Warga Keluhkan Kebisingan Live Music ‘Coju Coffee’, Ethics of Care: Pemerintah Seolah Tak Mau Mendengar - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

TAJDID.ID~Medan || Keluhan penduduk terhadap kebisingan live music di Coju Coffee, Medan, semakin meluas. Aktivitas intermezo malam tersebut dinilai mengganggu ketenangan lingkungan sekitar, namun hingga sekarang belum ada tindakan tegas dari pemerintah.

Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai persoalan ini bukan sekadar soal volume suara, melainkan mencerminkan lemahnya kepekaan pemerintah terhadap hak-hak dasar warga.

“Ketika musik yangg semestinya membawa keceriaan justru membikin penduduk tidak bisa tidur, pertanyaannya bukan lagi seberapa keras suaranya, tetapi seberapa tuli abdi negara terhadap keluhan masyarakatnya,” ujar Farid di Medan, Selasa (8/10).

Menurutnya, penduduk sekitar telah berulang kali menyampaikan protes, apalagi melalui jalur resmi. Namun, respons pemerintah dinilai lamban dan terlalu birokratis. Ia menyoroti pernyataan Komisi III DPRD Medan yangg meminta penduduk melayangkan surat resmi sebelum menindaklanjuti laporan.

“Pejabat publik itu dipilih dan digaji untuk mendengar sebelum diminta, bukan hanya bertindak setelah disurati,” tegasnya.

Farid menekankan, Pemerintah Kota Medan—terutama Satpol PP, Dinas Pariwisata, dan DPRD Medan—harus lebih peka dan proaktif. Satpol PP mempunyai mandat menjaga ketertiban umum, sementara Dinas Pariwisata wajib memastikan tempat intermezo beraksi sesuai izin, jam operasional, serta standar akustik yangg melindungi warga.

Ia mengingatkan, penduduk yangg terganggu oleh kebisingan adalah pembayar pajak yangg mempunyai kewenangan atas ketenangan hidup. Ketika pemerintah tidak bisa menjamin perihal itu, berfaedah perjanjian sosial antara penduduk dan negara telah dilanggar.

“Pemerintah tidak boleh berlindung di kembali argumen ‘belum ada surat resmi’. Pengawasan terhadap upaya yangg berpotensi mengganggu lingkungan adalah tanggung jawab inheren dari kegunaan mereka sebagai pelayan publik,” katanya.

Secara hukum, lanjut Farid, kebisingan bukanlah perihal sepele. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996, periode pemisah kebisingan di area permukiman dibatasi pada 55 desibel siang hari dan 45 desibel malam hari. Melebihi periode pemisah tersebut, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran lingkungan.

Selain itu, Pasal 503 KUHP juga menegaskan bahwa membikin hingar-bingar yangg mengganggu ketenteraman malam hari dapat dikenai hukuman pidana.

Farid menyerukan agar Satpol PP segera turun ke lapangan tanpa menunggu perintah politik, Dinas Pariwisata meninjau ulang izin Coju Coffee, dan DPRD Medan aktif memihak aspirasi konstituen.

“Pemerintahan yangg baik bukan diukur dari banyaknya kafe alias investasi yangg tumbuh, tapi dari seberapa tenteram warganya bisa tidur di rumah sendiri,” pungkasnya. (*)

-->
Sumber Tajdid.id
Tajdid.id