Ketua Bawaslu RI Rahmat BagjaKETUA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menyoroti besarnya biaya penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di wilayah pemilihan (Dapil) Sumatea Barat (Sumbar), yangg nilainya mencapai Rp 350 miliar.
Bagja menilai, PSU di Sumbar semestinya tidak terjadi bilamana Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai ketentuan masa jarak 5 tahun bagi terpidana korupsi.
“Coba tebak biaya PSU di Sumatera Barat, untuk satu kotak suara, mari berapa? Rp100 miliar? Tebak aja, 17 ribu TPS. (Artinya sekitar) Rp350 miliar,” ujarnya ketika menjadi pembicara dalam Pernas XII Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di Hotel Akmani, Jakarta, Kamis (18/7/2024) malam.
Menurut Bagja, anggaran sebesar itu semestinya bisa digunakan untuk sektor-sektor lain, seperti pendidikan. “Mendingan itu untuk program support masyarakat, buat sekolah, Rp350 miliar, PSU,” imbuh Bagja.
Lebih lanjut, Bagja juga mengingatkan agar KPU melaksanakan putusan MA mengenai syarat usia calon kepala wilayah (Cakada). Hal itu untuk mencegah kejadian serupa (PSU) tidak terulang kembali dalam Pilkada 2024 nanti, akibat tidak mengikuti putusan MA.
Dia juga meminta KPU untuk betul-betul memformulasikan dengan tepat Peraturan KPU (PKPU) sesuai dengan putusan MA. “Oleh karena itu kami meminta KPU untuk berpikir keras dan betul menentukan PKPU ke depan alias syarat calon kepala wilayah sesuai putusan MA,” tegasnya.
“Harus sesuai putusan MA, tidak boleh tidak. Kenapa? Karena ketidaksesuaian dengan putusan MA (akan) melahirkan PSU (seperti di) Provinsi Sumbar di semua TPS,” sambung Bagja.
Sebelumnya, KPU dianggap abai terhadap putusan MA untuk mengikuti patokan yangg telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), mengenai ketentuan masa jarak 5 tahun bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai personil legislatif. Namun, KPU saat itu tidak melalukan revisi PKPU sampai pemisah akhir tahapan pencalonan personil legislatif selesai.
Tak hanya itu, dalam kesempatan yangg sama, Bagja juga menyinggung mengenai pemantauan logistik dalam penyelenggaraan PSU di Sumbar, yangg menurutnya kurang termonitor dengan baik.
“Pada saat PSU di Sumbar ada 18 TPS yangg logistiknya itu tidak diketahui dalam dua hari, 1 alias 2 hari. Rupanya teman-teman (logistik) terbawa arus,” ungkapnya.
Hal itu, menurut Bagja, mengakibatkan dilakukannya Pemungutan Suara Susulan (PSS). Dia mengatakan kejadian tersebut menjadi PR (Pekerjaan Rumah) para pengawas Pemilu ke depan.
“Akhirnya terjadi PSS. Itulah contoh PSU saja di Sumbar. Bagaimana kita bicara Maluku Utara, Natuna, Anambas, Tali Abu, Fakfak, Kaimana. Ini PR kita terbesar ke depan. Jadi yangg kurang itu laporan tentang pemantauan logistik,” pungkas Bagja.
Reporter: Ubay NA
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·