BANDUNGMU.COM, Bandung – Bagi penduduk Bandung, Pak Haji nan satu ini sangat ditunggu kehadirannya di bulan Ramadhan. Dia memakai peci hitam dan memakai sarung krem serta kegemaran dia hanya memukul bedug besar terus-menerus tanpa henti sembari menggoyang-goyangkan pinggulnya.
Siapakah dia? Ya, dia adalah Pak Haji Geyot!
Namun, tunggu dulu! Haji Geyot ini bukanlah sosok manusia, melainkan hanya sebuah boneka robot berukuran raksasa. Boneka ini sering muncul di tempat-tempat nan ramai dikunjungi penduduk Bandung untuk ngabuburit, seperti depan Gedung Sate, Taman Vanda, Gasibu, hingga Taman Cikapayang.
Pak Haji Geyot sempat ramai pada era 1990-an, tetapi mulai memudar seiring dengan pergantian zaman. Namun, sejak 2018 Haji Geyot dihidupkan kembali.
Tidak hanya di Kota Bandung, tetapi Haji Geyot sekarang tersebar di beberapa kota di Jawa Barat, misalnya di Majalengka, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, hingga Cirebon. Di kembali melegendanya Haji Geyot, rupanya ada kisah-kisah menarik seputar ide, proses produksi, dan asal-usul kenapa dinamakan Haji Geyot.
Orang nan pertama kali membikin boneka raksasa ini adalah Joen Rustandi. Pria kelahiran Bandung ini mulai menciptakan Haji Geyot pada 1990 untuk dipamerkan pertama kali di Hotel Savoy Homann.
Kisahnya bermulai ketika Joen diminta oleh seorang manajer hotel nan berjulukan Hilwan Saleh untuk persiapan menyambut Idulfitri. Berbekal kenangan saat dia tetap kecil, Joen kemudian membikin boneka berbentuk Pak Haji setinggi dua meter, berikut beduknya.
Pembuatan Haji geyot berjalan hanya satu minggu. Boneka ini berbahan dasar styrofoam dengan kerangka besi dan digerakkan dengan dinamo mesin jahit.
Setelah jadi, boneka tersebut ditempatkan di atas lobi hotel. Setelah dipasang, boneka Haji Geyot mulai menjadi tontonan masyarakat, baik penduduk sekitar hotel maupun penduduk nan melintas.
Selain itu, ada juga cerita kocak mengenai Haji Geyot ketika tetap dipasang di lobi hotel, salah satunya ketika Joen terpaksa menunggui boneka saat sedang beraksi. Hal itu lantaran karet penari pada bagian kepala sering putus.
Bahkan pada suatu waktu, karetnya terputus dan kepalanya tidak bergerak sama sekali. Kemudian ada empat wanita nan kebetulan berada di sekitar lokasi. Sadar kepala Haji Geyot tidak bergerak dan seolah-olah memelototi keempatnya, mereka pun akhirnya kabur.
Dari cerita tersebut, Joen mengakui bahwa boneka Haji Geyot dibuat secara tergesa-gesa serta bangunan dan mekaniknya kurang memadai sehingga mudah rusak.
Setelah tampil di Hotel Savoy Homann, Joen kemudian diminta oleh Walikota Bandung saat itu, Ateng Wahyudi, untuk membikin empat buah boneka Haji Geyot. Namun, dengan syarat kudu disempurnakan. Joen kemudian membikin empat boneka tersebut dengan bahan fiberglass dan gerakannya ditambah.
Cerita tentang nama Haji Geyot dimulai ketika bonekanya sedang dipasang di Tegallega. Walikota Ateng kemudian berteriak, ”Tong tarik-tarik teuing atuh geyotna” (Jangan terlalu kencang goyangannya). Sejak saat itu nama “Geyot” dipakai masyarakat untuk menyebut boneka itu, dan jadilah nama Pak Haji Geyot.***
___
Penulis: Rio Prasetyo
Sumber: diolah dari kumparan.com, liputan6.com, dan ayobandung.com
English (US) ·
Indonesian (ID) ·