Menghidupkan Belajar Al-Qur’an di Era TikTok dan YouTube - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 6 jam yang lalu

Menghidupkan Belajar Al-Qur’an di Era TikTok dan YouTube

Oleh : Ammar Abdul Matin (Mahasiswa IQT Universitas Muhammadiyah Surakarta)

 خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian adalah orang yangg belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, no. 5027)

Hadis yangg diriwayatkan dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu ini mungkin sudah sering kita dengar. Tapi setiap kali dibaca ulang, selalu terasa relevan. Sebab, belajar Al-Qur’an bukan hanya urusan tajwid dan hafalan, tapi juga urusan menumbuhkan kesadaran dan menebar manfaat.

Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa orang terbaik bukan yangg paling kaya, paling terkenal, alias paling pandai bicara, melainkan yangg belajar dan mengajarkan Al-Qur’an.

Dua kata kerja dalam sabda ini ta’allama (belajar) dan ‘allama (mengajar) menunjukkan kesinambungan ilmu. Belajar saja belum cukup, lantaran pengetahuan bakal hidup jika dibagikan.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam Miftah Daar as-Sa’adah menulis, belajar Al-Qur’an mencakup dua hal: mempelajari huruf-hurufnya (tajwid dan bacaan) dan mempelajari maknanya (tafsir dan hikmah). Menurutnya, memahami makna jauh lebih utama, lantaran makna adalah tujuan wahyu, sedangkan lafaz hanyalah perantara.

Sementara itu, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam Bahjah an-Nazhirin menegaskan bahwa siapa pun yangg mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an bakal mendapatkan ganjaran yangg sempurna. Maka, belajar Al-Qur’an bukan sekadar ibadah pribadi, tapi juga kebaikan sosial yangg menumbuhkan generasi Qur’ani.

Metode Belajar di Zaman Nabi: Antara Suara, Gambar, dan Gerakan

Nabi Muhammad ﷺ hidup di masa tanpa papan tulis, layar, alias internet. Namun, beliau mengajar dengan langkah yangg sangat modern, dengan komunikatif, visual, dan interaktif.

1. Media Audio: Belajar Lewat Suara

Islam lahir dengan perintah “Iqra” bacalah. Allah ta’ala berfirman:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yangg menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq:1)

Dan dalam firman-Nya yangg lain:

اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al-Muzzammil: 20)

    Kedua ayat ini menegaskan bahwa bunyi dan referensi adalah sarana utama belajar. Rasulullah ﷺ mengajarkan para sahabat dengan mendengarkan, menirukan, dan mengulang. Metode audio yangg hingga sekarang menjadi dasar tradisi talaqqi. Suara bukan sekadar alat, tapi juga jalan spiritual yangg menghubungkan hati antara pembimbing dan murid.

    2. Media Visual: Belajar Lewat Gambar

    Visualisasi juga menjadi bagian dari pendidikan kenabian. Allah ta’ala berfirman:

    وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا

    “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…” (QS. Al-Baqarah: 31)

      Ayat ini menggambarkan gimana penglihatan dan corak konkret membantu manusia memahami konsep. Rasulullah ﷺ menerapkan perihal yangg sama dalam pengajaran.

      Dalam sabda riwayat Bukhari, beliau pernah menggambar garis di tanah:

      خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا، وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ، وَخَطَّ خُطُوطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْمُرَبَّعِ

      “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam membikin garis persegi empat, membikin satu garis lurus di tengah yangg keluar dari kotak itu, lampau membikin garis-garis mini di sekelilingnya…” (HR. Bukhari, dalam kitab Ar-Riqaq)

      Baca juga, Aplikasi Al-Qur’an Muhammadiyah (Qur’anMu)

      Beliau menjelaskan bahwa garis lurus adalah manusia, garis mini adalah cobaan, dan garis panjang keluar adalah angan-angan. Dengan satu gambar sederhana, Nabi ﷺ menyampaikan filosofi hidup: manusia punya cita-cita panjang, tapi ajal selalu mengelilingi.

