Ilustrasi Pulau (sumber: Pixabay.com)DIREKTORAT Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PKRL KKP), Ahmad Aris angkat bicara merespon temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai dugaan jual-beli 200 pulau mini di Indonesia.
Menurut Aris, info tersebut kudu diusut lebih lanjut. Sebab, jual-beli pulau-pulau mini jelas melanggar undang-undang (UU).
“Dapat kami sampaikan secara izin bahwa pulau tidak dapat diperjualbelikan, lantaran pada setiap pulau terdapat penguasaan oleh negara minimal 30 persen dari luasan pulau-pulau kecil. Tidak ada izin di Indonesia yangg membolehkan jual beli pulau lantaran satu pulau tak boleh dikuasai penuh, dimana ada 30 persen tanah yangg dikuasai negara,” kata dia.
Aris menjelaskan, jika ada info mengenai penjualan pulau, maka perlu dilakukan peneguran kepada mereka. Sedangkan jika jual beli aset, itu tetap dimungkinkan.
Hal itu, kata dia, diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 34/2019 tentang Pengalihan Saham dan Luasan Lahan Dalam Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/2024 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya.
Selain itu, perihal tersebut juga sejalan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 17/2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Aris menegaskan, pulau-pulau mini tidak dapat diperjualbelikan. “Yang dapat diperjualbelikan adalah sebagian bagian tanah di atas pulau tersebut. Syaratnya, bagian tanah yangg dapat diperjualbelikan telah dikuasai secara bentuk (de facto) dan mempunyai sertifikat kewenangan atas tanah (de jure),” jelasnya.
Sesuai UU Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, persoalan kepemilikan lahan baik di daratan dan di pulau kecil, dibolehkan atas penduduk negara Indonesia. Namun tidak ada dan tidak dibolehkan adanya privatisasi terhadap pulau kecil, lantaran minimal 30 persen dikuasai negara.
“Sedangkan untuk orang asing tidak dapat memperoleh kewenangan milik atas tanah di Indonesia, termasuk di tanah alias lahan di pulau-pulau kecil,” terang Aris.
Terkait pemanfaatan lahan oleh orang asing, lanjut Aris, Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) hanya dapat diberikan kepada badan norma yangg didirikan menurut norma Indonesia, dan berdomisili di Indonesia.
“Salah satu mekanismenya adalah melalui Penanaman Modal Asing (PMA) sesuai peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pemanfaatan alias investasi di pulau-pulau kecil, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, unik dalam pemberian HGU, HGB alias Hak Pakai atas sebidang tanah yangg seluruhnya merupakan pulau alias yangg berbatasan dengan pantai diatur tersendiri,” paparnya.
Sementara itu, Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 10/2024 memberikan batas atas luas pemanfaatan lahan di pulau-pulau kecil. Yakni, minimal 30 persen dari luas pulau yangg dikuasai langsung oleh negara (untuk kegunaan lindung, akses publik, dan kepentingan umum lainnya). Serta dapat dimanfaatkan paling banyak 70 persen dari luas pulau.
“Dari 70 persen yangg dapat dimanfaatkan, pelaku upaya wajib mengalokasikan untuk ruang terbuka hijau. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengalihan Saham dan Luasan Lahan dalam Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dan Pemanfaatan Perairan di Sekitarnya dalam rangka Penanaman Modal Asing,” beber Aris.
Aris juga menyinggung soal jual-beli pulau-pulau yangg ditawarkan melalui media sosial (medsos), yangg kemungkinan terdapat kekeliruan pemahaman. Atau hanya sekedar strategi mencari investor. Namun perlu sosialisasi dan pemahaman yangg betul kepada publik.
“Pemerintah tentunya merespons baik semakin banyaknya investasi yangg ramah lingkungan di pulau-pulau kecil, lantaran bakal meningkatkan devisa dan meningkatkan ekonomi sekitar,” pungkas Aris.
Reporter: Ubay NA
1 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·