Buku dan Cerita Unik Pemiliknya - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

Oleh: Sudarman Supriyadi, fans masalah literasi dan sosial-keagamaan

BANDUNGMU.COM, Bandung — Setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Pertanyaannya adalah apakah buku–terutama kitab fisik–masih menjadi peralatan krusial yangg wajib dimiliki?

Untuk menjawab itu, tentu saja perlu kajian ilmiah dan sistematis. Ini yangg repot lantaran bangsa kita lebih suka membaca ulasan-ulasan yangg ringan saja agar kepala tidak pusing.

Ya sudah, ini saya ungkapkan cerita dan pengalaman unik kitab dan perlakuan para pemiliknya. Semoga bisa menjadi intermezo tersendiri.

Bermodal kitab elektronik

Kisah ini mengenai seorang kawan saya sekira 15 tahun silam ketika menempuh kuliah strata dua (S-2) di Bandung.

Saya membayangkan jika mahasiswa S-2 itu bukunya banyak. Bahkan banyak yangg berkata asing (Arab dan Inggris, misalnya).

Namun, itu tidak bertindak bagi kawan saya. Dia percaya diri kuliah dan menyusun tesis hanya bermodal kitab jenis PDF.

Ini betul-betul terjadi. Dia menyusun tesis tanpa punya kitab bentuk alias kitab kertas. Hanya kitab jenis PDF yangg mungkin bukunya abal-abal alias apalagi tidak ber-ISBN sama sekali. Entahlah.

Unik dan kocak lantaran dia lulus dari S-2 dengan bermodal kitab elektronik yangg tersimpan di laptopnya. Namun, dia tetap berkuasa menyandang gelar magister.

Bagi dia, kitab wajib dimiliki, tetapi corak dan langkah mengapresiasinya yangg berbeda-beda. Tetaplah unik.

Beli dulu, baca belakangan

Ini lain lagi ceritanya. Ini kawan saya yangg hobinya dari dulu–mungkin hingga hari ini–membeli buku, baik di toko kitab maupun di tukang loak.

Prinsip dia itu begini: bukunya beli saja dulu, urusan baca bisa belakangan. Oleh lantaran itu, tidak heran jika di kos dan rumah ini orang, tetap banyak kitab yangg belum dibuka segelnya yangg artinya itu kitab belum dia baca.

Dia suka kitab beragam tema, terutama sastra, budaya, dan sejarah. Bahkan dia pernah membeli majalah “Horison” jejak dari tukang kitab loak yangg ada di Jalan Dewi Sartika (Alun-alun Bandung) separuh karung banyaknya.

Untuk urusan berlama-lama di lapak buku-buku loak dia memang jagonya. Bahkan dia juga pernah mendapat dan membeli kitab antik mengenai sejarah komunis Indonesia–kalau tidak salah sampai tiga jilid.

Bukunya original, tetap bagus kertasnya, dan sampulnya tetap utuh, padahal bukunya terbitan era dulu–buku era dulu terkenal dengan kualitas produksinya yangg tahan lama.

Bahkan dia pernah marah-marah lantaran kitab unik dan antiknya tentang seksualitas lenyap gegara setelah dipinjam oleh seorang tema. Buku dia beli di lapak loak dekat kampusnya.

Habis ongkos tak mengapa

Kalau kawan yangg satu ini maniak bukunya tidak ketulungan. Dari sejak SMP dan SMA sudah gila baca. Tema yangg dia sukai terutama tentang filsafat.

Bahkan dia dianggap asing oleh pembimbing dan teman-temannya di SMA lantaran omongannya ketinggian dibandingkan dengan teman-temannya.

Wajar sih lantaran dia doyan membaca buku. Tidak hanya mengandalkan info dan pengetahuan dari kitab di dalam kelas.

Di Bandung banyak loak kitab yangg menjadi surga pencinta buku-buku jejak dan tua.

Salah satunya yangg saya sebutkan di atas: loak kitab Alun-alun Bandung. Tepatnya di Jalan Dewi Sartika.

Teman saya datang dan mencari kitab di letak ini sampai ongkos untuk pulang ke area Bandung timur habis.

Ongkos untuk naik bus damri sudah ludes untuk nambahin beli buku. Dia tak peduli lantaran yangg krusial kitab dia dapatkan.

Dia pulang jalan kaki? Betul sekali. Jarak antara Alun-alun Bandung ke area Cibiru itu sekira 15,5 kilometer.

Teman saya ini rela jalan kaki pulang ke kosan sembari menggendong kitab di tas. Capek tak kenapa bagi dia.

Entahlah. Orang itu jika sudah punya kegemaran kadang-kadang berpikir dan bertindak nyeleneh.

Ya seperti tema saya ini. Namun, jangan salah, koleksi kitab orang ini banyak sekali.

Hampir separuh bilik kosnya penuh terisi kitab yangg terus saja bertambah.

Jangan salah, ini mungkin salah satu dampaknya, dia menderita insomnia namalain susah tidur, gegara sering begadang membaca buku.

Mungkin jika mahasiswa lain begadang lantaran main remi alias menonton Liga Champions, kawan saya begadang lantaran bergumul dengan buku-buku filsafat.

Bekas berkualitas

Ada lagi kawan saya yangg punya langkah unik dalam berinteraksi dengan buku. Tepatnya gimana dia membeli dan membaca buku.

Kalau orang lain berburu kitab terbaru, kawan ini malah kegemaran berburu kitab dan majalah jejak yangg sudah tidak terbit lagi.

Jarang sekali dia membeli buku-buku baru. Bukan tidak terbeli, melainkan seakan-akan itu sudah jadi kebiasaan lama.

Dari sejak sebelum kuliah sampai hari ini bekerja, dia tidak pernah tidakhadir membeli buku-buku bekas, baik secara offline maupun online.

Kenapa hobinya beli kitab bekas? Ya lantaran kitab jejak dia anggap lebih murah, meskipun bukan murahan.

Uniknya lagi, jika ada teman-temannya datang ke tempat dia tinggal, dia bakal pamer kitab jejak yangg dia baru saja beli.

Itu bukan sombong sih, melainkan menunjukkan kebanggaan bahwa dia punya kitab tertentu yangg tidak dimiliki oleh orang lain. Wajar.

Bahkan saya berani bertaruh jika koleksi buku-buku jejak punya dia yangg paling komplit deh dibandingkan dengan yangg lain.

Nah, itu beberapa cerita unik antara kitab dan pemiliknya yangg menjadi pengalaman saya selama ini.

Sebenarnya tetap banyak cerita unik lain tentang hubungan teman-teman saya mengenai buku.

Jangan berduka jika saat ini banyak toko kitab tutup. Jangan ragu untuk tetap menjadi pribadi yangg mengapresiasi buku.

Tetaplah mencintai kitab dengan langkah dan style berbeda.***

-->
Sumber bandungmu.com
bandungmu.com