BANDUNGMU.COM, Bandung – Siapa tidak mengenal area Saritem yangg ada di Kota Bandung.
Saritem merupakan sebuah letak terkenal di Kota Kembang yangg sering dikaitkan dengan ”bisnis esek-esek” alias lokalisasi. Kawasan ini terletak di dekat stasiun kereta api. Tepatnya di antara jalan Astanaanyar dan Gardujati.
Nama Saritem tidak lepas dari sejarah panjang Kota Bandung. Sebelum letak ini area Saritem ditutup pemerintah, sebenarnya nama tersebut berasal dari wanita paras elok yangg mitosnya berjulukan Sari Iteung.
Saritem sudah ada sejak 1838 saat Kota Bandung baru berumur 28. Saritem tidak sekadar mitos ataupun kisah belaka.
Saritem menjadi lekat dengan sejarah bangsa Indonesia sejak era kolonialisme hingga penyebutan ”Nyai” yangg saat itu marak dipakai oleh wanita pribumi.
Nama Saritem diambil dari sebuah nama gadis desa unik Kota Kembang. Saritem memang bermuka elok dan berkulit hitam manis.
Pesona kecantikan Saritem yangg mulanya berdagang jamu keliling ini seringkali memikat petinggi Belanda kala itu.
Saking tergila-gilanya, Saritem kemudian dijadikan gundik. Sejak saat itu Saritem yangg awalnya hanya gadis kampung kemudian menjadi ”Nyonya Belanda”. Namanya pun berubah menjadi Nyai Saritem.
Bermodal rumah besar
Beberapa waktu kemudian Nyai Saritem diminta oleh pembesar Belanda tersebut untuk mencari wanita yangg bisa diajak kencan oleh para serdadu Belanda yangg tetap lajang.
Kebetulan pada saat itu area Gardujati dijadikan markas militer Belanda. Dalam misinya tersebut Nyai Saritem difasilitasi sebuah rumah yangg cukup besar.
Dengan diberinya akomodasi berupa rumah besar, perlahan wanita-wanita yangg dikumpulkan oleh Nyai Saritem semakin bertambah.
Di area lokalisasi tersebut para pekerja seks komersial berpajang pada setiap rumah dengan mengenakan kebaya unik pribumi.
Bukan hanya dari Kota Bandung, Nyai Saritem juga mengumpulkan wanita dari wilayah lain, seperti Cianjur, Sumedang, Garut, dan Indramayu.
Rumah lokalisasi yangg dikelola Nyari Saritem semakin terkenal. Tidak hanya para serdadu lajang yangg sering berdatangan, tetapi serdadu lanjut usia pun datang sebagai pelanggan.
Bisnis ini pun rupanya dilirik oleh teman-teman Nyai Saritem yangg juga merupakan istri simpanan dari penduduk Belanda.
Mereka tertarik untuk membuka upaya serupa. Kebanyakan di antaranya wanita-wanita jejak bimbingan Nyai Saritem.
Seiring maju dan berkembangnya Kota Bandung, lokalisasi ini pun terus berjalan.
Bahkan ketika kekuasaan Belanda diambil oleh para pejuang kemerdekaan pada 1945, upaya ini tidak pernah padam dan tidak pernah sunyi pelanggan.
Setelah upaya acapkali pemerintah Kota Bandung berupaya menutup tempat lokalisasi ini barulah pada 17 April 2007 semua aktivitas lokalisasi Satitem secara resmi berakhir.
Meski saat ini sudah tidak ada, keberadaan Saritem bakal menjadi bagian dari sekian sejarah yangg ada dan pernah hidup di kota berhawa dingin ini.
Kawasan ini terkenal dari sejak kolonialisme Belanda sampai hari ini. Hal ini tidak bisa dimungkiri.***
___
Sumber: beragam sumber
Editor: FA
English (US) ·
Indonesian (ID) ·