Dr. Trisno Raharjo membuka diskusi dengan memaparkan indeks hukum Indonesia yang stagnan
WARTAMU.ID, Yogyakarta — Tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi masyarakat Indonesia, terutama di bidang hukum, hak asasi manusia (HAM), dan lingkungan. Catatan Akhir Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Senin (30/12) di Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY menjadi refleksi atas berbagai peristiwa penting sepanjang tahun.
Acara ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.H. (Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah), Dr. Indah Shanti, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan), dan Muhammad Saleh, S.H., M.H. (Peneliti Hukum CELIOS). Kegiatan diawali oleh sambutan Novrizal Sayuti, Wakil Ketua PWPM DIY Bidang Hukum, yang menyoroti kondisi hukum Indonesia, diikuti oleh Iwan Setiawan, Wakil Ketua PWM DIY, yang mengkritik tajam hukum Indonesia sebagai “tumpul ke atas dan tajam ke bawah.”
Dr. Trisno Raharjo membuka diskusi dengan memaparkan indeks hukum Indonesia yang stagnan. Menurut World Justice Project (WJP), Indeks Negara Hukum Indonesia masih berada di angka 0,53 selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Indeks Persepsi Korupsi juga tidak menggembirakan, dengan skor 34 dari 100, jauh di bawah Timor Leste.
“Hukum di Indonesia kerap digunakan sebagai alat politik, seperti terlihat dalam kasus Harun Masiku yang menyandera elit partai, dan pengungkapan skandal pejabat oleh Hasto Kristiyanto,” ujar Trisno. Ia juga menyoroti lemahnya penegakan hukum dalam kasus-kasus brutal, seperti penembakan siswa SMK di Semarang, pemerasan warga negara asing (WNA), hingga korupsi pengadaan state aerial mata yang terkait Tragedi Kanjuruhan Malang.
Dr. Indah Shanti menyoroti pentingnya keadilan gender dalam hukum. “Banyak produk hukum yang tidak berkeadilan gender, terutama terkait perempuan dan lingkungan hidup,” tegasnya. Ia merekomendasikan penguatan pendidikan lingkungan hidup berbasis kesetaraan gender dimulai dari keluarga, sebagai upaya membangun relasi adil antara perempuan dan laki-laki dalam melestarikan lingkungan.
Muhammad Saleh mengkritik penurunan kualitas hukum di Indonesia yang kini cenderung mengarah ke autocratic legalism, di mana pemimpin mengambil keputusan sepihak. “Sektor bisnis ekstraktif, seperti tambang dan sawit, menjadi akar banyak persoalan hukum, menciptakan ketimpangan dan kerusakan lingkungan hidup,” jelasnya. Menurutnya, jika institusi ekonomi tidak dikelola secara inklusif, Indonesia berisiko menjadi negara gagal, seperti yang digambarkan dalam tesis “Why Nations Fail?” karya Acemoglu dan Robinson.
Catatan Akhir Tahun 2024 ini memberikan gambaran bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam memperbaiki tatanan hukum, melindungi HAM, dan menjaga lingkungan. Diharapkan, tahun 2025 menjadi momentum untuk memperbaiki relasi gender, mengatasi korupsi, serta membangun institusi hukum yang lebih inklusif dan transparan.
Dibaca: 2,283
9 bulan yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·