BANDUNGMU.COM, Bandung — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa puasa merupakan proses pembentukan ketakwaan nan secara ideal melahirkan spiritualitas utama dan luhur.
Puasa tidak boleh hanya menjadi ibadah rutinas tahunan, tetapi mesti ada signifikansi peningkatan kualitas diri setiap umat Islam. Haedar kemudian menguraikan beberapa poin krusial mengenai nilai-nilai spiritualitas ibadah puasa.
Pertama, puasa momentum untuk semakin dekat dengan Allah. Puasa sebagai bagian dari ibadah mahdah merupakan aktivitas nan hanya boleh dilakukan lantaran Allah.
Tunduk dan alim kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa merupakan satu langkah untuk menjadi insan nan baik. Insan nan tidak mungkin tergoda melakukan perkara-perkara nan dilarang kepercayaan seperti risywah, namimah, dan madzmumah.
“Orang nan dekat dengan Allah, dia tidak bakal menyimpang, tidak bakal korupsi, dia tidak bakal menyeleweng dan melakukan hal-hal jelek lainnya, hatta dia mempunyai kesempatan (berbuat buruk). Dengan puasa bakal terjadi aktivitas spiritualitas tertinggi, di mana setiap muslim bakal terjaga hidupnya,” ucap Haedar seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu 22 Maret 2023..
Kedua, puasa momentum untuk membiasakan adab mulia. Allah mengutus Nabi SAW untuk menyempurnakan adab manusia. Puasa merupakan salah satu langkah untuk membentuk adab nan mulia.
Orang nan berpuasa secara sungguh-sungguh, seluruh jiwanya bakal tunduk dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Mereka bakal senantiasa menyebarkan pesan-pesan kebaikan disertai dengan perilaku nan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.
“Puasa dijadikan sarana untuk menundukkan diri agar kita tidak menjadi orang-orang nan berlebihan lantaran puasa mengajarkan kita untuk belajar untuk tidak berlebihan. Sikap hidup mewah bertentangan dengan kebiasaan dan kebaikan puasa maupun aliran kepercayaan secara keseluruhan,” ucap Haedar.
Ketiga, puasa momentum menjaga persatuan dan persaudaraan. Orang nan berpuasa pandai mengendalikan diri terutama dari emosi kemarahan dan kebencian.
Segala corak pertengkaran dan permusuhan bakal dijauhi. Sekalipun terdapat perbedaan mengerti nan begitu hebat, orang nan berpuasa bakal senantiasa cinta tenteram dan persaudaraan. Di dalam diri orang nan berpuasa tidak ada tempat nan tersisa bagi para pemuja kemarahan dan pemantik konflik.
“Puasa mengajarkan hidup damai, rukun, dan diajarkan untuk hidup berasosiasi dan bersaudara. Puasa kudu melahirkan aktivitas sosial kebangsaan nan membikin kita kaum muslim sebagai kekuatan perekat bangsa, dan pembawa perdamaian nan mencegah konflik,” kata Haedar.
Keempat, puasa momentum untuk hidup penuh toleran. Perbedaan penentuan tanggal untuk hari-hari besar umat Islam, misalnya, tidak perlu menjadi bahan olok-olokan.
“Puasa semestinya menjadikan diri kita insan nan tasamuh, toleran, membawa pada ukhuwah. Dengan toleran, kita hidup saling menghormati. Maka, para ilmuwan, ulama, mubalig, dan semuanya, ketika menemui perbedaan, kita harusnya semakin dewasa dan tasamuh,” tegasnya.
Haedar berambisi dengan hadirnya puasa Ramadan ini melahirkan pribadi-pribadi nan luhur dan utama, ialah menjadi orang nan semakin dekat dengan Allah, terbiasa melakukan perilaku adab mulia, senantiasa menjaga persatuan dan persaudaraan, dan membangun kehidupan nan penuh toleran di antara perbedaan.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·