BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Muhammadiyah tidak melarang apalagi mendorong kader maupun Warga Muhammadiyah yangg potensial untuk menyukseskan Pemilu 2024.
Namun, Ketua Umum Pimpinan Pusat Haedar Nashir mengingatkan jangan menggunakan simbol alias atribut organisasi dan ingat khittah Muhammadiyah.
Pesan tegas tersebut disampaikan Haedar di aktivitas Silaturahmi Lebaran 1444 H di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Minggu (30/04/2023).
Pesan tersebut sekaligus mengingatkan agar daya Muhammadiyah tidak terkuras lenyap hanya untuk urusan Pemilu 2024. Sebab, kata Haedar, tetap banyak ladang-garapan dakwah yangg butuh banyak daya dan perhatian.
Sementara itu, kepada penyelenggara pemilu, Guru Besar Sosiologi ini berpesan agar Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu dan berjalan secara bersih, jujur, adil, demokratis, dan bermartabat.
Oleh lantaran itu, Haedar mendorong penduduk Muhammadiyah agar menggunakan perihal pilihnya. “Kita seluruh penduduk Muhammadiyah untuk menggunakan kewenangan pilihnya,” ungkap Haedar seperti bandungmu.comm kutip dari laman resmi Muhammadiyah, Senin 01 Mei 2023.
Haedar mengingatkan khususnya kepada kader dan penduduk Muhammadiyah yangg mempunyai kecenderungan politik untuk ingat khittah Muhammadiyah.
Sebagai produk organisasi, khittah Muhammadiyah wajib diikuti oleh seluruh lembaga dan penduduk Muhammadiyah. Namun, Haedar menegaskan bahwa secara organisasi, Muhammadiyah tidak mengintervensi pilihan warganya.
“Yang kami tekankan dukung mendukung alias tolak menolak itu biar menjadi urusan pribadi. Jangan membawa-bawa simbol organisasi apalagi organisasinya,” tegas Haedar.
Haedar juga berpesan agar kader dan penduduk Muhammadiyah yangg terlibat dalam mendukung calon untuk kreatif. Menurutnya, tidak perlu menggunakan simbol-simbol Muhammadiyah.
Dalam pandangannya, dengan tidak menggunakan simbol-simbol Muhammadiyah bakal bisa menjangkau lebih banyak masa dari luar Muhammadiyah.
“Itu kurang pandai menurut saya. Padahal, di politik itu juga perlu kepintaran agar berperadaban jika menang bisa dengan elegan, jika kalau kalah juga tidak jatuh diri. Kita kudu tetap jaga Muhammadiyah lantaran harganya terlalu mahal jika kita mengorbankan organisasi. Namun, Muhammadiyah elegan memberikan keleluasaan,” ungkap Haedar.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mempunyai sistem tersendiri dalam mengatur anggotanya yangg masuk dalam tim-tim sukses, pemenangan, dan sebagainya.
Mereka bisa melalui sistem non-aktif di organisasi. Mekanisme ini untuk mendukung kader Muhammadiyah yangg potensial untuk terjun melalui partai politik dan kekuatan di lembaga mana pun dengan angan membawa misi Muhammadiyah.
“Jadilah petugas Muhammadiyah, tetapi jangan menjadi petugas partai di Muhammadiyah. Beda jika membawa misi Muhammadiyah. Kalau membawa misi Muhammadiyah keluar itu artinya Muhammadiyah yangg menyinari, artinya kader itu membawa misi Muhammadiyah, bukan sebaliknya,” tutur Haedar.
Pesan yangg disampaikan ini diharapkan selalu diindahkan oleh seluruh komponen Muhammadiyah karena pesan tersebut merujuk pada khittah Muhammadiyah.
Melalui sikap tersebut Haedar meyakini bahwa Muhammadiyah tidak bakal tertinggal kereta dari dinamika zaman. Sebab Muhammadiyah punya pengalaman, kedewasaan, dan kekuatan yangg tidak pernah terkuras lantaran peristiwa lima tahunan tersebut.
“Lebih-lebih kepada ketua Muhammadiyah dari pusat sampai bawah, teruslah kita menjaga marwah Muhammadiyah, garis Muhammadiyah, dan ketulusan kita mengemban misi dakwah dan tajdid yangg mencerdaskan, memberdayakan, dan memajukan umat, bangsa dan kemanusiaan semesta,” tandas Haedar.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·