Oleh: Inti Nur Rohmah
Keluarga adalah pondasi utama dalam membangun masyarakat yangg harmonis. Dalam Islam, konsep family sakinah mencakup kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan yangg dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan dan kasih sayang. Namun, mencapai family sakinah bukanlah perihal yangg otomatis terjadi. Dibutuhkan perjuangan, komitmen, dan kerja sama antara pasangan suami istri serta personil family lainnya. Naluri dasar seorang manusia pasti menginginkan terciptanya sebuah family yangg harmonis, alias dalam bahasa Islam, family yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Tidak dapat dipungkiri, upaya dalam menciptakan family yangg sakinah meniscayakan perjuangan yangg kontinyu. Artinya, family sakinah haruslah diperjuangkan, baik suami, istri dan seluruh entitas di dalamnya. Karena itu, krusial bagi mereka yangg sudah berfamili alias belum untuk mengetahui gimana langkah menciptakan family yangg sakinah, sebuah tujuan pernikahan yangg didambakan setiap orang.
Ibu Maryam, seorang ibu yangg hidup dengan anak perempuannya. Beliau seorang penjual busana di pasar. Beliau dikenal baik dengan semua orang, ramah, murah senyum, tetapi dibalik senyumnya menyimpan luka jiwa yg sangat mendalam setelah berpisah dari suaminya. Dulu, pernikahan adalah perihal yangg sangat diimpikan olehnya, bisa mendapatkan suami yangg baik, bertanggung jawab, tapi tidak dengan saya “ucapnya.
Ibu Maryam lantaran begitu sayangnya kepada suaminya, tetap sebisa mungkin berupaya untuk mempertahankan pernikahannya, tetapi seiring berjalannya waktu, suami bukannya beruabah malah semakin menjadi, nafkah lahir dan jiwa pun mulai tidak terpenuhi. Pernikahan yangg sudah melangkah 12 tahun lamanya, kudu berakhir. Komukasi yangg tidak sehat, sifat yangg temperament dari suami, , perbedaan prinsip, dan sering cek cok di 2 tahun terakhir adalah beberapa dari banyaknya penyebab saya mengakhiri pernikahan saya “imbuhnya.
Dampak dari perceraian, biasanya anak anak merasa kehilangan rasa aman, bingung, alias takut terhadap masa depan. Potensi mengalami stres, depresi, alias kecemasan. Penurunan prestasi akademik akibat susah berkonsentrasi. Kesulitan dalam membangun hubungan sosial alias kepercayaan terhadap orang lain Perubahan dalam hubungan sosial, seperti menjauh dari kawan alias family yangg sebelumnya dekat.
Stigma sosial yangg mungkin dialami, terutama di budaya tertentu., Mencari support emosional dari keluarga, teman, alias konselor.,Mengutamakan komunikasi yangg baik dengan pasangan (jika memungkinkan), terutama untuk kepentingan anak.Fokus pada perbaikan diri dan mencari langkah untuk membangun kehidupan baru. Memberikan perhatian unik pada kebutuhan anak untuk menjaga kesehatan emosional dan psikologis mereka.
Al-Quran pada surat Ar Rum ayat 30 yangg artinya :
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar Anda merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yangg demikian itu betul-betul terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yangg berpikir.” (Q.S. Ar-Rum [30]
Baca Juga: Menghadapi KDRT: Sinergikan ‘Aisyiyah dan Amal Usaha Kesehatan dalam Membangun Keluarga Sakinah
Secara bergantian, Al-Quran membahasakan family yangg selaras dalam tiga kata, yakni sakinah, mawaddah, warahmah. Ketiga kata tersebut sekilas tidak ada perbedaan, tetapi jika diulas lebih jauh mempunyai implikasi yangg berbeda. Sakinah, misalnya, dalam kajian Quraish Shihab berarti ketenangan. Ia berasal dari rasa condong menyukai dan mau mempunyai seseorang musuh jenis.
Kata sakīnah berasal dari sakana, bermakna menempati, mendiami, menjadi tenang. Dari sini muncul kata sakan (tempat tinggal menetap) yangg berfaedah segala sesuatu yangg membikin seseorang menetap padanya lantaran kecintaan. Begitu pula kata sikkīn (pisau) lantaran dipakai menyembelih dan karenanya mendiamkan semua aktivitas sembelihan, lampau kata sakīnah yangg berfaedah ketenangan alias kedamaian (al-waqar).
Sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, dengan adanya perjuangan memungkinkan ketenangan family dapat diperoleh. Penegasan ini krusial lantaran ketenangan dan keterpautan hati tidak mungkin diperoleh dari jenis jenis berbeda. Menurut ar-Rāzī, ketenangan yangg dimaksud dalam ayat di atas adalah ketenangan yangg berdomisili dalam hati, lantaran struktur kalimatnya menggunakan preposisi ilā (sakana ilāiha), sementara jika merujuk pada makna tempat (fisik) maka preposisi yangg digunakan adalah ‘inda (sakana ‘inda. Oleh lantaran itu, melalui pernikahan, setiap pasangan suami istri diharapkan dapat merasakan ketenangan jiwa dan kebahagiaan di dalam hati keduanya sepanjang terus menerus saling mencintai dan menyayangi.
Selanjutnya, arti mawaddah adalah emosi mau bersama, bersatu, dan menyenangkan membahagiakannya. Dalam istilah Quraish Shihab, mawaddah itu kecintaan kepada seseorang yangg disertai dengan kosongnya prasangka buruk. Dalam artian, ketika sudah menikah, setiap pasangan sudah saling memandang dengan rasa cinta sehingga tidak memandang keburukan di dalamnya. nan jelek pun kita anggap baik, dan itu kudu diperjuangkan, demikian kata Quraish Shihab. Menurut Shihab, setiap orang kudu menyadari bahwa dirinya juga mempunyai kekurangan, tidak terkecuali pasangan hidupnya sehingga saling melengkapi dan mengingatkan dengan penuh kasih sayang.
Makna terakhir adalah rahmah, artinya mahabbah, cinta yangg telah berada di fase tertinggi –tanpa pamrih, menerima apa adanya, serupa apa pun keadaannya. Ketiga makna tersebut tidak bakal bisa diterapkan selain setiap pasangan saling membekali dirinya dengan pengetahuan dan kemampuan. Kemampuan yangg dimaksud adalah bisa mengendalikan emosi dan egonya, bisa bersikap dewasa, bisa saling melengkapi, dan bisa dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT
Secara teoritis, untuk bisa dekat kepada Allah swt, setiap family kudu giat dalam beribadah, sehingga hubungan dengan Allah tidak terputus, dengan angan jika ada bentrok alias perbedaan pendapat mudah untuk saling mengerti dan diselesaikan secara kasih sayang. Betapa banyak family yangg acak-acakan dikarenakan terputus hubungannya dengan Allah, namalain ibadahnya berantakan. Karena itu, karakter utama family sakinah adalah adanya relasi yangg sehat antar-anggotanya sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan berkarya untuk kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat, dan umat manusia pada umumnya.
Membangun family yangg sakinah haruslah diperjuangkan. Tidak bisa hanya satu orang saja, melainkan seluruh family (suami, istri, anak) saling menopang dan melengkapi satu sama lain. Dengan begitu, tujuan pernikahan yakni sakinah akan tercapai. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Pegawai RS PKU Muhammadiyah Gamping dan Mahasiswa RPL S1 Keperawatan UNISA Yogyakarta
English (US) ·
Indonesian (ID) ·