Ketika Uang Tak Lagi Berbicara: Mengapa Karyawan Hebat Memilih Pergi? - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 9 bulan yang lalu

Oleh: Febyolla Presilawati*

Ada satu pelajaran yangg sering terlewat dalam perjalanan sebuah perusahaan, duit dapat membeli waktu seseorang, tetapi tidak selalu bisa membeli hatinya. Di kembali tumpukan slip penghasilan yangg berkilau, ada cerita tentang jiwa-jiwa yangg merasa hampa. Mereka, tenaga kerja terbaik, bukan hanya bekerja untuk nomor di rekening, tetapi untuk makna yangg lebih besar.

Mencari Makna di Antara Angka

Karyawan dahsyat adalah pelukis ambisi. Mereka menciptakan karya di kanvas pekerjaan. Namun, apa gunanya karya jika tidak ada yangg memandangnya? Apa artinya upaya jika tidak ada tepuk tangan yangg merayakannya? Gaji tinggi, bingkisan besar, semua itu hanya kebisingan jika tidak disertai pengakuan.

“Berikan saya ucapan terima kasih yangg tulus, dan saya bakal melampaui ekspektasimu. Tetapi jika hanya nomor yangg kau suguhkan, saya mungkin bakal pergi mencari makna di tempat lain,” begitu kira-kira isi hati seorang tenaga kerja yangg merasa tak dihargai.

Waktu yangg Tak Bisa Dibeli

Waktu adalah kekayaan paling mahal di bumi ini, dan tenaga kerja terbaik tahu betul nilainya. Mereka tidak hanya mau bekerja, mereka mau hidup. Ketika jam kerja terlalu panjang, ketika akhir pekan hanyalah ilusi, mereka mulai bertanya: untuk apa semua ini?

“Uang memberiku rumah, tapi saya tak pernah ada di dalamnya. Memberiku waktu liburan, tapi saya terlalu capek untuk menikmatinya,” kata seorang mantan eksekutif. Pada akhirnya, mereka memilih pergi, bukan lantaran mereka tidak menghargai uang, tetapi lantaran mereka lebih menghargai hidup.

Impian yangg Tertahan

Karyawan terbaik tidak hanya bekerja untuk hari ini, tetapi juga untuk masa depan. Mereka adalah pelari jarak jauh yangg terus mencari tantangan baru. Jika perusahaan tidak memberi ruang untuk tumbuh, mereka bakal merasa seperti burung di sangkar emas: indah, tetapi terkurung.

Baca Juga: Bebas Boncos

“Mimpiku tak bisa dibiarkan membeku. Jika di sini saya tidak bisa berkembang, maka saya bakal terbang ke tempat lain,” ujar seorang ahli muda yangg memilih meninggalkan area nyamannya demi angan baru.

Apa yangg Harus Dilakukan?

Jika duit adalah bunyi yangg mulai memudar, maka perusahaan perlu berbincang dalam bahasa yangg lebih halus: bahasa hati.
1. Berikan Pengakuan Tulus
Setiap usaha, sekecil apa pun, layak dirayakan. Sebuah ucapan terima kasih, selembar sertifikat, alias apalagi senyuman tulus bisa menjadi bingkisan yangg lebih berbobot daripada nomor di slip gaji.
2. Hargai Kehidupan di Luar Pekerjaan
Berikan waktu kepada tenaga kerja untuk hidup, bukan hanya bekerja. Jam kerja yangg manusiawi alias elastisitas adalah bingkisan terbaik yangg bisa diberikan perusahaan.
3. Buka Sayap Mereka
Berikan ruang bagi mereka untuk bermimpi dan berkembang. Latih mereka, tantang mereka, percayai mereka. Jika mereka tumbuh, perusahaan pun bakal ikut tumbuh.

Dialog dengan Jiwa

Karyawan dahsyat adalah jiwa-jiwa yangg mencari arti, bukan hanya angka. Jika perusahaan mau mereka tetap tinggal, maka kudu berbincang dalam bahasa yangg tak bisa dihitung oleh kalkulator: penghargaan, waktu, dan impian.

Sebab pada akhirnya, tenaga kerja dahsyat bakal memilih tinggal di tempat di mana mereka merasa hidup, bukan hanya bekerja. Tempat di mana mereka dihargai, diberi ruang untuk bermimpi, dan diberi waktu untuk menjadi manusia.
Apakah perusahaan Anda sudah berbincang dalam bahasa itu?

*Dosen Tetap Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Aceh dan Kepala lembaga Kantor Urusan International dan Kerja sama UNMUHA

-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id