BANDUNGMU.COM, Jakarta — Aisyiyah berperan-serta dalam Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Munas Perempuan) yangg berjalan dari 17-18 April 2023.
Acara yangg berjalan secara hybrid dengan diikuti oleh tiga ribu wanita dari 38 provinsi, 136 kabupaten/kota, 664 desa/kelurahan/nagari ini dilaksanakan atas inisiatif delapan organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI yangg selama ini bekerja untuk keadilan dan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan golongan marginal.
Organisasi tersebut adalah Aisyiyah, KAPAL Perempuan, Migrant CARE, BaKTI, PEKKA, Kemitraan, SIGAB, dan PKBI.
Kegiatan yangg juga bersinergi dengan Kemen PPPA dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS ini merupakan hasil konkret dari upaya kolaboratif antara organisasi masyarakat sipil yangg bekerja untuk wanita dan golongan marginal, pemerintah, dan mitra pembangunan untuk mendorong proses perencanaan pembangunan yangg inklusif dan berkesetaraan kelamin sehingga tidak ada seorang pun yangg tertinggal.
Munas Perempuan ini dimaksudkan untuk memastikan agar bunyi dan aspirasi perempuan, khususnya yangg berasal dari golongan marginal dapat diakomodasi dalam proses perencanaan pembangunan.
Selama ini, partisipasi yangg berarti tetap menjadi tantangan dalam proses perencanaan pembangunan. Aspirasi wanita dan golongan marginal seringkali luput dikarenakan adanya ketertindasan berlapis yangg disebabkan oleh bangunan patriarki, ketimpangan ekonomi, hegemoni mayoritas, dan letak geografis.
Dalam kesempatan tersebut Aisyiyah mengangkat rumor mengenai Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) Perempuan dan Remaja.
Tri Hastuti Nur Rochimah, Koordinator Program INKLUSI Aisyiyah menyampaikan bahwa rumor HKSR menjadi krusial dibahas dalam salah satu agenda Munas Perempuan lantaran akar dari Angka Kematian Ibu di Indonesia, Angka Kematian Bayi, kekerasan seksual, kehamilan tidak dikehendaki, dan tetap tingginya perkawinan anak dan stunting adalah dari minimnya akses kesehatan seksual dan reproduksi dari edukasi maupun layanan.
“Perempuan dianggap bertanggung jawab atas tubuhnya sendiri sehingga rumor HKSR dianggap tidak penting, oleh lantaran itulah, pentingnya kita mendesakkan usulan tentang kebijakan mengenai HKSR ini,” tegas Tri.
Dalam kesempatan tersebut Tri memaparkan mengenai beragam persoalan HKSR yangg dialami oleh semua wanita dan remaja terkhusus bagi mereka yangg hidup di wilayah remote, terpencil, miskin serta wanita di wilayah pertambangan dan perkebunan.
Akses kesehatan yangg susah dijangkau lantaran aspek geografis menurut Tri juga tidak diimbangi dengan kesiapan jasa kesehatan Pustu alias Poskesdes yangg layak maupun jasa praktik perawat desa yangg terintegrasi dengan jasa BPJS.
“Kondisi tersebut salah satunya mengakibatkan tetap banyak wanita yangg enggan melakukan pemeriksaan kesehatan dan ibu mengandung yangg tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lantaran tidak dapat menjangkau jasa kesehatan di puskesmas,” katanya.
Tri juga menyoroti minimnya jasa maupun edukasi bagi wanita agar melakukan penemuan awal kanker tetek maupun kanker serviks yangg merupakan penyakit kanker penyebab kematian terbesar pertama dan kedua bagi perempuan.
Remaja di Indonesia juga menghadapi persoalan serius mengenai HKSR ialah kehamilan yangg tidak dikehendaki, dan sulitnya akses jasa kesehatan serta rentan melakukan aborsi tidak aman.
“Kita kudu mengupayakan agar anak-anak kita yangg mengalami KTD tetap mendapatkan jasa kesehatan hak-hak untuk mendapatkan jasa kesehatan ini juga menjadi penting,” terang Tri.
‘Aisyiyah disebut Tri juga mendorong keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh budaya untuk berbareng mengatasi persoalan HKSR ini dengan menjadi tokoh yangg dapat memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di lingkungannya.
Isu HKSR disebut Tri bukan suatu perihal yangg tabu. Tidak semestinya edukasi mengenai HKSR dianggap sebagai mengajarkan seks bebas kepada para remaja.
“Problem kespro bukan semata pada info dan kurangnya edukasi dan jasa tetapi di Indonesia juga mengenai interpretasi agama, mitos, budaya yangg sangat kuat. Bagiamana kita melibatkan tokoh kepercayaan dalam pemenuhan HKSR ini,” terang Tri.
Dalam sesi pemaparan tersebut Aisyiyah kemudian mengusulkan beragam masukan bagi perencanaan pembangunan untuk mengatasi beragam persoalan mengenai rumor HKSR.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, sangat mengapreasiasi Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan ini dan dia mendukung sinergi beragam pihak untuk memastikan perencanaan pembangunan yangg memberikan perhatian pada wanita dan anak.

“Mari kita mempunyai komitmen berbareng untuk memperjuangkan kewenangan wanita dan anak untuk mewujudkan wanita dan anak bisa menikmati pembangunan setara dengan laki-laki sebagaimana diamanatkan konstitusi negara kita,” tuturnya.
Perempuan disebut Bintang menempati separuh masyarakat Indonesia, demikan juga anak yangg mengisi sepertiga populasi Indonesia.
“Artinya wanita dan anak merupakan SDM yangg sangat krusial bagi bangsa dan negara kita, mereka kudu bisa menjadi tokoh dari pmbangunan yangg ikut merencanakan, ikut melaksanankan, dan ikut menikmati hasil pembangunan,” terangnya.
Namun menurut Bintang hingga saat ini tetap banyak persoalan wanita dan anak yangg tetap dihadapi di beragam sektor dan bagian pembangunan.
Ketimpangan kelamin tetap mendasari adanya ketimpangan bagi wanita dan anak dan tidak terlepas dari norma-norma sosial budaya patriarki.
Untuk itu menurutnya kualitas perencanana pembangunan kudu lebih ditingkatkan, diperkuat, dan dipastikan terjadi hingga tingkat akar rumput.
“Salah satu langkah untuk meningkatkan kualitas perencanaan adalah dengan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perencanaan khususnya gimana akses mereka terhadap kebijakan program, aktivitas pembangunan, akses, kontrol, dan partisipasi mereka, dan apakah mereka betul-betul merasakan faedah pembangunan,” tegas Bintang.
Menteri Bintang percaya jika kemajuan wanita dan anak pasti bakal berakibat langsung dan nyata pada melesat naiknya parameter pembangunan manusia Indonesia.
Sehingga perubahan ini bakal bisa menempatkan Indonesia dalam golongan negara berpendapatan tinggi sejajar dengan negara-negara maju baik dalam forum G20, ASEAN, dan forum internasional lainnya.***(Suri)
English (US) ·
Indonesian (ID) ·