Calung, Alat Musik Tradisional Sunda Yang Dulu Ikut Dipopulerkan Oleh Mahasiswa Unpad - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

BANDUNGMU.COM, Bandung — Calung adalah perangkat musik purwarupa jenis idiofon yangg terbuat dari bambu. Alat musik ini adalah musik tradisional masyarakat Sunda yangg juga dikenal dengan angklung yangg dimainkan dengan langkah digoyangkan.

Cara menabuh calung adalah dengan memukul bilah alias ruas (tabung bambu) yangg tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la untuk masyarakat Sunda dan ji-ro-lu-ma-nem untuk masyarakat Banyumas).

Jenis bambu untuk pembuatan calung tidak sembarangan. Namun, kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam). Ada pula yangg dibuat dari awi temen (bambu ater, berwarna putih).

Pengertian calung selain sebagai perangkat musik juga melekat dengan julukan seni pertunjukan. Ada dua corak calung yangg dikenal, ialah calung rantay dan calung jinjing.

Calung rantay

Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yangg terbesar sampai yangg terkecil. Jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) alias lebih. Komposisi alatnya ada yangg satu deretan dan ada juga yangg dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik).

Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sembari duduk bersilah. Biasanya calung tersebut diikat di pohon alias bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung).

Ada juga yangg dibuat ancak “dudukan” unik dari bambu/kayu. Misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.

Calung jingjing

Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bersuara yangg disatukan dengan sebilah mini bambu (paniir).

Calung jinjing terdiri atas empat alias lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu).

Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yangg hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong.

Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul dan tangan kiri menjinjing/memegang perangkat musik tersebut. Sementara teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek, dan solorok.

Perkembangan calung

Jenis calung yangg sekarang berkembang dan dikenal secara umum ialah calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis perangkat musik yangg sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda.

Misalnya pada masyarakat Sunda di wilayah Sindang Heula–Brebes, Jawa Tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari corak calung rantay.

Namun di Jawa Barat, corak kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) yangg tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (lembaga kesenian Unpad) mengembangkan corak calung ini melalui kreativitasnya pada 1961.

Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, pengemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh corak permainan pada pagelaran reog yangg memadukan unsur tabuh, gerak, dan lagu dipadukan.

Menurut saksi hidup, calung pertama kali dimainkan di Departemen Kesenian Unpad pada 1962. Penabuh calung pertama Ekik Barkah (Fakultas Sospol), penabuh kedua Hatoan Wangsasenjaya (Kang O’ang), penabuh calung ketiga Kanaka Poeradiredja (Kang Aka), penabuh calung keempat Parmas Hardjadinata (Kang Parmas).

Pada tahun berikutnya mulailah berkembanglah grup-grup calung di fakultas Unpad yangg lain, di antaranya Fakultas Sastra dengan berangotakan Kang Oding, Edi, dan Didi Suryadi.

Fakultas Publisistik (tahun 1963) beranggotakan Kang Yaya, dkk. Fakultas Pertanian dikembangkan oleh Toto Bermana Belli (angkatan 62), Tajudin Surawinata, dkk. (angkatan 64), Oman Suparman, dkk. (angkatan 65), Bustomi Rosadi (angkatan 70), dan Ganjar Kurnia (angkatan 74).

Pemain calung Fakultas Pertanian Unpad angkatan 1965, Adjen Achmaddjen pemegang calung pertama (calung kingkin), IA Ruhiyat DK pemegang calung kedua (calung panempas), Oman Suparman pemegang calung ketiga (calung jongjong), Eppi Kusumah pemegang calung keempat (calung jongjrong).

Adapun Hilmi Ridwan dan Hardi Suhardi diikutsertakan dalam permainan kaulinan urang lembur, semuanya dari Fakultas Pertanian Unpad.

Bila salah seorang pemain berhalangan hadir, penggatinya seperti Endang Suganda (pengganti Adjen Achmaddjen alias IA Ruhiyat DK), Uca Suwarsa dan Enip Sukanda (pengganti Oman Suparman alias IA Ruhiyat DK), Zahir Jahri dan Ibing Kusmayatna (pengganti Eppi Kusumah).

Grup calung angkatan 1965 banyak dilibatkan dalam aktivitas penyuluhan pertanian pada proyek Bimas SSBM (Jabar) antara lain mengisi aktivitas siaran pedesaan di RRI Bandung.

Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung. Misalnya Layung Sari, Ria Buana, Glamor (1970), dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama pujaan pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.

Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa perangkat musik dalam calung. Misalnya kosrek, kacapi, piul (biola), dan apalagi ada yangg melengkapi dengan keyboard dan gitar.

Unsur vokal menjadi sangat dominan sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos dan Hendarso alias Darso.***

-->
Sumber bandungmu.com
bandungmu.com