Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman Otoritas Keagamaan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

BANDUNGMU.COM, Bandung — Melihat kecenderungan anak-anak generasi sekarang nan lekat dengan media sosial dan media digital, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ismail Fahmi menyebut mereka belajar Islam dan berjumpa dengan nan anti Islam.

Ismail Fahmai menyampaikan perihal tersebut di aktivitas Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa “Strategi Dakwah Digital” nan berjalan pada Senin (27/03/2023).

Ismail Fahmi mengatakan bahwa hubungan mereka dengan pihak nan anti Islam, apalagi anti agama, menjadikan generasi milenial ini menganggap kepercayaan tidak penting.

Belajar dari kecenderungan tersebut, Ismail Fahmi membujuk agar metode dakwah nan dilakukan agar mengikuti perubahan.

“Cara komunikasi, langkah mencari info inilah nan menjadi dasar krusial bagi kita kudu berubah dalam metode dakwah,” ungkap Founder Drone Emprit ini seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah.

Goyahnya otoritas keagamaan

Perkembangan teknologi digital nan begitu pesat berakibat pada goyahnya otoritas keagamaan nan selama dianggap otoritatif. Umat tidak lagi bertanya kepada sosok otoritas tersebut. Pengetahuan keagamaan mereka dapatkan dari artificial intelligence (AI) alias kepintaran buatan nan semakin mudah diakses.

Kecerdasan buatan ini secara tidak langsung menjadi ancaman. Pasalnya, kata Ismail Fahmi, seringkali AI mereduksi pengetahuan tentang urusan-urusan keagamaan. Meski sangat membantu, info dalam media digital juga bercampur dengan info sesat, hoakS, dan sebagainya.

Ismail Fahmi menjelaskan bahwa keberadaan info media sosial nan dikonstruksi dalam kepintaran buatan bisa menjadi senjata nan bakal menyerang generasi muda Indonesia. Bukan secara fisik, melainkan menyerangkan pikiran dan mental mereka.

“Berbicara tentang sasaran dakwah ini nan menjadi sasaran (generasi milenial, gen z, dan post gen z) anak-anak kita ini,” tutur Ismail Fahmi.

Perhatian nan diuangkan

Dia menyarankan, ketika sudah mempunyai sasaran dakwah nan sudah jelas, metode dakwah meliputi pola dakwah, model, gaya, dan pesannya kudu disesuaikan dengan kecenderungan generasi milenial, generasi z, dan post generasi z.

Dampak negatif muncul ketika AI nan digunakan di beragam macam media sosial tersebut hanya mengejar untung dengan konten-konten info nan mengandung permusuhan, perpecahan, dan info salah, tanpa mempedulikan kemanusiaan.

“Di kembali AI itu ada optimasi, nan dioptimasikan adalah attentions economic alias perhatian nan diuangkan,” ungkap Ismail Fahmi.

Perhatian nan bisa diuangkan, kata Ismail Fahmi, ada dua, ialah like dan discussion – comment. Konten alias info nan menimbulkan kontroversi, itu selaras dengan timbulnya atensi nan bisa diuangkan.***

-->
Sumber bandungmu.com
bandungmu.com