Ramon Harvey, pengajar Studi Islam di Yayasan Aziz, Cambridge Muslim College, melalui kitab perdananya dalam seri Edinburgh Studies in Islamic Scripture and Theology berjudul Transcendent God, Rational World: A Māturīdī Theology (2021). Menunjukkan kejeniusan intelektualnya sebagai teolog Maturidi. Dalam karya ini, Harvey mengemas secara apik perpaduan makulat analitis, makulat agama, dan iktikad Maturidiyyah, menghadirkan diskursus teologi-filosofis yangg segar dan relevan. Buku ini menjadi kontribusi krusial dalam meningkatkan minat terhadap makulat dan kalām Islam. Khususnya iktikad Māturīdiyyah, yangg tengah berkembang pesat sebagai konsentrasi kajian akademik dalam dua dasawarsa terakhir.
Sebagai teolog yangg berpijak pada tradisi Māturīdī sembari berkarya di ranah akademik Barat, Harvey sukses menjembatani diskursus teologi modern dengan pendekatan analitik. Ia berasosiasi dengan deretan akademisi seperti Mustafa Ceric, Ulrich Rudolph, Angelika Brodersen, Ayedh Aldosari, dan Philip Dorroll, yangg turut menggali warisan intelektual Abu Mansūr al-Māturīdī, teolog besar dari Samarkand.
Pendekatan Baru Teologi Maturidi
Buku ini menonjol lantaran pendekatan kalām jadīd yangg digunakan Harvey sebagai respons terhadap kalām qadīm, dengan mengangkat tradisi analitik Anglo-Amerika. Pendekatan ini berbeda dari teolog modern Timur Tengah seperti Abdul Jabbar al-Rifa’i, Hasan Yusufian, alias Hasan Hanafi. Harvey memanfaatkan makulat analitik kepercayaan kontemporer untuk memperkaya wacana kalām, meskipun keabsahan kalām jadīd sebagai tandingan kalām qadīm tetap perlu pengetesan epistemik lebih lanjut.
Salah satu karakter kitab ini adalah penggabungan fenomenologi Edmund Husserl dengan pemikiran al-Māturīdī, diperkaya oleh kontribusi filsuf analitik seperti Alasdair MacIntyre, Alvin Plantinga, dan Nicholas Wolterstorff. Pendekatan ini memungkinkan Harvey menjembatani teologi Islam dengan makulat Barat. Menghasilkan perbincangan lintas tradisi yangg mencerahkan sekaligus memperluas alam epistemik tentang bumi dan nan Transenden.
Harvey mendorong teolog Muslim untuk memanfaatkan alat-alat makulat kepercayaan modern dalam diskursus kalam. Ia membuktikan pendapat ini dengan menggali iktikad Māturīdiyyah menggunakan pendekatan analitik, menghadapi dua tantangan utama: memperluas ruang makulat kepercayaan kontemporer untuk rumor keislaman dan memanfaatkan metodologi modern dalam merumuskan doktrin Islam. Dalam perihal ini, Harvey condong pada non-fondasionalisme. Memandang al-Māturīdī sebagai teolog yangg terbuka terhadap perbincangan dan pengembangan, sebagaimana disebutkannya bahwa pendekatan ini membikin al-Maturidi “reseptif terhadap perbincangan dan pengembangan yangg terbuka” (hal. 5).
Dalam membahas konsep Tuhan, Harvey menavigasi garis tipis antara antropomorfisme dan via negativa. Ia beranggapan bahwa hanya berpegang pada via negativa bakal membatasi pemahaman tentang prinsip Tuhan, sementara antropomorfisme semata dapat mencampuradukkan Pencipta dengan ciptaan. Harvey menawarkan sintesis: “Ada berfaedah mempunyai prinsip tertentu, dan mempunyai prinsip tertentu berfaedah ada” (hal. 79). Ia juga menegaskan bahwa atribut Tuhan berkarakter esensial dan abadi, tidak dapat diubah alias dihapus (hal. 157), sesuai dengan tradisi Māturīdī.
Sebelum mengintegrasikan pemikiran al-Maturidi ke dalam debat modern, Harvey dengan jeli menelusuri sumber-sumber asli, membahas beragam interpretasi, dan melacak perkembangan tradisi yangg tidak selalu konsisten.
Review Buku
Bab 1: Tradisi dan Nalar
Bab ini membahas epistemologi dan menetapkan orientasi buku. Harvey menguraikan konteks perkembangan epistemologi al-Māturīdī, dengan periodisasi mazhab Māturīdiyyah: pembentukan awal (abad 4-5 H/10-11 M), artikulasi klasik (abad 5-8 H/11-14 M), rekonsiliasi klasik akhir (abad 8-13 H/14-19 M), hingga masa kini. Fokusnya terletak pada periode formatif, yangg dia sebut sebagai “teologi terbuka” lantaran kemampuannya berbincang dengan tradisi teologi lain. Harvey menegaskan bahwa kerasionalan Maturidi tidak bertumpu pada logika Aristoteles, dalam perspektif studi melainkan dibentuk oleh tradisi penyelidikan teologis itu sendiri.
Bab 2: Realitas Rasional
Harvey mengeksplorasi ontologi Māturīdī, menegaskan bahwa al-Maturidi bukan atomis, melainkan menganut teori bundle dalam menjelaskan benda. Ia juga memperkenalkan konsep ṭabī’at (kodrat) sebagai aksiden yangg menyusun barang dengan modus aktivitas tertentu.
Bab 3: Teologi Alamiah
Bab ini membahas argumen kosmologis kalām (KCA) jenis al-Māturīdī dari Kitāb al-Tawhīd. Sekaligus menanggapi tantangan kontemporer dari tokoh seperti William Lane Craig. Harvey menjauhkan diri dari fondasionalisme dengan menegaskan bahwa premis KCA tidak berkarakter deduktif. Melainkan mengandalkan reductio ad absurdum, yangg menegaskan sifat non-fondasionalis al-Māturīdī.
Bab 4 dan 5
Harvey menegaskan transendensi Tuhan dalam tradisi Māturīdī, memastikan atribut Tuhan tetap kohesif dalam kerangka metafisika modern. Ia juga membahas pengetahuan Tuhan tentang masa depan, kehendak bebas makhluk, dan hikmah Tuhan dalam penciptaan.
Hikmah dan Catatan Kritis
Karya Harvey adalah upaya ijtihād intelektual yangg menegaskan relevansi iktikad Maturidiyyah dalam teologi Islam modern, terutama untuk perbincangan lintas tradisi dan makulat global. Namun, kitab ini mencoba merangkum terlalu banyak tema—eksegesis, sejarah intelektual, makulat agama, dan argumen teologi. Sehingga rujukannya kadang terasa kurang koheren.
Bagi sejarawan kalām, karya ini menawarkan interpretasi baru tentang iktikad Māturīdiyyah. Bagi peneliti Asy’ariyah, Harvey mendorong pengaitan teks klasik dengan rumor filosofis modern, yangg relevan bagi teolog Asy’ari di Indonesia. Bagi penganut Māturīdiyyah, kitab ini menghadirkan perspektif segar yangg kontras dengan memori sejarah ajaran mereka. Meski begitu, beberapa aspek perlu pengetesan lebih lanjut untuk memastikan koherensi dan relevansi metodologinya.
Editor: Assalimi
2 minggu yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·