BANDUNGMU.COM, Bandung – Sepatutnya kita mengenang kembali gimana masa jaya area Cikapundung Kota Bandung yangg menjadi letak pengedaran media cetak yangg menjadi primadona era dahulu.
Kawasan Cikapundung di Kota Bandung menjadi saksi kejayaan surat berita dan media cetak lainnya beberapa dasawarsa ke belakang.
Kawasan Cikapundung, letak tepatnya berada di Jalan Dr Ir Soekarno.
Sejak 1970-an, sepanjang jalan ini, hingga Jalan Banceuy, menjadi salah satu pusat pengedaran surat berita di Kota Bandung.
Di tempat ini, jenis surat berita dalam corak koran, majalah, tabloid, tetap cukup komplit dijual.
Setidaknya untuk skala satu Kota Bandung, area ini yangg menjual surat berita dengan ragam media terbanyak.
Jadi, jika kita mencari surat berita yangg tidak dijumpai di pedagang surat kabar eceran, boleh jadi kita bakal menemukannya di sini.
Sejak pukul 04.00 WIB, hiruk pikuk sudah mulai terasa di area ini. Para loper (pengantar) surat kabar nampak berdatangan.
Dengan menggunakan sepeda motor yangg sudah dipasangi tas unik di bagian jok belakang, loper-loper surat kabar ini bersiap mengambi koran-koran dari pemasok untuk dijual sepagi mungkin.
Setidaknya, di tengah gempuran media online alias daring dan teknologi, potret tersebut tetap dijumpai hari ini.
Walau konon tidak sepadat dulu, tetap ada kesibukan sejak pukul empat dinihari di tempat ini.
Mamay, penjual kopi dan gorengan di area ini, mengenang keriuhan tersebut.
Hampir 30 tahun, wanita yangg tinggal di Jalan Pangarang ini berdagang di Cikapundung.
“Segini mah sunyi banget atuh. Enggak sampai 10 kali lipatnya (dulu suasananya sangat ramai),” ungkap Mamay sembari melayani pembeli di lapaknya, dikutip dari bandung.go.id.
Sipenmaru alias seleksi penerimaan mahasiswa baru yangg sekarang dikenal dengan SNMPTN alias SBMPTN adalah momentum yangg tidak terlupakan buat Mamay.
Saat itu, mahasiswa yangg mendaftar ke perguruan tinggi negeri sudah mengantre sejak pukul 11 malam.
“Kalau sekarang sih enggak tahu itu diumuminnya di mana,” ucap wanita yangg sampai sekarang mengaku tak menggunakan gawai tersebut.
Kenangan yangg diakui Mamay sudah punah adalah kehadiran surat berita jenis sore.
Dua puluh tahun lalu, suasana di Cikapundung apalagi tetap ramai hingga sore hari.
Agen surat kabar biasanya bakal mendapat kiriman surat kabar sore dari beberapa media cetak yangg mengeluarkannya.
Aktivitas di area ini diakui Mamay sangat menguntungkan bagi upaya yangg dijalankannya.
Para loper koran, pemilik agen, hingga pembeli surat kabar biasanya bakal mampir dan jajan di lapak Mamay.
“Kalau sekarang sih jam tujuh pagi sudah bubar, sudah dirapikan kembali,” ungkapnya.
Bersaing dengan media online
Kisah klasik di Cikapundung tersebut tampaknya kudu rela tergerus gempuran teknologi.
Sejak era konvergensi media cetak ke daring dasawarsa 2010, penyusutan omzet mulai dirasakan para pemasok surat kabar di Cikapundung.
Eneng misalnya. Wanita yangg tinggal di Sukajadi ini sudah menjadi pemasok surat kabar sejak akhir dasawarsa 1990-an.
Ia mengaku omzet yangg didapatnya menurun hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan 20 tahun silam.
Ia ditemani seorang putrinya saat menjaga pemasok koran. Ia sibuk melayani pesanan surat kabar dari loper-loper yangg membeli surat kabar dari lapaknya.
“Dulu itu bisa sampai 15 juta per-hari (hasil penjualan). Sekarang sih sekitar 1,5 juta saja,” ungkapnya.
Bila dipukul rata, awal dasawarsa 2000-an, dalam sehari Eneng bisa menjual hingga 1.500 eksemplar koran. Jumlah itu menyusut hingga sekitar 180 eksemplar saja pada 2022.
“Tapi mau bagaimanapun, kehadiran teknologi enggak bisa ditolak. Mungkin sekarang kebiasaan orang sudah bergeser,” ucap Eneng.
Masih ada pembeli
Kendati jumlah penjualannya menyusut jauh, tetapi para pemasok surat kabar dan loper menyebut surat berita tetap punya segmen pembeli. Koko selaku pemilik pemasok surat kabar mengakui perihal tersebut.
Saat ditanya kesiapan surat berita media tertentu, dia menjelaskan ada surat berita yangg memang dijual untuk segmen pembeli umum. Namun, ada pula surat berita yangg hanya dijual kepada mereka yangg berlangganan.
“Biasanya kantor-kantor dan beberapa rumah di area tertentu tetap pesan. Enggak banyak lagi, tetapi tetap cukup,” terang Koko.
Selain Koko, tetap ada Agus Mulyana. Pria yangg berprofesi sebagai loper surat kabar ini mengaku jika surat berita yangg diantarnya belum sepenuhnya kehilangan pembeli.
“Tiap hari mengantar koran. Waktu azan subuh, saya sudah ada di sini. Karena memang kudu pagi kan,” ucap laki-laki yangg sudah menekuni pekerjaan ini sejak 1993.
Saat membawa dan mengantar koran, Agus membawa sekitar 120 eksemplar surat kabar dari empat media nasional dan lokal yangg cukup mainstream. Keempatnya menurut Agus tetap punya banyak pembeli.
“Enggak bisa dibandingin sama dulu. Namun, jika ukurannya sekarang orang pada pindah ke online, bisa bawa sebanyak ini (eksemplar koran) dan laku, itu sudah cukup bagus penjualannya,” terang Agus.
Meski sebagian besar akses pemberitaan sudah bergeser ke bumi maya, tetapi tak bisa dimungkiri, media cetak pernah jadi nomor satu di hati para pembaca.
Di tengah kemudahan mengakses informasi, tidak ada salahnya mengenang masa silam dengan berjamu dan membeli surat berita di sini.
Bagi siapa pun yangg mencari surat berita di Cikapundung, sebaiknya datang di antara pukul 05.00 hingga 07.00 WIB.
Setelah membeli koran, kita bisa membacanya sembari menikmati suasana pagi di Kota Bandung, tepatnya di Cikapundung Riverspot.***
English (US) ·
Indonesian (ID) ·