Demokrasi Terancam, DPD IMM DIY Nyatakan Sikap Soal Nasib Putusan MK - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam konteks bernegara, menjaga integritas dan kepatuhan terhadap norma merupakan pilar utama dalam sistem pemerintahan yangg demokratis. Setiap tindakan alias kebijakan yangg diambil oleh pemerintah kudu selaras dengan konstitusi dan undang-undang yangg bertindak untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Ketika ada indikasi bahwa langkah-langkah strategis tertentu mungkin mengabaikan ketentuan norma yangg ada, krusial untuk melakukan pertimbangan menyeluruh. Hal ini untuk memastikan bahwa proses politik dan pemilihan melangkah dengan transparan, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Hanya dengan penegakan norma yangg konsisten dan integritas yangg tinggi, kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan dapat terjaga dan kualitas kerakyatan negara dapat ditingkatkan.

Ketika ada indikasi bahwa kebijakan alias keputusan tertentu mungkin melanggar alias mengabaikan ketentuan hukum, langkah-langkah korektif kudu segera diambil untuk menjaga integritas sistem demokrasi. Pengawasan independen, sistem kontrol yangg efektif, serta penegakan norma yangg tegas adalah kunci untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam perihal ini, masyarakat di pertontonkan dengan adanya pembangkangan terhadap konstitusi, seperti yangg muncul dari hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), yangg mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, menjadi rumor krusial.

Hal tersebut tampak jelas dimulai ketika, Baleg tiba-tiba mempercepat pembahasannya setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU/XXII/2024 yangg dikeluarkan pada (20/8) mengenai uji materi Pasal 40 UU Pilkada yangg mengatur periode pemisah pencalonan kepala wilayah dan wakil kepala dearah, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024  Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada mengenai pemisah usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur.

Baca Juga: Agensi Anak Muda Kelompok Rentan

Baleg telah menyiasati dengan menggunakan keputusan MA dan mengesampingkan keputusan MK, ialah merumuskan perubahan pada Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada, yangg menetapkan pemisah usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur menjadi 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Serta, telah menetapkan Pasal 40 UU Pilkada yangg mengatur periode pemisah pencalonan sebesar 6,5% hingga 10% dari bunyi sah hanya untuk partai politik yangg tidak mempunyai bangku di DPRD, sementara bagi partai pemilik bangku di DPRD, periode batasnya adalah 20% dari jumlah bangku di Dewan alias 25% dari perolehan bunyi sah.

Tindakan tersebut diduga dilakukan untuk mengatur agar pilkada 2024, khususnya di daerah-daerah strategis seperti DKJ (Daerah Khusus Jakarta) dan Jawa Tengah dapat didominasi oleh koalisi partai pendukung pemerintah yangg sekarang dikenal sebagai koalisi Indonesia Maju (KIM +) tanpa adanya pesaing yangg signifikan. Selain itu tindakan mengesampingkan putusan MK ini diduga bermaksud untuk membuka jalan bagi kaesang putra presiden Joko Widodo untuk mencalonkan diri sebagai wakil gubernur.

Pelanggaran prinsip-prinsip konstitusional dan kerakyatan ini semakin mempertegas kekhawatiran masyarakat bakal terjadinya pelemahan kerakyatan di Indonesia. Langkah-langkah yangg diambil oleh Presiden Joko Widodo dan KIM+ dinilai bakal mengikis kepercayaan publik terhadap proses pemilihan yangg semestinya berjalan dengan bebas, jujur, dan adil. Pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya mencederai integritas sistem norma Indonesia, tetapi juga berpotensi menciptakan preseden jelek bagi masa depan kerakyatan di Indonesia.

Maka dari itu, untuk merespon peristiwa pilu yangg belakangan ini menciderai nilai kerakyatan dan konstitusi di Indonesia, krusial untuk DPD IMM DIY memberikan beberapa pernyataan sikap yangg perlu diperhatikan dalam rangka mengawal keberlangsungan bangsa dan negara, sebagai berikut:

  1. Menuntut agar tidak adanya upaya-upaya pengabaian terhadap prinsip-prinsip konstitusi yangg bakal berpotensi melemahkan demokrasi, serta meminta agar tindakan yangg merugikan kualitas kerakyatan dihentikan dan diperbaiki.
  2. Menuntut agar Paja Baleg DPR RI tidak melanggar alias mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yangg berkarakter final dan mengikat ketika melakukan perubahan terhadap UU Pilkada serta menyelaraskannya dengan ketentuan norma dan konstitusi.
  3. Mendesak Paja Baleg DPR RI untuk mematuhi dan mengimplementasikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai periode pemisah pencalonan dan pemisah usia minimal calon kepala daerah.
  4. Mendesak KPU sebagai Lembaga independent alias (self regulatory bodies)yang menjadi penyelenggara pemilihan kepala wilayah untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.
  5. Mengajak masyarakat untuk turut serta aktif mengawasi dan menyuarakan pendapat mengenai kebijakan politik dan pemilihan umum guna menjaga kualitas kerakyatan dan transparansi proses politik demi terciptanya system kerakyatan yangg bernilai. (-lsz)
-->
Sumber suaraaisyiyah.id
suaraaisyiyah.id