      3. Media Kinestetik: Belajar Lewat Gerakan

      Rasulullah ﷺ juga menggunakan tubuhnya dalam mengajar. Dalam sabda riwayat Muslim, beliau bersabda:

      مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ – وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

      “Barang siapa memelihara dua anak wanita sampai baligh, maka pada hari hariakhir dia datang bersamaku,” kemudian beliau menggenggam jemarinya. (HR. Muslim, no. 2631)

        Gerakan jari itu adalah simbol visual sekaligus kinestetik. Pesan yangg disampaikan bukan hanya lewat kata-kata, tapi juga mobilitas tubuh yangg menguatkan makna.

        Metode seperti ini sekarang dikenal dengan experiential learning belajar melalui pengalaman dan tindakan langsung. Dan Nabi ﷺ telah mempraktikkannya lebih dari 14 abad lalu.

        Mendekatkan Al-Qur’an ke Dunia Gen-Z

        Generasi Z tumbuh dalam bumi yangg serba digital dan cepat. Mereka berpikir visual, multitasking, dan lebih nyaman menonton daripada membaca panjang.
        Namun, di kembali dinamika itu, mereka juga mencari makna, spiritualitas, dan arah hidup.
        Karena itu, pembelajaran Al-Qur’an di era digital kudu beralih bentuk tanpa kehilangan ruhnya.

        1. Digitalisasi Pembelajaran

        Gunakan aplikasi Al-Qur’an interaktif, podcast, YouTube, dan media sosial. Banyak anak muda lebih mudah memahami tafsir singkat lewat video satu menit daripada kuliah tafsir sejam.

        2. Gamifikasi dan Tantangan

        Sistem poin, leaderboard hafalan, dan tantangan harian bisa membikin belajar Al-Qur’an jadi lebih seru dan berkelanjutan.

        3. Visual Storytelling

        Ceritakan kisah Qur’ani lewat animasi, komik, alias infografis. Kisah Nabi Yusuf, Musa, alias Maryam bisa dikemas secara inspiratif dan dekat dengan bahasa mereka.

        4. Belajar Komunitatif

        Gen Z senang berinteraksi. Kelas tahsin bisa diubah menjadi learning circle di kafe, taman, alias ruang Zoom, tempat berbagi dan refleksi bersama.

        5. Pendekatan Reflektif

        Ajak mereka merenungkan ayat dengan pertanyaan personal, “Apa pesan ayat ini buat hidupku?” Inilah yangg bakal menghidupkan Al-Qur’an di hati mereka.

        Rasulullah ﷺ mengajarkan wahyu dengan suara, gambar, dan aktivitas sederhana tapi mengena. Kini, kita bisa meneruskan metode itu dengan bunyi digital, gambar animasi, dan aktivitas layar.

        Al-Qur’an tidak berubah, tetapi langkah kita mendekatkannya kudu terus berinovasi. Dari masjid ke media, dari mushaf ke layar, dari tradisi ke teknologi semua bisa menjadi jalan menuju kebaikan, selama ruhnya tetap Qur’ani.

          Referensi:

          1. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 5027, Kitab Fadha’il al-Qur’an.
          2. Muslim, Shahih Muslim, no. 2631, Kitab al-Birr wa al-Shilah.
          3. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Miftah Daar as-Sa’adah, Dar Ibnul Qayyim, 1433 H.
          4. Salim bin ‘Ied al-Hilali, Bahjah an-Nazhirin, Dar Ibnul Jauzi, 1430 H.
          5. Abdul Fattah Abu Ghuddah, Ar-Rasul al-Mu’allim wa Asalibuhu fi at-Ta’lim, 2009.
          6. M. Ramli, Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 2012.
          7. Shinqithy Djamaluddin & H.M. Mochtar Zoemi, Metode Pendidikan Rasulullah, 2002.
          8. Ahmad Nurrohim, prinsip-prinsip tahapan profetik pendidikan dalam Al-Qur’an, 2011.
          9. Ahmad Nurohim, Al-tarjih fi al-tafsir: antara makna al-qur’an dan tindakan manusia, 2019

          Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

          Jumlah Pengunjung : 21

          -->
          Sumber pwmjateng.com
          pwmjateng.com