Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM, Bandung — Hal yangg lumrah jika ada orang yangg berkemauan untuk mendapatkan sebuah jabatan, apalagi dari kedudukan tersebut ada nilai tambah materi dan imateri.
Dari kedudukan yangg didapatkan sudah dipastikan bakal meningkatkan prestise lebih, selain pujian dan apresiasi dari saudara, kolega, hingga masyarakat luas.
Persaingan untuk mendapat kedudukan sering menghiasi dalam pemerintahan melalui lelang kedudukan alias open biding dari kedudukan di bawah naik ke atas. Pada bumi perusahaan pun tak kalah menarik bahwa perihal ihwal persaingan kedudukan untuk berkarier, misalnya dari cleaning service hingga CEO.
Jabatan diperebutkan alias bersaing mendapatkannya merupakan perihal yangg wajar asal demi kebaikan.
Dapat dipastikan tidak mungkin kedudukan diberikan begitu saja tanpa ada proses yangg normal, selain perpindahan kedudukan perusahaan dari orang tua ke anak itu dapat terjadi.
Sementara itu jika dalam pemerintahan tidak bertindak peralihan dari orang tua kepada anak kandung alias sejenisnya.
Menjabat satu posisi banyak diidam-idamkan orang. Selain duit saku makin tebal dan rekening penuh, juga menambah nilai lain yangg bisa mendatangkan penghargaan, penghormatan, dan bergaining position individual secara sosial.
Hal itu pada umumnya terjadi dan datang kepada siapa pun yangg usianya beranjak masuk usia dewasa lanjut.
Dalam bahasa familiar disebut usia produktif yangg masanya mendapatkan kenaikan kedudukan dalam bumi kerja.
Soal substansi
Hal lain nyaris bertindak sama dalam bumi sosial politik. Jabatan lebih dipahami substansinya sebagai suatu corak kekuasaan yangg bisa mengendalikan lembaga alias bagian krusial yangg strategis dalam pengambilan kebijakan dalam sebuah lembaga organisasi.
Biasanya untuk mendapatkan posisi itu selalu dilakukan dengan langkah percepatan dan suksesi permusyawaratan sesuai dengan tingkat dan level struktur yangg dianut.
Di kembali perihal ihwal yangg berkenaan dengan jabatan, otomatis identik dengan istilah pemimpin dan bawahan jika dalam bumi kerja. Majikan dan pekerja dalam bumi industri. Ada pejabat dan rakyat jika dalam struktur pemerintahan.
Artinya, manakala ada istilah menjabat yangg identik dengan bawahan alias atasan, maka pemimpin berfaedah dan berkedudukan menjadi pemimpin.
Dia kudu memberikan pengarahan dan pengarahan hingga mengorganisasi lembaga untuk mencapai tujuan yangg disepakati.
Konsekuensinya ialah ada yangg diarahkan dan ada yangg dilayani sesuai dengan kebutuhan untuk kemajuan organisasi alias institusi. Semuanya kudu melangkah berbareng untuk tujuan yangg hendak dicapai.
Sementara merakyat pun sangat diidam-idamkan juga. Berharap siapa pun mereka yangg sudah didaulat menjadi seorang pejabat mewakili rakyat semestinya bersikap menjadi seseorang yangg tetap mempunyai kepekaan dan kepedulian penuh empati dan simpati.
Menunjukkan keberpihakan pada kebenaran yangg konstitusional, baik sesuai dengan aliran kepercayaan maupun peraturan perundang-undangan yangg berlaku.
Merakyat
Sikap merakyat bukan pencitraan penuh tipu daya, bukan pula sekadar basa-basi sesuka hati tanpa arti.
Sikap merakyat senantiasa memihak yangg benar, mengadvokasi yangg lemah, memberdayakan orang yangg belum sejahtera, dan berupaya menjauhi sikap-sikap yangg bernunansa menindas pada sesama.
