Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik IndonesiaTiga orang penduduk mengusulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat calon kepala wilayah (Cakada) jalur perseorangan (independen). Pemohon atas nama Ahmad Farisi, A Fahrur Rozi dan Abdul Hakim.
Mereka meminta MK mengizinkan calon independen maju Pilkada jika mendapat support organisasi kemasyarakatan (Ormas). Permohonan tersebut telah teregistrasi dengan nomor 43/PUU-XXII/2024.
Para pemohon menganggap sejumlah pasal yangg ada saat ini terkesan dimonopoli oleh partai politik (parpol) untuk mencegah lahirnya calon perseorangan. Mereka menyorot soal syarat support bagi calon perseorangan yangg selalu naik di setiap Pemilu ataupun Pilkada.
Pasal-pasal yangg dimaksud dan digugat adalah Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang (UU) Nomor 10/2016 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Bahwa ketentuan tentang syarat pencalonan bagi calon perseorangan yangg termuat dalam pasal a quo terkesan tak lebih dari sekadar monopoli partai politik melalui kuasa legislasi yangg dimilikinya baik di pemerintahan maupun di legislatif untuk mencegah munculnya calon perseorangan dalam pemilihan kepala wilayah yangg menjadi pesaing bagi partai politik dalam kontestasi pemilihan kepala daerah,” ujar pemohon dalam berkas permohonannya dilihat dari situs MK, Jumat (28/6/2024).
“Dugaan monopoli syarat support pencalonan kepala wilayah jalur perseorangan oleh partai politik ini setidaknya dapat dilihat dari jumlah syarat support yangg terus naik secara tidak proporsional sehingga membikin banyak penduduk negara yangg berkepentingan untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai kepala wilayah melalui jalur perseorangan kudu mengalami kegagalan,” lanjutnya.
Selain itu, pemohon juga menyebut syarat calon perseorangan yangg ada saat ini justru memicu lahirnya calon tunggal di sejumlah Pilkada. Padahal, lanjut dia, kemungkinan Cakada jalur independen harusnya dapat mencegah lahirnya calon tunggal di Pilkada.
“Sejak diperbolehkannya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, semestinya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dipilih sebagai kepala wilayah semakin meningkat sehingga masyarakat mendapatkan banyak pilihan pengganti tentang siapa yangg menurut rakyat layak menjadi kepala wilayah mereka. Namun, kebenaran justru menunjukkan banyak wilayah yangg justru mengalami krisis kepemimpinan di mana Pilkada hanya diikuti oleh calon tunggal,” jelas pemohon.
Lebih lanjut, pemohon meminta agar syarat calon perseorangan yangg ada saat ini diubah, sehingga bisa memperbesar kesempatan lahirnya Cakada non-parpol, salah satunya untuk menghindari munculnya calon tunggal. Pemohon meminta agar calon perseorangan dapat maju Pilkada jika mendapat support dari ormas.
“Syarat support di atas adalah sangat logis dan masuk logika mengingat organisasi masyarakat adalah organisasi yangg berangkaian dan bergesekan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yangg tergabung dalam sebuah perkumpulan. Misalkan, seperti perkumpulan nelayan, golongan tani, perkumpulan pedagang, dan lain semacamnya yangg eksis di skala provinsi, kabupaten dan/atau kota,” tandasnya.
Berikut petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat support dari organisasi masyarakat alias perkumpulan masyarakat yangg tercacat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yangg masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota”.
3. Menyatakan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat support dari organisasi masyarakat alias perkumpulan masyarakat yangg tercacat dan terverifikasi oleh Bupati/Walikota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk wilayah kabupaten) dan 4 (untuk wilayah kota) yangg masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk wilayah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk wilayah kota)”.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia beranggapan lain, minta putusan yangg seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Reporter: Ubay NA
Editor: Aan Hariyanto
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·