BANDUNGMU.COM, Bandung — Ada sebagian muslimah khususnya di Indonesia yang mengenakan cadar (kain yang menutupi seluruh tubuh termasuk kepala dan wajah, kecuali mata).
Bagaimana sebetulnya hukum cadar ini menurut hukum Islam? Bagaimana juga pandangan Muhammadiyah terkait hal ini?
Tentang masalah cadar telah dicantumkan pembahasannya dalam “Buku Tanya Jawab Agama Islam” yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid, jilid 4, halaman 238, Bab “Sekitar Masalah Wanita”.
Mengutip laman tarjih.or.id, ringkasnya bahwa cadar tidak ada dasar hukumnya, baik dalam Al-Quran maupun Sunnah. Hal yang diperintahkan oleh syariat Islam bagi wanita adalah memakai jilbab. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur (24) ayat 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya …,’”
“kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”
Ayat ini menurut penafsiran jumhur ulama bahwa yang boleh tampak dari perempuan adalah kedua tangan dan wajahnya sebagaimana pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar (Tafsir Ibnu Katsir volume 6:51).
Potongan ayat di atas juga dijelaskan oleh hadis riwayat dari Aisyah:
“Telah menceritakan pada kami Yakub bin Ka’ab Al-Anthaki dan Muammal bin Al-Fadhl bin Al-Harani keduanya berkata: Telah mengkabarkan pada kami Walid dari Said bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Duraik dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah SAW dengan memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah SAW berpaling darinya dan berkata: “Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haid, tidak pantas terlihat dari dirinya, kecuali ini dan ini,” beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya.” (HR Abu Dawud).
Hadis ini dikategorikan mursal oleh Imam Abu Dawud setelah akhir menuliskan riwayatnya karena terdapat rawi yang bernama Khalid bin Duraik yang dinilai oleh para ulama kritikus hadis tidak pernah bertemu dengan Aisyah dan Said bin Basyir yang dinilai daif (lemah) oleh para ulama kritikus hadis.
Namun, ia mempunyai penguat yang ternilai mursal sahih dari jalur-jalur lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Marasil (nomor 460, cetakan Dar Al-Jinan, Beirut) dari Qatadah di mana dalam jalur sanadnya tidak terdapat Khalid bin Duraik dan Said bin Basyir.
Riwayat tersebut adalah:
“Telah menceritakan pada kami Ibnu Basyar, telah menceritakan pada kami Abu Dawud, telah menceritakan pada kami Hisyam dari Qatadah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang perempuan jika telah mendapatkan haid, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali wajahnya dan kedua (telapak) tangannya sampai tulang pergelangan tangan (sendi).” (HR Abu Dawud).
Juga jalur lain seperti dari Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (24/143/378) dan Al-Ausath (2/230), Al-Baihaqi (2/226), dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (4/283).
Selain itu, banyak juga riwayat lain yang memperlihatkan bahwa banyak dari para shahabiyat (sahabat perempuan) yang tidak memakai cadar atau menutupi wajah dan tangan mereka.
Seperti kisah Bilal melihat perempuan yang bertanya kepada Nabi SAW di mana diceritakan bahwa pipi perempuan tersebut merah kehitam-hitaman (saf’a al-khaddain).
Terkait dengan pakaian perempuan ketika shalat, sebuah riwayat dari Aisyah menjelaskan bahwa ketika shalat para perempuan pada zaman Nabi SAW memakai kain yang menyelimuti sekujur tubuhnya (mutallifi’at fi-murutihinna).
“Telah menceritakan pada kami Abu Al-Yaman, telah memberitahukan pada kami Syuaib dari Az-Zuhri, telah mengkabarkan padaku Urwah bahwasannya Aisyah berkata, “Pada suatu ketika Rasulullah SAW shalat subuh, beberapa perempuan mukmin (turut shalat berjamaah dengan Nabi SAW). Mereka shalat berselimut kain. Setelah selesai shalat, mereka kembali ke rumah masing-masing dan tidak seorang pun yang mengenal mereka.” Dalam riwayat lain, “Kami tidak bisa mengenal mereka (para perempuan) karena gelap.” (HR Muttafaq ‘alaihi).
Imam Asy-Syaukani memahami hadis ini bahwa para sahabat perempuan di antaranya Aisyah tidak dapat mengenali satu sama lain sepulang dari shalat subuh karena memang keadaan masih gelap dan bukan karena memakai cadar karena memang saat itu wajah para perempuan biasa terbuka.
Mengenai pertanyaan, apakah jika tidak memelihara jenggot dan memakai cadar termasuk ingkar sunnah? Jawabannya jelas tidak. Karena yang dimaksud dengan ingkar sunnah adalah orang-orang yang tidak mempercayai sunnah Nabi SAW dan hanya mengamalkan apa yang termaktub dalam Al-Quran saja.***
___
Sumber: tarjih.or.id
Editor: FA