Perbuatan merakyat merupakan sebuah tuntunan sikap bagi siapa pun yangg menjadi ketua alias atasan.
Hal ini bertindak juga bagi para pejabat alias birokrat pemerintahan di mana pun dan seperti apa level jabatannya.
Antara menjabat dan merakyat pada faktanya jauh dari bumi ke langit. Sikap dan perilaku pejabat condong arogan dengan pasang muka judes dan sok pejabat lantaran seolah-olah berkuasa. Sering mereka dalam keseharianya dilayani oleh pihak-pihak lain.
Merakyatnya sikap seseorang yangg diberi amanah sebuah kedudukan bukan sesuatu yangg wah dan mewah, melainkan beban berat yangg kudu dipikul penuh tanggung jawab. Bahkan kadang-kadang dianggap suatu musibah.
Sadar pada perihal tersebut, mereka dalam perbuatannya semaksimal mungkin menempatkan diri menjadi pelayan yangg baik dan senantiasa kapan saja melayani bawahan alias rakyat penuh ketulusan dan ikhlas.
Perlu dicatat bahwa kebenaran sosial hari ini dalam sebuah lembaga apa pun kedudukan sudah menjadi magnet setiap perseorangan untuk mengambil posisi tersebut.
Hal itu lantaran menjadikan dirinya sangat berbobot dan terhormat sehingga dijual nilai mahal. Baik senyumanya maupun sikap dan tindakannya dibuat mahal.
Tidak asing jika untuk sebuah tanda tangan saja gimana kudu berbobot nominal nomor alias butuh proses panjang melalui meja satu ke meja lainya hingga berapa lama arsip dapat masuk ke meja pejabat paling tinggi. Setelah itu, kembali lagi ke meja-meja sebelumnya.
Luar biasa mahalnya proses birokrasi yangg selama ini dirasakan nyaris semua orang. Padahal hanya sebuah tanda tangan, tetapi kudu menempuh berhari-hari, berminggu-minggu, dan seterusnya.
Lebih parah lagi arsip yangg bakal ditandatangi lenyap entah ke mana. Begitulah kisah cerita antara pejabat dan rakyat.
Akhirnya sikap pada kasus cerita di atas menjadi tradisi dan budaya pejabat di negeri antah berantah.
Itu terjadi kabarnya di sebuah instiusi pemerintahan dan lembaga yangg banyak bergesekan dengan anggaran pendanaan.
Tanpa dirasa budaya tersebut menetes dan merembet pada lembaga sosial dan entitas nirlaba lainnya.
Yang lebih parah lagi, pola dan perilaku tersebut untuk mempercepat proses ujung-ujungnya jadi ada nilai tukar rupiah: wani piro? Hal itu sudah menjadi rahasia umum yangg lumrah di lingkungan lembaga apa pun.
Pertanggung jawaban
Begitulah mahal dan berharganya menjabat dan juga murah dan duafanya merakyat. Saat ini orang berlomba-lomba mendapatkan jabatan.
Tidak peduli berapa pun harganya. Hal yangg krusial dapat terbeli. Dalam benaknya suatu saat bakal kedudukan itu bakal dijual semahal mungkin demi margin yangg besar dan banyak.
Semoga perihal tersebut tidak diwariskan pada generasi berikutnya walaupun berat untuk menolak budaya dan tradisi yangg banyak menyakiti hati seperti itu.
Orang Sunda punya falsafah, “Disipuh ku karipuh, diasah ku kanyaah, tur dituntun ku santun. Kudu inget ka purwadaksi.”
Semoga sahabat, kolega, dan kerabat yangg menjabat kembali pada prinsip sebenarnya bahwa kedudukan hanya sementara. Suatu saat bakal berakhir.
Jabatan bakal diminta pertanggungjawaban di akhirat. Sekalipun selamat di depan rakyat (dunia), di depan Hakim Mahaadil bakal ada keadilan yangg super adil. Tidak bakal ada yangg lolos.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·