Ace Somantri, pengajar Universitas Muhammadiyah Bandung (Dok pribadi)
Oleh : Ace Somantri
KLIKMU.CO
Labbaik allahumma umrotan, tiba waktunya siapa pun nan berajam dan beriktikad ke Baitullah maka Allah SWT bakal mengabulkan angan dan doanya. Labbaik allahumma labbaik. Labbaika laasyarikala-kalabaik innalhamda wanikmata laka walmulk laa syariikalak. Panggilan-Mu membikin jiwa dan raga kita bergetar seketika, gambaran Baitullah merasuk dan menghujam dalam dada, panik dalam jiwa tak terhindarkan bercampur kombinasi rasa senang nan mendalam, linangan air mata kebahagian tidak terbendung saking luar biasanya berterima kasih atas nikmat-Mu nan tiada tandingannya.
Pantas saja, siapa pun orang muslim nan telah merasakan nikmatnya ibadah haji dan umrah selalu berambisi mau kembali merasakan nikmatnya sujud dan ibadah bersimpuh di atas tanah Makkah al Mukaromah nan berdiri Masjid Megah nan mewah penuh rahmah dan berkah lantaran di dalamnya terdapat Ka’bah sebagai kiblat umat Islam di seluruh dunia. Subhanallah walhamdulillah walaailahaillallah wallahuakbar walahaula walaquwwata illabillah.
Rasa syukur tiada hentinya, namun kerap kali kita lupa dan khilaf manakala kesenangan duniawi menghampiri. Bergelimang kekayaan nan menipu dan penuh fatamorgana selalu ada dalam pelupuk mata hati. Bayangan serbanikmat, apa pun nan diinginkan tinggal beli tanpa susah payah tidak peduli di sampingnya tetap banyak nan menderita tak punya asa jiwa dan harta.
Spirit rasa syukur kudu ditebarkan melalui kesempatan di manapun berada. Tidak ada argumen manusia miskin kekayaan selama manusia percaya dan percaya bahwa Sang Kholiq sudah memberi perangkat dan bekal nan sama. Jasad bentuk indrawi komplit nan sempurna dan logika pikiran nan senantiasa ada mendampingi, maka di situ kesempatan dan kesempatan terbuka untuk dapat menambah nilai ibadah, termasuk ibadah haji maupun umrah.
Ibadah haji dan umrah sesuatu nan lumrah dan biasa, siapapun berkuasa merasakannya baik usia anak, muda-remaja, dan dewasa-lansia. Hanya nan membedakan sejauhmana rasa kemauan nan kuat untuk memfokuskan berajam dan beriktikad melakukan tahapan-tahapan nan mini dan sederhana.
Ada nan berujar, kata siapa ibadah haji dan lumrah? Sepengetahuan saya ibadah tersebut kudu berbiaya cukup mahal tidak setiap orang mampu! Begitu kira-kira singkat kalimatnya. Itu kebenaran dan nyata, bagi nan tidak mempunyai keahlian finansial bakal mengalami kesulitan untuk beragama haji dan umrah lantaran titik tolaknya pada keahlian material. Sebenarnya jika berpikirnya komprehensif, jalan menuju ke Baitullah banyak cara, lantaran manusia ini adalah makhluk hidup nan mempunyai produktivitas berpikir nan cukup tinggi.
Kemabruran dalam haji dan umrah terletak pada proses dari niat awal, penyelenggaraan rukun dan syarat syariatnya, hingga perubahan sikap dan perilaku setelah menjalankan rangkaian ritual ibadah haji dan umrah. Di era ini, bagi umat muslim di bumi apalagi Indonesia pada khususnya mengalami antrean nan sangat luar biasa lama hingga menyentuh puluhan tahun lamanya. Sehingga pengganti lain berambisi lebih sigap untuk beragama ke Baitullah dan mempunyai nilai beragama haji nan dikenal dengan haji mini selain hanya dengan ibadah umrah. Tidak ada aktivitas ibadah nan serupa dengan ibadah haji besar nan waktunya ditentukan pada bulan Dzulhijah melainkan ibadah umrah.
