Dirjen Pendidikan Islam Kemenag: Guru adalah Kurikulum yang Hidup - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

 Guru adalah Kurikulum yangg Hidup

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, Prof Dr H Amien Suyitno MAg, dalam aktivitas Peningkatan Kapasitas Praktik Baik Sekolah/Madrasah dalam Mengoptimalkan Growth Mindset dan Pembelajaran Mendalam yangg diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen-PNF PP Muhammadiyah bekerja sama dengan UNICEF dan Global Partnership for Education (GPE) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (15/10/2025). (Foto: Jakartamu.com)

MAKLUMAT — Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI, Prof Dr H Amien Suyitno MAg, menegaskan bahwa kurikulum pendidikan sejatinya bukan sekadar arsip formal. Menurutnya, kurikulum adalah perihal yangg hidup melalui pembimbing yangg mengajar dan memberikan teladan setiap hari.

Dalam Pasal 1 ayat 19 Undang-Undang (UU) 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, serta langkah yangg digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

“Guru itu adalah kurikulum yangg hidup,” ujar Amien dalam aktivitas Peningkatan Kapasitas Praktik Baik Sekolah/Madrasah dalam Mengoptimalkan Growth Mindset dan Pembelajaran Mendalam yangg diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen-PNF PP Muhammadiyah bekerja sama dengan UNICEF dan Global Partnership for Education (GPE) di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Mengutip konsep pendidikan Islam amtsilatu amtsilah (contoh dari contoh), Amien menggambarkan peran pembimbing bukan sekadar sebagai penyampai ilmu, tetapi juga teladan nyata bagi murid.

“Kalau gurunya disiplin dan memberi contoh yangg baik, pendidikan karakter bakal terbentuk,” tandasnya.

Menurut Amien, setiap pola pikir, ucapan, dan sikap pembimbing adalah bagian dari kurikulum yangg hidup di hadapan para siswa. Guru bukan hanya pengajar, melainkan pembimbing moral dan panutan.

Dalam forum tersebut, Amien juga mengkritik praktik sekolah alias madrasah yangg mengeluarkan siswa lantaran pelanggaran tata tertib. Ia menilai tindakan itu bertentangan dengan prinsip pendidikan yangg sesungguhnya.

“Kalau ada lembaga pendidikan yangg mengeluarkan muridnya lantaran pelanggaran, berfaedah lembaga itu bermasalah,” tegasnya.

Amien menegaskan, tidak ada lembaga yangg lebih berkuasa mendidik anak selain sekolah, madrasah, dan pesantren, tempat yangg semestinya membimbing siswa yangg tidak baik menjadi baik. Ia mengingatkan bahwa Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 menjamin kewenangan setiap penduduk negara untuk memperoleh pendidikan, yangg merupakan kewenangan asasi manusia dan tidak boleh dirampas oleh siapa pun, termasuk lembaga pendidikan itu sendiri.

Dalam praktiknya, sebagian sekolah memang mengembalikan siswa kepada orang tua lantaran pelanggaran berat. Namun, jika hukuman tersebut justru menghalang proses pembelajaran anak, maka lembaga pendidikan telah kandas menjalankan fungsinya.

“Sekolah sebagai lembaga yangg diwakili oleh orang dewasa semestinya bisa membimbing anak-anak menuju kedewasaan, bukan menyerah pada kesalahan yangg mereka perbuat,” kata dia.

Amien juga menyoroti karakter pesantren sebagai lembaga pendidikan yangg inklusif dan penuh welas asih. “Seluruh pesantren di negeri ini adalah milik swasta. Tidak ada pesantren negeri,” katanya.

Pesantren, lanjutnya, adalah lembaga yangg tidak pernah menolak santri, apa pun latar belakangnya. “Tugas pesantren bukan menyeleksi siapa yangg layak dididik, tetapi mendidik siapa pun yangg datang untuk belajar,” tegas Amien.

Baginya, pesantren tetap menjadi benteng moral dan pendidikan yangg terbuka bagi semua kalangan, tempat di mana setiap anak berkuasa memperoleh kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri.

*) Penulis: Ubay NA

-->
Sumber MaklumatID
MaklumatID