BANDUNGMU.COM, Bandung — Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan tidak bisa terpisahkan dengan kampung Kauman lantaran tokoh bangsa sekaligus pahlawan nasional ini lahir di sana.
Ya, KH Ahmad Dahlan lahir pada 1868, bertepatan dengan tahun 1285 Hijriah, di perkampungan Kauman, dekat dengan Keraton Yogyakarta.
Kauman adalah nama sebuah kampung nan terletak di pusat Kota Yogyakarta. Kawasan ini dulu terbelah oleh lorong nan berdebu dan gang nan sempit.
Di antara rumah-rumah nan berdempetan, hanya ada satu-dua nan berhalaman luas. Namun, suasananya begitu tenteram dan sejuk. Hampir seluruh penghuninya tetap mempunyai hubungan darah satu sama lain dan merupakan penganut Islam nan taat.
Arti Kauman
Mengutip kitab “Manusia di Panggung Sejarah” karya Kholid O Santosa, nama Kauman sendiri merupakan bingkisan nan pemberian Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Artinya (Kauman) ialah permukiman para kaum, ulama, alias juga berfaedah kaum nan beriman, alias jika mengambil dari bahasa Arab, qaimuddin, nan berfaedah para penegak kepercayaan Islam.
Belakangan nama Kauman lekat dengan kampung nan terletak di letak masjid agung di seluruh kota/kabupaten dan kawedanan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Biasanya komplit dengan lapangan alias alun-alun nan terhampar di depan setiap masjid agung.
Meski demikian, kehidupan masyarakat Kauman tetap lekat dengan tradisi priayi dan menganut sistem feodal sebagai akibat tetap tebalnya pengaruh “aristokrasi” dan “feodalisme” di masa itu nan menyelimuti seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Oleh lantaran itu, meskipun masyarakat Kauman umumnya terdiri atas kaum beragama, sifat kebekuan dan kekolotan tetap menguasai alam pikiran mereka.
Para ulamanya juga merupakan ulama-ulama keraton nan nasib kehidupan sehari-harinya berada dalam kekuasaan sultan. Mereka umumnya adalah pegawai-pegawai nan mendapat penghasilan dari sultan.
Suasana lingkungan aristokrasi dan feodalisme tersebut menyebabkan masyarakat Kauman hidup dalam alam dan lingkungan nan statis. Di tengah lingkungan nan demikian itulah KH Ahmad Dahlan lahir.
Maulana Ishak dan Maulana Ibrahim
Nama mini KH Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Tokoh pembaru Islam ini lahir dari pasangan orangtua nan terkenal sebagai pemuka kepercayaan Islam.
Ayahnya, ialah KH Abu Bakar, merupakan seorang khatib dan pemimpin di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Sementara ibunya merupakan anak seorang penghulu berjulukan Ibrahim. Silsilah keturunannya menunjukkan bahwa KH Ahmad Dahlan mempunyai keturunan priayi dan ustad sekaligus.
Ayahnya Abu Bakar adalah putra dari KH Muhammad Sulaiman, putra Kiai Murtadla, putra Kiai Ilyas, putra Demang Djurang Djuru Kapindo, putra Demang Djurang Djuru Sapisan, putra Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig, putra Maulana Ishak, dan putra Maulana Ibrahim.
Muhammad Darwis menjalani kehidupan kecilnya dengan berbaur secara intens dengan kawan-kawan dan tetangga-tetangganya. Ia dikenal sebagai seorang anak nan rajin, jujur, suka menolong, dan punya banyak kelebihan.
Muhammad Darwis juga terkenal sebagai anak nan pandai pikirannya, pesat dengan kemajuan nan dicapainya, suka memperhatikan kata-kata, dan doyan bertanya terhadap apa nan dia belum mengetahuinya.
Oleh lantaran itu, teman-teman dan tetangga-tetangganya menyukai dirinya. Ia mempunyai kepandaian membikin kerajinan tangan dan doyan bermain layang-layang serta gangsing. Hingga menginjak usia remaja, semua kegemaran tersebut tidak hilang.
Belajar kepada Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Dalam bagian pendidikan, Muhammad Darwis mengalami pendidikan masa kecilnya dengan mendapat didikan dan didikan langsung dari orangtuanya.
Dari ayahnya dia belajar tentang beragam pengetahuan kepercayaan Islam dan membaca Al-Quran. Namun, untuk melengkapi pengetahuan Islamnya, Muhammad Darwis juga mengikuti pengajian bagi anak-anak di kampung lain.
Pada 1890, saat usia tetap remaja, Muhammad Darwis diminta ayahnya untuk menunaikan ibadah haji sembari memperdalam Islam di Tanah Suci.

Di sana Muhammad Darwis bermukim selama beberapa tahun untuk menekuni pengetahuan kiraat, tauhid, fikih, tasawuf, pengetahuan falak, dan beragam pengetahuan lainnya.
Di Tanah Suci pula Muhammad Darwis berjumpa dan belajar kepada seorang ustadz masyhur asal Minangkabau ialah Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.
Semangat pembaruan Islam
Setelah sekian tahun bermukim di negeri orang dan belajar pengetahuan agama, Muhammad Darwis kembali ke Nusantara dengan nama baru, ialah Ahmad Dahlan.
Ia begitu antusias untuk sebuah cita-cita melakukan pembaruan pemikiran dan pengamalan Islam. Ia mengawali cita-citanya itu dengan mengubah arah kiblat shalat pada arah nan semestinya.
Ia juga mengorganisasi kawan-kawannya di wilayah Kauman untuk melakukan pekerjaan sosial dengan memperbaiki kondisi higienis daerahnya dengan memperbaiki dan membersihkan jalan-jalan dan parit-parit.
Perubahan-perubahan hasil inisiasi KH Ahmad Dahlan boleh jadi mini artinya. Namun, perihal itu justru memperlihatkan kesadaran KH Ahmad Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan lama nan tidak baik, dan dalam pandangannya, memang tidak sesuai dengan aliran Islam.***