Bagi siapapun umat Islam nan tidak sempat menunaikan haji besar di bulan Dzulhijah lantaran dari izin pemerintah serta argumen syari lainnya, insyaallah ketika sudah umrah Allah SWT sudah pasti mengetahui apa nan sudah dikerjakan hamba-Nya dan para Malaikat mencatatnya. Sehingga bagi siapapun nan beragama haji maupun umrah, nilainya nan berkuasa menentukan mabrur dan mardudnya adalah kewenangan preogratif Allah SWT.
Sekalipun hanya bisa berumrah, sementara berhaji banyak hambatan regulasi, situasi, dan waktu. Nilai kemabruran nan paling penting, boleh dikatakan percuma untuk berhaji ketika tidak mabrur, selain rugi material juga rugi immaterial. Maka kata kunci beragama haji dan umrah itu ada dinilai kemabrurannya, bukan seringnya alias mewahnya berhaji alias berumrah.
Siapapun orangnya, ketika berhaji dan berumrah nan pertama kalinya sudah dipastikan kebahagiaannya bakal terasa bakal kesempurnaan ibadah dalam berIslam. Begitulah spiritualitas berakidah dalam Islam, kesempurnaan dalam senang bukan pada kekayaan kekayaan, melainkan pada ketenangan jiwa dan raga.
Kedamaian hidup dan dinamika berpikir lebih garang dan akseleratif dalam rangka mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara loh jinawi kerta raharja nan baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Karena andaikan masyarakat, bangsa, dan negara subur dan makmur, dan rakyatnya juga bertabur kabahagian, tidak ada argumen untuk tidak berterima kasih kepada Allah SWT, jelas dan tegas sebuah makna ayat nan menyatakan “nikmat mana nan engkau dustakan”.
Berhaji dan berumrah dalam praktiknya tidak terlalu jauh berbeda, nilai ibadah tetap ada pada tingkat kemabruran, dan perihal tersebut nan mempunyai kewenangan menentukan mabrur dan tidaknya hanya Allah SWT. Semua umat muslim hanya bersusaha memenuhi panggilan-Nya dan menjalankan segala perihal nan diajarkanya. Sesaat manakala bakal umrah umat Islam miqot di Bir Ali kota Madinah pada umumnya dalam posisi menggunakan busana Ihram, setelah itu menuju Makkah al Mukaromah untuk melaksanakan Thawaf mengelilingi Ka’bah selama tujuh keliling dan melakukan Sa’i diantara Shafa dan Marwah selama tujuh kali, kemudian diakhiri dengan melakukan Tahalul menggunting alias mencukur rambut minimal beberapa helai. Namun kebanyakan kaum adam alias jamaah laki-laki mencukur lenyap rambut dikepala hingga pelontos.
Sementara untuk berhaji ada tambahan praktik Wukuf dipadang arafah sebelum Thawaf. Setelah rangakain ibadah tersebut secara, jamaah diperboleh untuk kembali ke temat rehat alias melalukan perihal sunnah lainnya.
Begitulah sedikit uraian sederhana dalam gambaran saat sebelum menjalankan langsung. Rangkaian di atas bagian dari parktik ibadah umrah pada umumnya. Pertama kalinya menjalankan ibadah umrah, selain membayangkan praktik di atas yang luar biasa, juga tidak lupa membayangkan keelokan tempat-tempat berhistoris saat Islam dikembangkan oleh Rasulullah SAW penuh khidmat, tak terbayangkan dalam jangkauan indrawi kita masa-masa perjuangan nabiyullah Muhammad SAW nan gigih tidak mengenal capek apalagi putus asa, caci maki, hinaan, celaan, tuduhan, dzalim, percobaan pembunuhan beragam langkah dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Beliau tidak bergeming, dengan tulus tulus berjuang untuk izzah al Islam nan dirisalahkan, membangun peradaban bumi melalui tangan sosok nan cerdas, cerdik, dan intelek dengan logika intelektualitas imajinatif dan inovatif sehingga lebih dikenal seorang berkarakater fathanah. Nilai historis memberi ibrah, spirit, dan motivasi pada generasi ke generasi bakal pentingnya di kembali makna dan nilai tempat bersejarah, bukan sekadar tempat, melainkan pesan moral nan muncul dalam kehidupan kita hidup bumi ini. Wallahu’alam. (*)
2 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·