Bedah Buku Kosmopolitanisme Islam: Mengupas Pemikiran Islam Berkemajuan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 8 bulan yang lalu
Dalam konteks politik dan kepemimpinan, Buya Syafii Maarif menegaskan bahwa Muhammadiyah perlu menyiapkan kader-kader negarawan yang memiliki wawasan kebangsaan

WARTAMU.ID, Bandung – Majelis Pustaka dan Informasi PWM Jawa Barat bekerja sama dengan Lingkar Studi Islam Berkemajuan Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung menyelenggarakan bedah buku bertajuk “Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan” pada Kamis (30/01/2025). Acara ini berlangsung mulai pukul 18:00 WIB hingga selesai, menghadirkan Tati selaku Ketua Pusat Studi Islam Berkemajuan dan Roni Tabroni sebagai pembedah utama.

Dalam pembukaannya, Tati menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dan tamu undangan yang hadir, termasuk Wakil Rektor I UM Bandung Hendar Riyadi, Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Pengembangan Karier, serta perwakilan dari pimpinan Muhammadiyah. Ia menekankan bahwa bedah buku ini merupakan forum diskusi kritis untuk menginterpretasikan pemikiran dalam buku serta menghubungkannya dengan perkembangan Muhammadiyah di berbagai sektor, seperti pendidikan dan kesehatan.

Salah satu isu utama dalam diskusi adalah internasionalisasi pendidikan Muhammadiyah. Saat ini, beberapa Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) telah berkembang di luar negeri, yang menuntut strategi kaderisasi serta penguatan nilai-nilai Islam berkemajuan secara lebih luas.

Sebagai pembedah buku, Roni Tabroni mengupas berbagai aspek utama dari pemikiran “Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan.” Buku yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah ini memiliki ketebalan 454 halaman dan menyoroti pentingnya kaderisasi serta kontribusi Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Roni menjelaskan bahwa tema ini sangat relevan dengan kondisi world saat ini. Ia menyoroti bagaimana Islam sering kali dihadapkan pada stigma negatif, terutama dari Barat, yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan media sebagai alat untuk membentuk opini yang kurang adil terhadap Islam. “Konsep kosmopolitanisme Islam dalam Muhammadiyah bertujuan untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang inklusif, terbuka, dan mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan zaman,” ujarnya.

Diskusi ini juga menyoroti pemikir Islam modern seperti Buya Hamka, yang menekankan keterbukaan umat Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dari Barat. Pemikiran ini sejalan dengan prinsip yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang menjadikan ilmu sebagai elemen kunci dalam kehidupan umat Islam.

Sementara itu, Hendar Riyadi menambahkan bahwa tokoh kosmopolit lainnya seperti Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, dan Din Syamsuddin telah berhasil mengelaborasikan diskursus Barat dan Timur. Sehingga, sejak berdirinya, Muhammadiyah dapat disebut sebagai organisasi yang kosmopolit.

“Konsep Islam kosmopolitan yang dipresentasikan dalam buku ini mencerminkan tiga aspek utama. Pertama, hubungan dan interaksi antaragama yang harmonis. Kedua, Islam yang senantiasa kembali kepada ajarannya sebagai rujukan utama. Ketiga, tujuan Islam yang bersifat cosmopolitan untuk kesejahteraan umat manusia,” kata Hendar.

Diskusi juga menyoroti beberapa kritik terhadap Muhammadiyah yang dikemukakan oleh Nakamura, Amien Rais, dan akademisi lainnya. Beberapa tantangan yang dihadapi Muhammadiyah antara lain peningkatan kualitas pendidikan di lembaga Muhammadiyah, kaderisasi yang masih tertinggal dibandingkan organisasi lain, kurangnya filantropi Muhammadiyah yang dapat bersaing di tingkat nasional, serta layanan kesehatan di rumah sakit Muhammadiyah yang perlu dioptimalkan agar lebih terjangkau masyarakat.

Dalam konteks politik dan kepemimpinan, Buya Syafii Maarif menegaskan bahwa Muhammadiyah perlu menyiapkan kader-kader negarawan yang memiliki wawasan kebangsaan dan mampu berkontribusi dalam skala nasional. Amien Rais juga menyoroti beberapa tantangan soul yang perlu diatasi Muhammadiyah, seperti lemahnya proses kaderisasi dan menurunnya semangat beramal saleh di kalangan anggota.

Salah satu sorotan utama dalam diskusi ini adalah pentingnya literasi dan tradisi intelektual bagi kader Muhammadiyah. Sebab, pendekatan dalam mencapai kosmopolitisme Islam adalah melalui ilmu pengetahuan dan media. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam “Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan,” bahwa Islam adalah agama yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman.

Hendar Riyadi menjelaskan bahwa konsep ini dapat diklasifikasikan dalam empat kategori utama: egosentrisme, etnosentrisme, humansentrisme, dan kosmosentrisme. “Muhammadiyah memiliki peran penting dalam mengembangkan pemikiran kosmopolitanisme Islam. Namun, masih menghadapi tantangan dalam peningkatan kualitas pendidikan, kaderisasi, dan penguatan intelektualisme,” ucapnya.

Tati menutup diskusi dengan menyampaikan beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan Muhammadiyah untuk menghadapi tantangan global:

  1. Memperkuat kaderisasi intelektual dengan wawasan keislaman dan kebangsaan yang lebih luas.
  2. Meningkatkan kualitas pendidikan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) agar lebih kompetitif.
  3. Mengembangkan literasi akademik bagi perempuan Muhammadiyah guna memperluas peran dan kontribusinya dalam masyarakat.
  4. Memprioritaskan digitalisasi dan inovasi agar tetap relevan dalam era modern.

“Dengan upaya ini, Muhammadiyah diharapkan dapat terus berkembang sebagai gerakan Islam berkemajuan yang memiliki dampak signifikan di tingkat nasional maupun global,” tandasnya.

Dibaca: 2,355

-->
Sumber wartamu.id
wartamu.id