BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Peradaban Islam pernah mencapai kemajuan pesat dalam pengembangan pengetahuan pengetahuan selama delapan abad (dari abad ke-7 hingga ke-15).
Selama periode ini penekanan kuat diberikan kepada pencarian dan pengembangan pengetahuan pengetahuan. Hal inilah yangg menjadikan peradaban Islam menjadi pionir dalam hukum, pengetahuan sosial, sains dan teknologi.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar dalam Seminar Integrasi Keilmuan dalam Hisab, Rukyat, dan Kalender Global Unikatif di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Jumat (02/06/2023), ada lima aspek yangg membikin Islam menjadi peradaban terdepan.
Faktor pertama adalah karakter dasar aliran Islam sendiri yangg menjadikan pengetahuan sebagai suatu nilai dasar yangg tinggi dalam hidup manusia.
Pengagungan terhadap pengetahuan ini memobilisasi para ustadz untuk melakukan riset dan pengembangan wacana keilmuan.
Faktor kedua minat para penguasa khususnya khalifah terhadap pengetahuan pengetahuan dan menjadikannya sebagai kebijakan yangg didukung kuat secara politik.
Para penguasa ini mendorong para intelektual untuk berkarya dalam beragam bagian pengetahuan sesuai kecenderungan masing-masing.
Menurut Syamsul, perhatian para penguasa muslim pada abad pertengahan terhadap pengembangan pengetahuan pengetahuan ini dimotivasi oleh beberapa hal.
Pertama, semangat aliran kepercayaan yangg mendorong kuat kecintaan dan upaya pencarian pengetahuan pengetahuan (pursuit of knowledge).
Kedua, dorongan untuk mendapatkan kebanggaan. Ketiga, berkembangnya pengetahuan merupakan salah satu sumber legitimasi kekuasaan.
Faktor ketiga adalah adanya sikap terbuka imajinatif yangg berkembang di kalangan umat dan para intelektual serta sarjana muslim era itu terhadap peradaban lain yangg lahir dari suatu pandangan bumi yangg open minded.
Faktor keempat adalah pandangan bumi optimistik yangg memandang alam dan kehidupan bumi sebagai suatu hidayah Tuhan yangg baik yangg kudu dimanfaatkan dan dikelola sedemikian rupa.
Yakni pengelolaan yangg sesuai dengan koridor teologis bahwa pada asasnya segala sesuatu itu mubah, selain yangg dinyatakan dilarang secara tegas.
Dunia dilihat tidak sebagai suatu yangg tercela dan terjauhkan dari rida Tuhan dan karenanya kudu dijauhi.
Sikap seperti ini telah membebaskan umat dari suatu corak ketertutupan diri dan konservatisme yangg melumpuhkan dinamika.
“Pandangan bumi yangg terbuka dan optimistik ini telah membikin umat Islam terbuka terhadap peradaban mana pun dan membikin mereka imajinatif dan pro aktif dalam mengelola bahan-bahan budaya dari peradaban lain sehingga dengan semangat itu pengetahuan pengetahuan menjadi berkembang pesat,” tutur Syamsul.
Faktor kelima adalah support ekonomi altruistik yangg memadai terutama dari sektor perwakafan.
Pada era tengah Islam, wakaf memainkan peran krusial dalam pengembangan pendidikan dan riset ilmiah.
Perguruan-perguruan merupakan tempat belajar pengetahuan pengetahuan yangg cuma-cuma lantaran support biaya wakaf.
“Dengan etos keilmuan umat yangg kuat dan dorongan seperti ini peradaban Islam mencapai kejayaannya dalam pengembangan pengetahuan di abad tengah,” tegas Syamsul.
“Namun, kemudian peradaban ini mengalami kemerosotan dan berbarengan dengan kemerosotan peradaban Islam itu terjadi kemunduran aktivitas keilmuan yangg berujung pada ketertinggalan jauh kaum muslimin dalam bagian iptek seperti sekarang ini,” keluh Syamsul.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·