiyah sebagai organisasi perempuan dan tajdid kudu berkecimpung dalam masyarakat sehingga dapat mendampingi di masyarakat yangg membutuhkan. Harapannya dengan apa yangg didapatkan hari ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk berperan-serta di masyarakat, terutama ibu dan anak.”
Baca Juga: Kesabaran Seorang Ibu Maryam
Pada aktivitas training paralegal ini dibagi menjadi 2 sesi. Pada sesi pertama disampaikan materi Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan Seksual yangg mengupas UU No.12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual. Narasumber materi ini adalah Dwi Retno Widati, salah satu penyuluh norma Ahli Muda di instansi Wilayah Kementerian Hukum DIY.
Ia menyampaikan, ” Dalam undang undang ini lebih dikupas tentang kekerasan dari beragam perspektif dan restorasi keadilan dengan mendudukkan korban, pelaku dan masyarakat/keluarga sebagaimana mestinya. Ada 3 poin yangg krusial dalam Undang-undang ini ialah penanganan korban, pendampingan korban dan pemulihan korban kekerasan. Ada pula hal-hal baru yangg diatur dalam UU TPKS yangg berbeda dengan Undang-undang PDKRT yangg sudah ada.”
Pada sesi kedua disampaikan materi tentang paralegal itu sendiri. Narasumber materi ini adalah Oda Anie Indrasari, penyuluh Hukum Ahli Muda Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY. Ia mengawali pembahasannya dengan menyampaikan bahwa payung norma paralegal diatur dalam peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 3 tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum.
Oda menyampaikan, “Di Indonesia dengan masyarakat yangg berjumlah 284.304.625 jiwa (2024) yangg merupakan masyarakat terbesar di urutan ke 4 dunia. Apabila dibandingkan dengan jumlah advokad, pemberi jasa norma yangg ada sekitar sejumlah 590 dan paralegal 9500 maka pelayanan norma tidaklah sebanding sehingga keberadaan paralegal sangat krusial lantaran dapat sebagai jembatan. Bahkan paralegal yangg selama ini sudah berkontribusi nyata itu lebih sigap bergerak dan dapat menjangkau seluruh masyarakat.” (umi)-lsz
English (US) ·
Indonesian (ID) ·