Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kebijakan pemerintah mengenai Harga Jual Eceran (HJE) rokok kembali menjadi sorotan dalam konvensi pers daring yangg digelar oleh Center of Human Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan Jakarta berbareng Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN) kemarin (20/12). Dengan tema “Kebijakan HJE Rokok 2025: Dilematisasi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia”, Konferensi pers ini mengupas tantangan yangg dihadapi dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.
Salah satu rumor utama yangg diangkat adalah potensi munculnya pengaruh negatif seperti down trading, di mana konsumen beranjak ke produk rokok yangg lebih murah. Selain itu, maraknya peredaran rokok terlarangan juga menjadi ancaman serius yangg dapat mengurangi efektivitas kebijakan ini.
Sudibyo Markus selaku Advisor Indonesia Institute for Social Development (IISD) menyoroti pentingnya pengendalian konsumsi rokok dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs). “Tembakau bukanlah komoditas unggulan perkebunan, melainkan tanaman semusim yangg telah menjadi tradisi turun-temurun. Dalam sistem upaya yangg monopsoni, petani tembakau selalu berada di posisi yangg paling dirugikan lantaran seluruh rantai upaya tani sepenuhnya berjuntai pada industri, khususnya tengkulak dan bandol yangg menjadi perpanjangan tangan industri tembakau,” ujar Sudibyo Markus.
“Situasi ini menciptakan paradoks di seluruh mata rantai industri produk tembakau, baik pada tingkat makro, meso, maupun mikro. Di tingkat makro, pemerintah yangg sedang memacu kualitas SDM menuju Indonesia Emas 2045 justru tidak konsisten dalam kebijakan fiskalnya dengan membatalkan kenaikan cukai produk tembakau pada tahun 2025.
Pada tingkat meso, di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan kelas menengah akibat beban utang pemerintah, alih-alih menerapkan strategi fiskal dan non-fiskal yangg komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan PMK No. 97 Tahun 2024 yangg hanya mengatur nilai jual rokok secara eceran,” tambah Sudibyo.
“Di tingkat mikro, klaim industri tembakau sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional terasa ironis, lantaran mereka terus mengeksploitasi petani tembakau yangg selalu dirugikan. Lebih jauh, dengan penemuan produk seperti rokok generasi baru dan pave, posisi rokok tradisional, yangg menjadi tumpuan utama petani, semakin terpinggirkan,” pungkasnya.
Mukhaer Pakkanna selalu Senior advisor CHED ITB-AD menganalisis kebijakan HJE ini adalah kebijakan yangg separuh hati dalam menekan prevalensi perokok, khususnya di kalangan masyarakat miskin dan remaja.
“Sayangnya, kebijakan ini tidak menyentuh Cukai Hasil Tembakau (CHT) yangg selama ini menjadi instrumen strategis dalam pengendalian konsumsi rokok. Lebih ironis lagi, penetapan HJE tidak memperlihatkan keberpihakan pada upaya pro-kesehatan. Tarif dan nilai rokok yangg diproduksi massal melalui mesin tetap rendah dibandingkan dengan rokok manual, sehingga membuka kesempatan bagi beredarnya rokok murah yangg terjangkau oleh masyarakat bawah,” tambah Mukhaer.
Baca Juga: Mengenal dan Mengantisipasi Penyakit Jantung
Roosita Meilani Dewi (Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta) menjelaskan perspektif mikro ekonomi dalam pengendalian tembakau dan menghitung nilai transaksi pasar kesehatan masyarakat. “Kenaikan Harga Jual Eceran rokok tahun 2025 yangg diatur dalam PMK 97 tahun 2024, diperkirakan tidak bisa menekan konsumsi. Karena Rokok jenis SKM dan SPM yangg mempunyai pangsa pasar tertinggi hanya naik 5-7%, sedangkan SKT yangg tetap mempunyai pangsa pasar rendah justru naik 18,6%. Padahal kebenaran lapangan menunjukkan bahwa rokok dengan jenis SKM dan SPM banyak dikonsumsi remaja dan perokok pemula” tegasnya.
Lily S. Sulistyowati selalu perwakilan Vital Strategies menekankan urgensi pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan nilai rokok dengan penyesuaian pajak dan nilai jual satuan (HJE), selain dapat mengurangi daya beli dan konsumsi rokok, juga krusial untuk kesehatan masyarakat.
“Langkah ini tidak hanya bermaksud menurunkan prevalensi perokok, tetapi juga memperkuat perlindungan terhadap kalangan masyarakat prasejahtera dan golongan rentan, termasuk anak-anak, serta mempromosikan style hidup sehat di masyarakat. Selain itu, kenaikan nilai rokok dapat mendorong alokasi pengeluaran ke kebutuhan yangg lebih mendukung kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus mengurangi beban kesehatan masyarakat akibat penyakit mengenai rokok,” jelas Lily.
Lily juga menekankan bahwa pendapatan negara dari sektor cukai dapat dimanfaatkan untuk mendanai program kesehatan, seperti kampanye edukasi ancaman merokok, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pengendalian iklan rokok, hingga upaya prioritas lainnya seperti percepatan penurunan stunting, peningkatan vaksinasi dan imunisasi, serta peningkatan jasa kesehatan ibu dan anak. “Melalui strategi ini, kita dapat mempercepat penanganan penyakit mengenai rokok, seperti kanker, TB, dan penyakit paru lainnya, serta meningkatkan kualitas akomodasi kesehatan di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyatakan sikap mendukung upaya pengendalian konsumsi rokok yangg komprehensif.
“MPKU PP Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran, meningkatkan cukai hingga nilai rokok sebanding dengan negara-negara tetangga, dan memperketat izin rokok konvensional maupun elektronik. Selain itu, edukasi dan kampanye ancaman rokok kudu diperluas untuk melindungi masyarakat,” terang Emma Rachmawati selaku Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah.
“Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengapresiasi kenaikan HJE rokok sebagai langkah maju dalam pengendalian tembakau, namun menyayangkan tidak adanya kenaikan cukai rokok. IPM berkomitmen aktif dalam pengendalian tembakau melalui edukasi sebaya dan mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam pengawasan rokok ilegal, pelarangan sponsor rokok di media sosial, dan penegakan norma mengenai pelanggaran dalam pengendalian tembakau. IPM berambisi pemerintah baru tetap berkomitmen pada rumor pengendalian tembakau dan bersinergi dengan beragam pihak untuk mewujudkan generasi muda yangg sehat dan bebas rokok,” jelas Affan Fitrahman Youth Ambassador Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
English (US) ·
Indonesian (ID) ·