Oleh: Entin Muryanti
“Saya percaya, Allah tidak bakal meninggalkan saya,” tutur Mbak Par kepada saya suatu hari. Mbak Par pun mulai bercerita tentang rumah tangganya. Ternyata, selama bertahun-tahun, dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Mbak Par mengungkapkan bahwa kepalanya pernah dipukul oleh sang suami hingga terluka.
KDRT, selain menimbulkan cedera fisik, juga menyebabkan trauma psikologis bagi korbannya. Korban bisa mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), gangguan kesehatan jiwa yangg dipicu oleh peristiwa traumatis. Gejala PTSD di antaranya adalah, ketakutan, kerentanan, hingga ketidakberdayaan. Seseorang yangg mengalami masalah ini perlu mendapatkan penanganan segera. Jika tidak, gangguan mental yangg lebih parah bisa terjadi. Terlebih, jika pelaku kekerasan tetap tinggal di lingkungan yangg berdekatan. Gejala PTSD bisa muncul berbulan-bulan setelah kejadian traumatis. Bahkan, bisa muncul bertahun-tahun kemudian.
KDRT juga dapat menimbulkan depresi. Depresi adalah kondisi mental yangg ditandai dengan emosi sedih dan kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu yangg lama. Depresi sering memengaruhi perasaan, langkah berpikir, dan berperilaku, apalagi hubungan dengan orang di sekitar. Depresi dapat menyebabkan beragam masalah emosional dan bentuk serta menyebabkan penderitanya tidak bisa beraktivitas seperti sedia kala.
Tanpa penanganan yangg tepat, depresi bisa memburuk dan berjalan lebih lama. Dalam kasus yangg lebih serius, depresi dapat menyebabkan tindakan melukai diri sendiri, hingga bunuh diri.
Korban KDRT dapat pula mengalami gangguan kecemasan. Seseorang dengan gangguan kekhawatiran dapat mengalami rasa takut secara tiba-tiba jika terkenang dengan tindak kekerasan yangg menimpanya atau, bahkan, tanpa karena yangg jelas. Bila kondisi ini dibiarkan, maka bakal membawa akibat yangg tidak baik terhadap kehidupan sehari-hari.
Mbak Par telah bertindak betul dengan membuka diri kepada orang lain. Mengungkapkan tindakan KDRT yangg terjadi tidak berfaedah membuka kejelekan pasangan. Kehidupan di dalam family memang merupakan ranah pribadi. Tapi, jika terdapat KDRT yangg membahayakan keselamatan korban, seperti penganiayaan bentuk yangg menyebabkan cedera, maka korban perlu mencari pertolongan dari pihak-pihak terdekat yangg dapat membantu.
Dengan bercerita, Mbak Par telah menghindarkan diri dari akibat bentuk dan psikis yangg bisa timbul di kemudian hari. Dengan membuka diri, Mbak Par juga bakal memperoleh dukungan. Dukungan ini sangat krusial lantaran bisa menguatkan secara psikis. Orang-orang di sekitar Mbak Par juga bakal lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya KDRT lagi hingga bisa mengambil respon yangg tepat. Ini bukan lagi masalah ikut kombinasi dengan urusan rumah tangga orang lain, tapi sudah menyangkut keselamatan seseorang.
Sebagai tetangga, saya dan keluarga, jelas, tidak bisa mengabaikan KDRT yangg terjadi terhadap Mbak Par. Saya senantiasa menekankan kepada Mbak Par bahwa dia tidak sendiri dalam menghadapi masalah. Ada orang-orang yangg bakal siap membantu. Penguatan seperti ini krusial untuk dilakukan, apalagi korban KDRT tetap hidup berbareng pelaku.
Kedekatan Mbak Par dengan saya, memberi saya kesempatan lebih baik untuk ‘mendidik’ beliau. Mbak Par kudu mempunyai pengetahuan yangg memadai tentang seluk beluk KDRT sehingga tahu apa yangg kudu dilakukan, siapa yangg kudu dihubungi, atau, bahkan, langkah memberikan kode jika sedang mengalami kekerasan dan butuh pertolongan.
Rasa trauma bakal membikin seseorang menjadi tidak percaya dengan orang-orang dan lingkungan sekitar sehingga bakal condong untuk menarik diri. Oleh lantaran itu, saya dan family juga senantiasa berupaya memberikan hubungan sosial yangg menyenangkan untuk Mbak Par. Bahkan, saya sering membujuk beliau berpiknik berbareng keluarga.
Baca Juga: Ikhtiar Menghadapi Kemelut Dalam Keluarga
Alhamdulillah. Apa yangg saya dan para tetangga usahakan untuk menolong Mbak Par membuahkan hasil. Dengan keberanian yangg telah dia kumpulkan, Mbak Par menyatakan bakal siap melaporkan suaminya ke kepolisian andaikan melakukan penganiayaan lagi. Beliau berkeinginan untuk mengakhiri lingkaran kekerasan yangg selama ini membelenggunya. Saya berterima kasih Mbak Par bisa bangkit dan melawan kezaliman yangg dialaminya.
Kisah Mbak Par hanyalah satu contoh dari ribuan kisah wanita yangg mengalami KDRT. Mengutip Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah yangg dimuat dalam Laman Suara Aisyiyah jenis 22 Desember 2024, “Kekerasan terhadap wanita tetap menjadi rumor utama, dengan banyak kasus yangg belum terungkap alias terselesaikan.”
Beliau mengungkapkan bahwa kekerasan dalam ranah individual seperti dalam rumah tangga pun lebih tinggi dibanding dalam ranah publik. Faktor budaya, kurangnya akses terhadap support hukum, serta ketidaksetaraan menjadi tantangan utama dalam penanganan masalah ini.
“Kita kudu terus berupaya meningkatkan kesadaran dan menegakkan norma guna melindungi hak-hak wanita dan memberikan keadilan bagi perempuan,” tegasnya.
Senada dengan Salmah, Raini Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan, mengungkapkan bahwa KDRT di tanah air merupakan kejadian gunung es. Artinya, tetap banyak wanita korban yangg tidak melapor kepada pihak berwenang, sehingga kekerasan berpotensi tetap terjadi.
Maka, di sinilah pentingnya peran semua personil masyarakat dalam mengungkap KDRT yangg terjadi di lingkungannya. Untuk kemudian memberi support baik secara moral maupun material. Memberi penguatan psikis, penyuluhan tentang hak-hak perempuan, hingga support hukum. Melakukan langkah-langkah nyata untuk menolong korban KDRT sesuai keahlian dan kapabilitas masing-masing.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan hanya masalah individu, tetapi masalah berbareng yangg kudu dihentikan berbareng pula.
Mbak Par benar. Allah tidak bakal meninggalkannya.
English (US) ·
Indonesian (ID) ·