BANDUNGMU.COM, Bandung — Hermeneutika adalah sebuah metode pengganti untuk memahami sebuah teks secara mendalam yangg biasanya digunakan untuk penafsiran kitab suci, seperti Injil dan penafsiran Al-Quran.
Hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuien, yangg berfaedah “menafsirkan” alias dari kata barang hermenia, yangg berfaedah “interpretasi”.
Selain itu, ada pendapat lain bahwa hermeneutika berasal dari kata “Hermes”, nama salah satu dewa dalam mitologi Yunani, apalagi ada juga sebagian kalangan yangg mengidentifikasikannya dengan Nabi Idris dalam tradisi Islam.
Adapun hadirnya penafsiran Al-Quran dengan menggunakan metode hermeneutika tersebut bukan lantaran hendak menafikan tafsir tradisional dari para ustadz tafsir terdahulu.
Hermeneutika digunakan untuk melakukan pembacaan kembali terhadap teks kepercayaan yangg dimungkinkan secara teologis, ditafsirkan dalam konteks masyarakat modern.
Namun, terdapat juga stigma dari golongan yangg kontra dengan penggunaan hermeneutika terhadap Al-Quran.
Mereka beranggapan bahwa hermeneutika tidak layak digunakan untuk menafsirkan Al-Quran lantaran Al-Quran murni kalam Allah yangg dijamin orisinalitasnya dan tentunya mempunyai sifat otentik dan final.
Sementara itu, jika hermeneutika diaplikasikan dalam memaknai bibel, maka perihal itu adalah wajar, memandang bibel sudah kehilangan orisinalitasnya sebagai wahyu Tuhan, dengan kata lain sudah menjadi “teks manusiawi”.
Adapun pada Putusan Tarjih Muhammadiyah tahun 2000 di Jakarta dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah dan Pengembangan Pemikiran Islam bagian Muqaddimah tertulis:
“Pemikiran keislaman meliputi segala sesuatu yangg berangkaian dengan tuntunan kehidupan keagamaan secara praktis, wacana moralitas publik, dan diskursus keislaman dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia.
Masalah yangg selalu datang dari kandungan sejarah tersebut mengharuskan adanya penyelesaian. Muhammadiyah berupaya menyelesaikannya melalui proses triadik/hermeneutis (hubungan kritis/komunikatif-dialogis) antara normativitas din (ar-ruju’ ila al-qur’an wa as-sunnah al-maqbulah), historisitas beragam penafsiran atas din, realitas kekinian dan prediksi masa depan.
Mengingat proses hermeneutis ini sangat dipengaruhi oleh dugaan (pandangan dasar) tentang kepercayaan dan kehidupan, di samping pendekatan dan teknis pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, maka Muhammadiyah perlu merumuskannya secara spesifik. Dengan demikian diharapkan ruhul-ijtihad dan tajdid terus tumbuh dan berkembang.”
Berdasarkan keterangan di atas, menurut irit Tim Fatwa Tarjih, metode hermeneutika dapat digunakan andaikan terdapat masalah yangg mengharuskan adanya penyelesaian dengan metode tersebut.
Adapun yangg kudu lebih diperhatikan adalah hasil dari pemaknaan dalam menggunakan metode tersebut.
Apa yangg dihasilkan tidak boleh bertentangan dengan tujuan utama Al-Quran diturunkan, ialah sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk dapat meniti jalan kebahagiaan di bumi dan di akhirat, sebagai penjelas tentang ajaran-ajaran hukum Islam, dan sebagai pemisah antara yangg haq dan yangg batil.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·