Kader IMM UINSA di Balik Gugatan UU MD3: Suara Rakyat Tak Boleh Direduksi Fraksi - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

 Suara Rakyat Tak Boleh Direduksi Fraksi

Dian Prahara Batubara setelah sidang pengucapan Putusan Nomor 159/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Foto: Kiriman narasumber.

MAKLUMAT – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak seluruh permohonan uji materi Pasal 170 ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Meski demikian, putusan ini tidak menyurutkan langkah para pemohon yangg adalah dua mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA).

Salah satu pemohon, Dian Prahara Batubara mengatakan bahwa dia bakal terus berjuang mengenai perihal ini. Sebab sangat krusial untuk memastikan bunyi rakyat di parlemen tidak sekadar direpresentasikan oleh fraksi. Menurutnya, bunyi itu kudu dibawa langsung oleh personil DPR yangg mewakili rakyat.

Bagi Dian -sapaan akrabnya- perjuangan ini adalah bentuk baktinya sebagai mahasiswa Hukum Tata Negara sekaligus kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ia bercerita, langkahnya ke MK bukanlah keputusan yangg tiba-tiba. Semua berasal dari kekecewaannya terhadap proses legislasi di Senayan.

Dian mengingat jelas pengalaman langsungnya di lapangan saat mengikuti tindakan penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Di tengah kericuhan, dia menyaksikan bahwa penduduk yangg menentang RUU itu justru mengalami kekerasan. Padahal mereka hanya menyuarakan pendapat atas produk norma yangg dibuat wakil rakyat sendiri.

“Warga negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi justru mengalami tindakan kekerasan hanya lantaran sebuah produk norma yangg dibuat oleh wakil mereka,” ujar Dian kepada wartawan Maklumat.id pada Jumat (17/10/2025).

Momen itu menyalakan keresahan dalam diri Dian. Ia mulai menelusuri gimana proses legislasi sebenarnya melangkah di DPR. Dari pengamatan dan penelusuran dokumen, dia menemukan bahwa dalam rapat pembahasan RUU, seluruh fraksi menyetujui RUU TNI, meski di lapangan banyak masyarakat yangg menolak. Ketimpangan itu membuatnya merasa ada bunyi rakyat yangg tereduksi oleh kepentingan partai politik.

“Kami memandang pandangan dalam rapat pembahasan RUU disampaikan oleh fraksi, bukan oleh personil DPR secara pribadi. Padahal personil DPR itu dipilih oleh rakyat di wilayah pemilihannya. Jadi semestinya mereka membawa bunyi daerah, bukan bunyi partai politik,” jelasnya.

Dari situ, Dian berbareng rekannya, Moch. Jian Niam Al Kamil, mengusulkan uji materi ke MK. Mereka meminta agar kata “fraksi” dalam Pasal 170 ayat (4) huruf a UU MD3 diganti menjadi “daerah pemilihan”. Dengan perubahan itu, setiap personil DPR wajib membawa aspirasi rakyat dari dapil masing-masing, bukan sekadar mengikuti garis partai.

Namun, MK menolak seluruh permohonan mereka melalui Putusan Nomor 159/PUU-XXIII/2025. MK menilai jika pandangan disampaikan per wilayah pemilihan, proses legislasi bakal menjadi sangat rumit. Hal ini juga berpotensi mengacaukan sistem kerja DPR yangg berbasis fraksi.

Keberanian Berpihak Pada Rakyat

Meski putusan MK menutup langkah norma mereka, Dian menegaskan bahwa perjuangannya belum berakhir. Baginya, kasus ini lebih dari sekadar menang alias kalah di meja hukum; ini soal menjaga kedaulatan rakyat dan memastikan norma berpihak pada keadilan masyarakat.

“Kami bakal terus berjuang, lantaran ini soal kedaulatan dan keadilan masyarakat. Hukum itu kudu punya tiga aspek: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian,” tegasnya.

Sebagai kader IMM, Dian mengaitkan perjuangan konstitusional ini dengan nilai-nilai dasar aktivitas dari organisasi yangg dia ikuti. Ia meyakini pengetahuan yangg mahasiswa pelajari di kampus kudu berfaedah bagi masyarakat luas, bukan hanya untuk konsumsi pribadi.

“Di IMM kami diajarkan trilogi: keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Ilmu yangg kami pelajari kudu berfaedah bagi masyarakat, bukan hanya konsumsi pribadi,” ujar Dian yangg juga adalah Ketua Umum IMM Komisariat Leviathan UINSA.

Dian juga mengakui dorongan dan pengarahan dari senior-senior IMM membuatnya semakin percaya bahwa perjuangan lewat jalur konstitusi adalah corak nyata dakwah intelektual mahasiswa. Ia menekankan bahwa keberanian untuk berpihak pada rakyat adalah inti dari langkah ini, bukan sekadar menang alias kalah di pengadilan.

“Banyak dorongan dari senior IMM yangg membantu dan memantik kami untuk mencari solusi. Ini bukan soal menang alias kalah, tapi soal keberanian kader untuk berpihak pada rakyat,” pungkasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

-->
Sumber MaklumatID
MaklumatID