Pandangan Muhammadiyah Soal Hukum Membeli, Menjual, dan Mengedarkan Buku Bajakan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

BANDUNGMU.COM, Bandung — “Laskar Pelangi”, “Dunia Sophie”, dan Tetralogi Pulau Buru (“Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah”, dan “Rumah Kaca”) berjejer di salah satu gerai di pusat perlapakan kitab di Yogyakarta.

Ada yangg asing dari tampilan dan nilai buku-buku laku ini, mulai dari kualitas sampul, kertas, hingga nilai yangg kelewat murah.

Bagi yangg biasa membeli kitab asli, sangat mudah mengenali karakter buku-buku bajakan alias terlarangan yangg lazimnya diproduksi dengan kualitas di bawah standar.

Walaupun, tidak menafikan, ada pula pemilik upaya percetakan yangg menyediakan jasa mencetak kitab bajakan dengan kualitas yangg serupa dengan dengan rilisan resmi penerbit.

Ada banyak istilah untuk kitab bajakan alias dicetak secara ilegal, antara lain kitab “repro”, “non-ori”, “KW”, “bookpaper”, dan lain sebagainya.

Ciri-ciri bentuk kitab bajakan di antaranya kualitas sampul depan kitab yangg lebih tipis dan mudah rusak, kualitas cetakan yangg buram, tata letak yangg sering kali berantakan, menggunakan kertas koran, HVS alias bookpaper yangg lebih tipis sehingga mudah robek, dan tetap banyak lain.

Mudarat pengedaran dan pembajakan buku

Jika di lapak kitab bentuk seorang pembeli bisa mengecek langsung apakah kitab yangg dibelinya legal alias ilegal, tidak demikian jika membeli melalui lokapasar daring (marketplace).

Di sini, buku-buku bajakan tidak bisa dikenali melalui kualitas fisiknya, tapi melalui kelaziman nilai yangg ditawarkan.

Jika sebuah eksemplar kitab original baru dijual nilai 80 ribu, di lapak-lapak yangg menjual kitab terlarangan namalain bajakan harganya bisa lebih murah setengahnya.

Karena harganya yangg murah, banyak pembeli tergiur, dan inilah yangg sering kali dijadikan dalih bagi pedagang kitab bajakan bahwa mereka menyediakan “alternatif harga” bagi para pembaca.

Para penjual dan pengedar kitab ini sering kali berlindung di kembali dalih “menyediakan akses bacaan” yangg murah meriah.

Dalih-dalih semacam ini hanya menyembunyikan kebobrokan pengedaran dan penjualan kitab bajakan.

Pengedaran dan penjualan kitab terlarangan telah turut menjadi penyebab menurunnya publikasi buku-buku berbobot untuk publik. Para pengedar dan pembajak kitab tidak menanggung akibat apapun dari aktivitas tercela yangg mereka lakukan.

Namun, penulis dan penerbit serta banyak pihak yangg terlibat dalam proses publikasi kitab yangg kudu menanggung kerugian besar.

Para pengedar dan pembajak kitab tidak menanggung biaya produksi kitab seperti bayar hak-hak penulis, bayar ongkos publikasi yangg sangat tinggi, dan bayar pajak.

Padahal, nilai jual kitab sebetulnya relatif tidak berubah jika dihitung dari tingkat inflasi. Sementara itu, produk-produk fashion dan teknologi condong makin naik, nilai kitab relatif tidak berubah.

Harga kitab resmi yangg sebetulnya tidak seberapa itu tetap kudu bersaing dengan para pembajak kitab yangg sudah jelas meraup 100 persen untung penjualan.

Mereka melakukannya tanpa membagi kewenangan royalti pada penulis alias bayar biaya tata-letak, honor penyunting dan pewajah-sampul, biaya cetak, serta yangg lain lagi.

Dengan demikian, kemudaratan pengedaran dan penjualan kitab bajakan sangat besar dan merupakan perbuatan kriminal.

Pandangan Tarjih

Apa hukumnya membeli kitab bajakan dengan argumen lantaran harganya lebih murah dibandingkan yangg asli?

Pertanyaan ini pernah disidangkan pada Jumat 23 Jumadats Tsaniyah 1429 H/ 27 Juni 2008 M dan dimuat di “Suara Muhammadiyah” nomor 20 tahun 2008 dengan titel “Hukum Membeli Buku alias Kaset Bajakan”.

Di bawah ini disarikan pandangan tajih mengenai masalah ini sebagai berikut:

  1. Tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk membeli kitab bajakan. Sedapat mungkin perihal ini kudu dihindari.
  2. Membeli kitab bajakan adalah sama dengan menzalimi orang-orang yangg mempunyai kewenangan atas kitab yangg telah dibajak alias dicetak tanpa izin.
  3. Islam sangat menghargai kewenangan milik, pembajakan kitab sama artinya dengan mengabaikan aliran Islam tentang penghargaan pada kewenangan kepemilikan.
  4. Terkait pengedaran dan penjualan kitab bajakan alias ilegal, sudah jelas dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2 disebutkan “Dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) amal dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam melakukan dosa dan pelanggaran. Dan Bertakwalah Anda kepada Allah, sesungguhnya Allah banget berat siksa-Nya.”
  5. Pengedaran dan penjualan kitab sama artinya dengan perbuatan menjalankan kejahatan, dalam Islam adalah sangat dilarang.

Semoga menjadi pembelajaran.***

-->
Sumber bandungmu.com
bandungmu.com