Pendidikan Indonesia di abad ke-21 tidak hanya sekedar menuntut anak bangsa untuk menghafal dan mengerjakan soal rutin biasa. Hal ini dikarenakan persoalan bumi yangg semakin dinamis, kompleks dan berbasis teknologi sehingga memerlukan keahlian berpikir kritis, imajinatif dan adaptif dalam menghadapinya.
Di tengah tuntutan tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) meluncurkan kebijakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai langkah strategis dalam menguatkan kualitas pendidikan nasional. Kebijakan resmi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2025 dan diperkuat oleh Keputusan Menteri Nomor 95/M/2025 yangg menetapkan bahwa TKA bakal dilaksanakan secara serentak mulai November 2025 di seluruh satuan pendidikan.
TKA dirancang bukan sekadar perangkat seleksi seperti Ujian Nasional pada masa lalu, tetapi sebagai instrumen pertimbangan yangg mengukur keahlian bernalar, menganalisis, mengevaluasi, dan berinovasi—keterampilan yangg termasuk dalam higher order thinking skills (HOTS).
Menggeser Paradigma Evaluasi Pendidikan
Indonesia selama ini dalam sistem pertimbangan hanya berfokus pada keahlian menghafal materi, pertimbangan seperti ini berkarakter mengejar nilai tanpa memahami secara sungguh-sungguh dalam memahami konsep yangg dipelajari. Metode yangg hanya sekedar menghafal ini menyebabkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi kurang berkembang. Kebijakan pemerintah mengenai Tes Kemampuan Akademik (TKA) ini diharapkan dapat merubah paradigma lama.
TKA ini dirancang untuk mengukur pemahaman konseptual dimana siswa di uji bukan dengan hafalan, melainkan dengan pemahaman dan penerapan konsep dalam situasi nyata. TKA diharapkan dapat mengasah ketrampilan berpikir kritis, perihal ini dikarenakan TKA mendorong siswa menganalisis informasi, membedakan kebenaran dari opini dan menarik Kesimpulan logis.
Selanjutnya melalui TKA dapat mendorong berpikir imajinatif dimana beberapa bagian tes dirancang agar siswa dapat mengembangkan keahlian berpikir orisinil dan dapat menemukan solusi baru terhadap masalah yangg diberikan.
TKA diberikan dengan tujuan melengkapi Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yangg lebih dulu telah diterapkan. Kita ketahui bahwa ANBK dilaksanan dengan tujuan untuk memetakan mutu pendidikan di tangka sekolah dan wilayah melalui tiga instrument utama: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei karakter dan Survei lingkungan belajar.
Jika ANBK memberikan gambaran makro tentang mutu pendidikan, TKA memberikan potret mikro tentang keahlian akademik perseorangan siswa.
Sinergi ini penting, karena: pertama, ANBK membantu pemerintah memandang tren dan kesenjangan mutu antar wilayah. Kedua, TKA memberikan info spesifik tentang kekuatan dan kelemahan setiap siswa, yangg bisa dijadikan referensi pembimbing untuk intervensi pembelajaran. Dengan kombinasi keduanya, sistem pertimbangan pendidikan Indonesia menjadi lebih holistik, menggabungkan pemetaan mutu sistem dengan penilaian individual.
Menumbuhkan Berpikir Kritis dan Kreatif
Kemampuan berpikir kritis dan imajinatif bukanlah keahlian yangg muncul secara instan, melainkan hasil dari latihan yangg berkesinambungan. TKA, jika dilaksanakan dengan tepat, dapat menjadi stimulus krusial bagi siswa untuk:
(i) Berpikir Analitis – Mengurai info kompleks menjadi bagian-bagian yangg lebih sederhana dan memahami hubungan antarbagian tersebut, (ii)Mengembangkan Ide Baru – Menemukan cara-cara unik untuk memecahkan masalah, termasuk di luar jawaban konvensional, (iii) Menerapkan Pengetahuan Lintas Disiplin – Menggunakan konsep dari beragam mata pelajaran untuk menyelesaikan tantangan yangg berkarakter multidimensi.
Misalnya, soal TKA dalam bagian sains tidak hanya menguji rumus, tetapi juga membujuk siswa memecahkan masalah lingkungan dengan mempertimbangkan data, etika, dan solusi teknologi yangg realistis.
Kemendikdasmen menegaskan bahwa TKA adalah bagian dari strategi pemerataan kualitas pendidikan nasional. Kebijakan ini selaras dengan Asta Cita keempat Presiden RI, yangg menekankan pembangunan sumber daya manusia unggul, beradab luhur, dan berkekuatan saing.
Dengan penyelenggaraan yangg serentak, terstandar, dan berbasis komputer, TKA memberikan kesempatan yangg sama bagi siswa di seluruh Indonesia, baik di kota besar maupun wilayah terpencil. Standarisasi ini krusial untuk mengurangi kesenjangan mutu pendidikan yangg selama ini terjadi.
Namun, pemerataan bukan hanya soal memberikan tes yangg sama, tetapi juga memastikan kesiapan sekolah dan guru. Oleh lantaran itu, pemerintah perlu memastikan infrastruktur, training guru, dan pendampingan siswa melangkah optimal sebelum TKA dilaksanakan penuh.
Meski potensinya besar, TKA juga menghadapi beberapa tantangan, antara lain: (i) Kesenjangan Infrastruktur – Tidak semua sekolah mempunyai akomodasi memadai untuk penyelenggaraan tes berbasis komputer, (ii) Kesiapan Guru – Guru perlu memahami model soal TKA dan langkah memanfaatkan hasilnya untuk memperbaiki pembelajaran, dan (iii) Budaya Belajar – Mengubah kebiasaan belajar dari mahfuz menuju kajian dan kreasi memerlukan waktu dan support ekosistem yangg kuat.
Menghadapi tantangan ini, kerjasama antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan. TKA adalah tonggak baru dalam pertimbangan pendidikan Indonesia. Dirancang untuk mengukur dan menumbuhkan keahlian berpikir kritis dan kreatif, TKA selaras dengan arah kebijakan Kurikulum Merdeka, Profil Pelajar Pancasila, dan visi membangun generasi unggul di era global.
Jika diimplementasikan dengan tepat, TKA tidak hanya menjadi perangkat ukur, tetapi juga pendorong perubahan paradigma belajar. Ia dapat menjadi katalis yangg menggeser pendidikan Indonesia dari sekadar mengejar nilai menuju proses pembelajaran yangg bermakna, adaptif, dan relevan dengan tuntutan zaman. Dengan demikian, TKA adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa—mencetak generasi yangg cerdas, kreatif, dan siap bersaing di panggung dunia.
*Penulis: Dr. Endang Suprapti, S.Pd., M.Pd., Dosen Pendidikan Matematika UMSurabaya
2 bulan yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·