Kritisi Dinamika Demokrasi Bangsa, Prodi Ilmu Pemerintahan UMY Adakan Refleksi Akhir Tahun 2024 - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 9 bulan yang lalu

Sleman, Suara ‘Aisyiyah – Menimbang banyaknya kejadian yangg terjadi dalam kehidupan bernegara di Indonesia, Program Studi Ilmu Pemerintah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pagi ini (30/12) mengadakan aktivitas Refleksi Akhir Tahun 2024 yangg berjudul “Pasang Surut Demokrasi Indonesia 2024”.

Tunjung Sulaksana, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan UMY dalam sambutannya mengatakan, “Di Ilmu Pemerintahan sendiri refleksi akhir tahun sudah menjadi tradisi ilmiah setiap tahunnya. Kali ini kami mengadakan riset yangg diketuai oleh Pak Ridho untuk nantinya dipaparkan seperti apa hasil risetnya. Kami minta apa yangg kami dapatkan kali ini tidak berakhir sampai di sini saja, melainkan juga bersambung hingga sampai ke pemangku kebijakan”

Ketua Pelaksana Riset, Ridho al-Hamdi, dalam presentasinya menyampaikan, “Riset ini sudah kami lakukan sejak bulan November kemarin. Riset ini memilih konsentrasi di isu-isu kerakyatan yangg mengandung kontroversi dan aspek sosial politik. Beberapa rumor yangg kami ambil di antaranya adalah, pernyataan Jokowi yangg mengatakan ‘presiden boleh kampanye’, putusan MK soal pilpres, peringatan darurat, hingga kotak kosong saat pilkada serentak.”

Ridho kemudian melanjutkan bahwa untuk menganalisa info riset yangg ada, digunakan metode kajian yangg bernamaNarrative Policy Framework. Oleh lantaran itu, ada 4 perihal yangg diulas, ialah latar belakang isu, mapping actor(heroes, villains, victims), plot, dan moral of the story alias seperti apa hasil putusannya.

Baca Juga: Ketika Uang Tak Lagi Berbicara: Mengapa Karyawan Hebat Memilih Pergi

Kemudian Totok Daryanto selaku Anggota DPR RI menyampaikan pandangannya mengenai dinamika berdemokrasi di Indonesia. Ia mengungkapkan, “Kita semua mengerti bahwa kerakyatan itu adalah kekuasaan yangg diselenggarakan oleh rakyat. Dalam kehidupan bernegara di Indonesia, kerakyatan kita telah diatur oleh konstitusi yangg sudah kita definisikan itu, bahwa Demokrasi Pancasila sebagai pedoman, dan kebebasan kudu terjamin.”

“Sayangnya, ada beberapa tantangan dalam mewujudkan kerakyatan ideal di Indonesia, di antaranya adalah oligarki politik, polarisasi sosial, kerupsi dan politik uang, pembatasan kebebasan sipil,” lanjutnya.

Iwan Satriawan selaku Guru Besar norma Tatanegara UMY juga sepakat bahwa apa yangg telah disebutkan oleh para narasumber sebelumnya adalah fakta. Untuk mendukung kebenaran tersebut, dia memaparkan sejumlah info bukti realitas bernegara di Indonesia. Ia mengatakan, “Sistem kerakyatan di Indonesia adalah kerakyatan konstitusional, sehingga kerakyatan dibatasi oleh konstitusi yangg telah ditetapkan. Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi tertinggi di Indonesia, adapun yangg terendah umumnya adalah negara-negara Eropa.”

Saat muncul komparasi tersebut, dia mengusulkan buahpikiran kajian yangg lain. Guru Besar UMY ini memberi usul, “Perlu dikaji apakah tingkat korupsi ini ada kaitannya dengan sistem politik mengingat kita menganut presidensial dan negara-negara Eropa yangg masuk sepuluh besar tingkat korupsi terendah adalah negara-negara parlemen. Jika dicocokkan dengan info lain, ini tampaknya selaras dengan tingkat kepatuhan norma masyarakatnya.”

Selain itu, ada perihal lain yangg juga krusial untuk diperhatikan. Iwan mengungkapkan, “Jika bicara tentang kerakyatan di Indonesia, kita perlu bertanya apakah rakyat kita sudah berdaulat? Ini perlu diperhatikan mengingat yangg hari ini berdaulat itu bukan rakyat, tapi oligarki. Masalahnya, rakyat kita ini uneducated. Berdasarkanlaporan Democracy Index 2023, Indonesia berada di ranking ke-56 yangg artinya skor demokrasinya adalah cacat, ialah 6,53.” (-lsz)

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id